Jika keduanya laki-laki maka posisinya sejajar dan makmum terletak di samping kanan imam. Sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’ahuma, ia berkata:
“Saya pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah (binti Al Harits, istri Rasulullah). Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat isya (di masjid), kemudian beliau pulang, dan shalat 4 rakaat. Lalu beliau tidur. Kemudian beliau bangun malam. Akupun datang dan berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu beliau memindahkanku ke sebelah kanannya. Beliau shalat 5 rakaat, kemudian shalat dua rakaat, lalu tidur kembali” (HR. Bukhari no. 117, 697)
2.Jika makmum lelaki lebih dari satu
Maka posisi makmum berada di belakang imam membentuk barisan. Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu mengatakan:
“Aku berdiri di sisi kiri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu beliau memegang tanganku dan menarikku hingga aku berdiri di sebelah kanan beliau. Kemudian datang Jabbaar bin Shakhr, lalu ia berwudhu kemudian datang dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangan kami semua dan mendorong kami hingga kami berdiri di belakang beliau” (HR Muslim no. 5328).
3.Makmum wanita
Jika seorang lelaki mengimami wanita, maka perlu diketahui bahwa shalatnya seorang lelaki bersama wanita perlu dirinci. Al Imam An Nawawi menjelaskan,
قال أصحابنا : إذا أمَّ الرجل بامرأته أو محرم له , وخلا بها : جاز بلا كراهة ; لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة . وإن أمَّ بأجنبية ، وخلا بها : حرم ذلك عليه وعليها , للأحاديث الصحيحة التي سأذكرها إن شاء الله تعالى . وإن أمَّ بأجنبيات وخلا بهن : فقطع الجمهور بالجواز
“Para ulama madzhab kami berkata, jika seorang lelaki mengimami istrinya atau mahramnya, dan hanya berdua, hukumnya boleh tanpa kemakruhan. Karena lelaki boleh berduaan dengan mereka (istri dan mahram) di luar shalat. Adapun jika ia mengimami wanita yang bukan mahram, dan hanya berduaan, maka haram bagi si lelaki dan haram bagi si wanita. Karena hadits-hadits shahih yang akan saya sebutkan menunjukkan terlarangnya. Jika satu lelaki mengimami beberapa wanita dan mereka berkhalwat, maka jumhur ulama membolehkannya” (Al Majmu’, 4/173).
Adapun posisi wanita jika bermakmum pada lelaki, baik wanitanya hanya seorang diri ataupun banyak, maka posisinya adalah di belakang imam. Berdasarkan keumuman hadits Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:
“Aku shalat bersama seorang anak yatim di rumah kami di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ibuku Ummu Sulaim di belakang kami” (HR. Bukhari no.727, Muslim no.658).
4.Wanita mengimami sesama wanita
Jika seorang wanita mengimami para wanita, maka imam berada di tengah. Dari Rabthah al Hanafiyah, ia berkata :
Jawaban:
1.Jika shalat berjama’ah hanya dua orang
Jika keduanya laki-laki maka posisinya sejajar dan makmum terletak di samping kanan imam. Sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’ahuma, ia berkata:
بِتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ العِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَ، فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ قَامَ، فَجِئْتُ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ نَامَ
“Saya pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah (binti Al Harits, istri Rasulullah). Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat isya (di masjid), kemudian beliau pulang, dan shalat 4 rakaat. Lalu beliau tidur. Kemudian beliau bangun malam. Akupun datang dan berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu beliau memindahkanku ke sebelah kanannya. Beliau shalat 5 rakaat, kemudian shalat dua rakaat, lalu tidur kembali” (HR. Bukhari no. 117, 697)
2.Jika makmum lelaki lebih dari satu
Maka posisi makmum berada di belakang imam membentuk barisan. Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu mengatakan:
قُمْتُ عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ بِيَدِي فَأَدَارَنِي حَتَّى أَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ ثُمَّ جَاءَ جَبَّارُ بْنُ صَخْرٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَامَ عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْنَا جَمِيعًا فَدَفَعَنَا حَتَّى أَقَامَنَا خَلْفَهُ
“Aku berdiri di sisi kiri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu beliau memegang tanganku dan menarikku hingga aku berdiri di sebelah kanan beliau. Kemudian datang Jabbaar bin Shakhr, lalu ia berwudhu kemudian datang dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangan kami semua dan mendorong kami hingga kami berdiri di belakang beliau” (HR Muslim no. 5328).
3.Makmum wanita
Jika seorang lelaki mengimami wanita, maka perlu diketahui bahwa shalatnya seorang lelaki bersama wanita perlu dirinci. Al Imam An Nawawi menjelaskan,
قال أصحابنا : إذا أمَّ الرجل بامرأته أو محرم له , وخلا بها : جاز بلا كراهة ; لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة . وإن أمَّ بأجنبية ، وخلا بها : حرم ذلك عليه وعليها , للأحاديث الصحيحة التي سأذكرها إن شاء الله تعالى . وإن أمَّ بأجنبيات وخلا بهن : فقطع الجمهور بالجواز
“Para ulama madzhab kami berkata, jika seorang lelaki mengimami istrinya atau mahramnya, dan hanya berdua, hukumnya boleh tanpa kemakruhan. Karena lelaki boleh berduaan dengan mereka (istri dan mahram) di luar shalat. Adapun jika ia mengimami wanita yang bukan mahram, dan hanya berduaan, maka haram bagi si lelaki dan haram bagi si wanita. Karena hadits-hadits shahih yang akan saya sebutkan menunjukkan terlarangnya. Jika satu lelaki mengimami beberapa wanita dan mereka berkhalwat, maka jumhur ulama membolehkannya” (Al Majmu’, 4/173).
Adapun posisi wanita jika bermakmum pada lelaki, baik wanitanya hanya seorang diri ataupun banyak, maka posisinya adalah di belakang imam. Berdasarkan keumuman hadits Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:
صَلَّيْتُ أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا
“Aku shalat bersama seorang anak yatim di rumah kami di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ibuku Ummu Sulaim di belakang kami” (HR. Bukhari no.727, Muslim no.658).
4.Wanita mengimami sesama wanita
Jika seorang wanita mengimami para wanita, maka imam berada di tengah. Dari Rabthah al Hanafiyah, ia berkata :
أَنَّ عَائِشَةَ أَمَّتْهُنَّ وَ قَامَتْ بَيْنَهُنَّ فِيْ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةِ
“‘Aisyah pernah mengimami para wanita dan ia berdiri diantara mereka dalam shalat wajib” (HR. Abdurrazaq dalam Al Mushannaf 3/140, Al Baihaqi 3/131).
Dari Hubairah, ia mengatakan bahwa :
أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ أَمَّتْهُنَّ فَكَانَتْ وَسَطًا
“Ummu Salamah pernah mengimami para wanita dan ia berada di tengah-tengah”. (HR Abdurrazaq dalam Al Mushannaf 3/140, Al Baihaqi 3/131).
Penjelasan:
Semoga bisa membantu :)