Bagi yang tahu jawab ya..... Tuliskan sejarah kota salatiga siapa pendirinya dan walikota pertamanya
DzakiraA
Pada zaman wali songo dulu, hidup seorang adipati yang terkenal kikirnya. Istrinya mempunyai sifat yang sama yaitu selalu memikirkan duniawi. Kabar ini pun terdengar di telinga sunan kalijaga. keesokan harinya, sunan kali jaga menyamar menjadi penjual rumput, sang adipati pun menawar rumput dengan harga murah, dan sunan menyetujuinya. Dan keesokan harinya sunan pun memperlihatkan dirinya akhirnya adipati tersebut meminta maaf kepada sunan kalijaga. Sunan dan adipati itu menempuh jalan bersama. Terlihat 3 perampok, mereka melihat sunan dan adipati tersebut tidak membawa apa-apa jadi mereka membiarkan sunan dan muridnya berjalan. Istri adipati ingin menyusul suaminya. 3 perampok tersebut melihat istri adipati yang membawa berlian. Akhirnya mereka merampok istri adipati itu. Sunan kalijaga menamai jalan tersebut salatiga.
Nama Walikota: Yulianto, SE.MM
2 votes Thanks 2
ikhwanafina
SEJARAH KOTA SALATIGA Kota Salatiga, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan sepenuhnya denganKabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan berada di jalan negara yang menghubungan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini berudara cukup sejuk.
Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkap asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti maupun penelitian dan kajian yang cukup detail. Zaman Islam
Walisongo dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi HinduBudha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Penamaan Salatiga tidak lepas dari peran KI Ageng Pandanaran II ( Bupati Semarang) pada masa pemerintahan Pandan Arang II menunjukkan kemakmuran dan kesejahteraan yang dapat dinikmati penduduknya. Namun sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari hidup keduniawian yang melimpah ruah. la meninggalkan jabatannya, meniggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju arah Selatan, pada saat Ki Pandan Arang II tiba disuatu daerah perdikan ditengah perjalanan dihadang oleh rampok/begal yang berjumlah tiga orang untuk merampok bawaan istri Ki Pandanaran, atas kuasa Allah SWT ketiga perampok tersebut dapat dikalahkan. Setelah kejadian tersebut KI Pandan Arang II menamai daerah tersebut SALATIGA (dari kata salah dan tiga) yang kelak dikemudian hari dikenal menjadiSALATIGA, adapun perampok yang dikalahkan tersebut masuk Islam dan menjadi murid Ki Pandan Arang kemudian mengikuti perjalanan melewati Boyolali akhirnya sampai ke sebuah bukit bernama jabalkat di daerah Klaten. Zaman kolonial
Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 Mulai 1 Juli 1917 didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa.
Nama Salatiga kembali mencuat ke permukaan sewaktu digelar perundingan segitiga antara Kasunanan Surakarta, VOC dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa. Perjanjian itu digelar di Kalicacing, satu desa yang berada di wilayah Salatiga. Inilah sebabnya perjanjian ini masyhur dikenal sebagai Perjanjian Salatiga.
Perundingan itu dipicu oleh perlawanan bersenjata Pangeran Sambernyawa terhadap VOC maupun Kasunanan. Pada masa kolonial, sejak pertengahan abad 19 hingga memasuki abad 20, Salatiga dikenal sebagai daerah peristirahatan bagi para pejabat pemerintah kolonial maupun orang-orang Eropa. Tempatnya yang berada di perbukitan dengan hawa yang sejuk memungkinkan Salatiga menjadi kawasan favorit untuk berlibur dan beristirahat.
Status sebagai kotamadya yang kini disandang Salatiga juga sudah muncul sejak era kolonial. Pada 1 Juli 1917, berdasar Staatsblad No. 266, Salatiga ditetapkan sebagai Stadsgemeente (Kotamadya) Salatiga dengan daerah yang meliputi 8 desa.
Zaman kemerdekaan
Pada tahun-tahun pertama kemerdekaan, Salatiga pernah dijadikan salah satu basis tentara NICA-Belanda yang berniat kembali menduduki Indonesia. Bersama Ambarawa dan Semarang, Salatiga menjadi salah satu kawasan paling bergejolak.
Salatiga juga menjadi salah satu titik serangan udara yang dilakukan oleh kadet-kadet AURI pada 29 Juli 1947. Dengan menggunakan pesawat Churen yang diterbangkan dari Maguwo, Yogyakarta, kadet AURI itu berhasil menggelar serangan udara selama satu jam. Serangan ini memberi efek psikologis yang strategis karena menunjukkan pada dunia internasional bahwa kekuatan militer Indonesia masih eksis kendati baru saja diserang oleh Belanda lewat Agresi Militer I.
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga adalah bekas stadsgemeente yang dibentuk berdasarkan Staatsblad 1929 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur,Jawa Tengah dan Jawa Barat. Berdasarkan amanat UU No.22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga berubah penyebutannya menjadi Kota Salatiga.
pendiri: Sunan Kalijaga walikota pertama : Yuliyanto SE., MM.
Nama Walikota: Yulianto, SE.MM
Kota Salatiga, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan sepenuhnya denganKabupaten Semarang. Salatiga terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan berada di jalan negara yang menghubungan Semarang-Surakarta. Salatiga terdiri atas 4kecamatan, yakni Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini berudara cukup sejuk.
Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkap asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari cerita rakyat, prasasti maupun penelitian dan kajian yang cukup detail.
Zaman Islam
Walisongo dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi HinduBudha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Penamaan Salatiga tidak lepas dari peran KI Ageng Pandanaran II ( Bupati Semarang) pada masa pemerintahan Pandan Arang II menunjukkan kemakmuran dan kesejahteraan yang dapat dinikmati penduduknya. Namun sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari hidup keduniawian yang melimpah ruah. la meninggalkan jabatannya, meniggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju arah Selatan, pada saat Ki Pandan Arang II tiba disuatu daerah perdikan ditengah perjalanan dihadang oleh rampok/begal yang berjumlah tiga orang untuk merampok bawaan istri Ki Pandanaran, atas kuasa Allah SWT ketiga perampok tersebut dapat dikalahkan. Setelah kejadian tersebut KI Pandan Arang II menamai daerah tersebut SALATIGA (dari kata salah dan tiga) yang kelak dikemudian hari dikenal menjadiSALATIGA, adapun perampok yang dikalahkan tersebut masuk Islam dan menjadi murid Ki Pandan Arang kemudian mengikuti perjalanan melewati Boyolali akhirnya sampai ke sebuah bukit bernama jabalkat di daerah Klaten.
Zaman kolonial
Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 Mulai 1 Juli 1917 didirikan Stadsgemeente Salatiga yang daerahnya terdiri dari 8 desa.
Nama Salatiga kembali mencuat ke permukaan sewaktu digelar perundingan segitiga antara Kasunanan Surakarta, VOC dan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa. Perjanjian itu digelar di Kalicacing, satu desa yang berada di wilayah Salatiga. Inilah sebabnya perjanjian ini masyhur dikenal sebagai Perjanjian Salatiga.
Perundingan itu dipicu oleh perlawanan bersenjata Pangeran Sambernyawa terhadap VOC maupun Kasunanan. Pada masa kolonial, sejak pertengahan abad 19 hingga memasuki abad 20, Salatiga dikenal sebagai daerah peristirahatan bagi para pejabat pemerintah kolonial maupun orang-orang Eropa. Tempatnya yang berada di perbukitan dengan hawa yang sejuk memungkinkan Salatiga menjadi kawasan favorit untuk berlibur dan beristirahat.
Status sebagai kotamadya yang kini disandang Salatiga juga sudah muncul sejak era kolonial. Pada 1 Juli 1917, berdasar Staatsblad No. 266, Salatiga ditetapkan sebagai Stadsgemeente (Kotamadya) Salatiga dengan daerah yang meliputi 8 desa.
Zaman kemerdekaan
Pada tahun-tahun pertama kemerdekaan, Salatiga pernah dijadikan salah satu basis tentara NICA-Belanda yang berniat kembali menduduki Indonesia. Bersama Ambarawa dan Semarang, Salatiga menjadi salah satu kawasan paling bergejolak.
Salatiga juga menjadi salah satu titik serangan udara yang dilakukan oleh kadet-kadet AURI pada 29 Juli 1947. Dengan menggunakan pesawat Churen yang diterbangkan dari Maguwo, Yogyakarta, kadet AURI itu berhasil menggelar serangan udara selama satu jam. Serangan ini memberi efek psikologis yang strategis karena menunjukkan pada dunia internasional bahwa kekuatan militer Indonesia masih eksis kendati baru saja diserang oleh Belanda lewat Agresi Militer I.
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga adalah bekas stadsgemeente yang dibentuk berdasarkan Staatsblad 1929 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur,Jawa Tengah dan Jawa Barat. Berdasarkan amanat UU No.22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga berubah penyebutannya menjadi Kota Salatiga.
pendiri: Sunan Kalijaga
walikota pertama : Yuliyanto SE., MM.