Bale Dauh in progres. (membahas asta kosala kosali)
Usia rumah orang tua saya pastinya sudah lima puluh tahun lebih. Setidaknya kini sudah ada tiga generasi yang setau saya menempati rumah “tua” tersebut. Sementara, yang membuat saya memikirkan rumah tersebut adalah karena tak lama lagi salah satu bagian bangunan yang ada, akan direnovasi.
Bagian rumah tersebut dikenal dengan nama bale dauh. Itu bukan lah nama keren atau istilah, tapi memang begitulah kami, orang bali, menyebut salah satu bagian bangunan dari rumah kami, yang fisik bangunannya ada di sebelah barat.
Ini memang bukan renovasi pertama yang dilakukan oleh keluarga kami, namun proyek ini sangat mengena di hati karena di bangunan ini, hampir sebagian besar aktivitas sehari hari saya sejak kecil, hingga dewasa, saya lalui.
Bale dauh adalah satu dari tiga bale yang umumnya ada pada arsitektur bangunan rumah khas Bali. Tiga bale lainnya adalah bale daja yang ada di utara, bale dangin yang ada di timur, dan bale delod,posisinya ada di bagian selatan. Orang bali (Hindu), memiki aturan tersendiri dalam membangun kediaman mereka. Aturan tersebut dikenal dengan asta kosala kosali. Ini juga yang menjadi pertimbangan bagi keluarga kami saat akan melakukan renovasi bale dauh.
Asta kosala kosali sendiri pada dasarnya adalah sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci dalam rumah tradisional bali. Walau pun rumah kami tidak lagi sepenuhnya mengikuti tata aturan dalam asta kosala kosali, namun tetap saja ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Kakak saya, adithama ekasuta, telah mencari tau ke “orang pintar”, seperti apa aturan yang harus diikuti untuk pembangunan bale dauh di rumah kami. Ada dua point yang saya ingat yakni, bangunan harus berjarak atapak batis atau setapak kaki dan atapak batis ngandang atau setengah dari setapak kaki. Itu pun kaki yang dipergunakan adalah telapak kaki si penghuni rumah, dalam hal ini adalah kaki kakak saya.
Senin, 28 Januari 2013
Bale Dauh in progres. (membahas asta kosala kosali)
Usia rumah orang tua saya pastinya sudah lima puluh tahun lebih. Setidaknya kini sudah ada tiga generasi yang setau saya menempati rumah “tua” tersebut. Sementara, yang membuat saya memikirkan rumah tersebut adalah karena tak lama lagi salah satu bagian bangunan yang ada, akan direnovasi.
Bagian rumah tersebut dikenal dengan nama bale dauh. Itu bukan lah nama keren atau istilah, tapi memang begitulah kami, orang bali, menyebut salah satu bagian bangunan dari rumah kami, yang fisik bangunannya ada di sebelah barat.
Ini memang bukan renovasi pertama yang dilakukan oleh keluarga kami, namun proyek ini sangat mengena di hati karena di bangunan ini, hampir sebagian besar aktivitas sehari hari saya sejak kecil, hingga dewasa, saya lalui.
Bale dauh adalah satu dari tiga bale yang umumnya ada pada arsitektur bangunan rumah khas Bali. Tiga bale lainnya adalah bale daja yang ada di utara, bale dangin yang ada di timur, dan bale delod,posisinya ada di bagian selatan. Orang bali (Hindu), memiki aturan tersendiri dalam membangun kediaman mereka. Aturan tersebut dikenal dengan asta kosala kosali. Ini juga yang menjadi pertimbangan bagi keluarga kami saat akan melakukan renovasi bale dauh.
Asta kosala kosali sendiri pada dasarnya adalah sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci dalam rumah tradisional bali. Walau pun rumah kami tidak lagi sepenuhnya mengikuti tata aturan dalam asta kosala kosali, namun tetap saja ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Kakak saya, adithama ekasuta, telah mencari tau ke “orang pintar”, seperti apa aturan yang harus diikuti untuk pembangunan bale dauh di rumah kami. Ada dua point yang saya ingat yakni, bangunan harus berjarak atapak batis atau setapak kaki dan atapak batis ngandang atau setengah dari setapak kaki. Itu pun kaki yang dipergunakan adalah telapak kaki si penghuni rumah, dalam hal ini adalah kaki kakak saya.