Bagaimana sifat diksi yg di gunakan dalam puisi "tuhanku apatah kekal " karya amir hamzah dan "rumah" karya toto sudarto bachtiar.tolong ya,,,buat tugas nih :(
Sehubungan dengan cinta dan puisi-puisi Amir Hamzah, apa yang penting adalah sikap penyair terhadap cintanya yang kandas, atau cara penyair mengatasi rasa sakitnya yang pastilah tak tertanggungkan. Sebagai seseorang yang berlatar agama Islam yang kuat, dia segera mengadukan masalahnya kepada Tuhan. Dalam puisi “Tuhanku, Apatah Kekal?”, yang dikirimkan Amir Hamzah kepada Aja Bun segera setelah cinta Amir kepada kekasih pujaannya itu kandas, sang penyair mencurahkan perasaannya yang sangat terpukul, seraya mengadu: Tuhan, berapa lama duka-lara ini mesti kutanggung? Dan, adakah lagi yang lebih berat dari lara ini yang mesti kutanggung?Dalam pada itu, penyair mencoba meredam sakit luka hatinya yang kelewat berat. Sejalan dengan pengaduan penyair kepada Tuhan, dia menyikapi badai yang menghantam perasaannya sebagai takdir yang mesti diterima dengan lapang. Ia tak lain merupakan ketentuan Tuhan, dan menghadapi ketentuan Tuhan yang berat, tak ada sikap lebih baik daripada menerimanya dengan tulus-ikhlas. Kirasanya sikap inilah yang menguatkan hati Amir Hamzah sekaligus membuka pintu-pintu pencerahan batinnya yang nyaris gelap dan keruh. Menghibur hatinya yang remuk-redam, penyair mencoba meringatkan beban batinnya sendiri (“Senyum Hatiku, Senyum”):
Sehubungan dengan cinta dan puisi-puisi Amir Hamzah, apa yang penting adalah sikap penyair terhadap cintanya yang kandas, atau cara penyair mengatasi rasa sakitnya yang pastilah tak tertanggungkan. Sebagai seseorang yang berlatar agama Islam yang kuat, dia segera mengadukan masalahnya kepada Tuhan. Dalam puisi “Tuhanku, Apatah Kekal?”, yang dikirimkan Amir Hamzah kepada Aja Bun segera setelah cinta Amir kepada kekasih pujaannya itu kandas, sang penyair mencurahkan perasaannya yang sangat terpukul, seraya mengadu: Tuhan, berapa lama duka-lara ini mesti kutanggung? Dan, adakah lagi yang lebih berat dari lara ini yang mesti kutanggung?Dalam pada itu, penyair mencoba meredam sakit luka hatinya yang kelewat berat. Sejalan dengan pengaduan penyair kepada Tuhan, dia menyikapi badai yang menghantam perasaannya sebagai takdir yang mesti diterima dengan lapang. Ia tak lain merupakan ketentuan Tuhan, dan menghadapi ketentuan Tuhan yang berat, tak ada sikap lebih baik daripada menerimanya dengan tulus-ikhlas. Kirasanya sikap inilah yang menguatkan hati Amir Hamzah sekaligus membuka pintu-pintu pencerahan batinnya yang nyaris gelap dan keruh. Menghibur hatinya yang remuk-redam, penyair mencoba meringatkan beban batinnya sendiri (“Senyum Hatiku, Senyum”):