Bagaimana latar belakang berdirinya kerajaan kediri ?
ayuhapsari77
Berawal dari kota yang bernama Daha. Kota ini sudah ada sebelum kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahirupan, melainkan pindah ke Daha. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahirupan. Menurut Nagarakertagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahirupan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala. Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).
10 votes Thanks 17
MuhammadChaidir
Kerajaan Kediri Kerajaan Hindu yang berada di daerah Jawa Timur, berdiri antara tahun 1042 sampai dengan tahun 1222. Dalam sejarah disebutkan pusat Kerajaan Kediri berada di Kota Daha, yaitu sebuah kota yang letaknya berada di sekitar Kota Kediri sekarang. Kerajaan Kediri adalah penerus dari Kerajaan Kahuripan dan pernah mencapai masa kejayaan di saat kerajaan dipimpin oleh Airlangga. Oleh karena itu, para penguasa Kerajaan Kediri selanjutnya adalah penerus dari Dinasti Isyana di Jawa. Pada tahun 1045, Airlangga membagi Kerajaan Kahuripan menjadi dua. Airlangga membagi wilayah kerajaannya dikarenakan oleh perselisihan kedua putranya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, mereka bersaing memperebutkan takhta kerajaan. Dibagian barat Kerajaan diserahkan kepada Sri Samarawijaya yang mendapat gelar Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa. Kerajaannya diberi nama Panjalu, dan pusat kerajaan di kota baru yang bernama Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan disebelah timur. Kemudian kerajaannya bernama Janggala dan mempunyai pusat kerajaan di kota lama, yang bernama Kahuripan. Kemudian, Airlangga mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan memilih hidup sebagai pertapa. Empat tahun kemudian, Airlangga meninggal. Peristiwa pembagian kerajaan oleh Airlangga disebutkan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang. Prasasti Turun Hyang II (1044) juga menguatkan informasi tentang pembagian kerajaan tersebut, dalam sejarah Kerajaan Kediri. Dalam perjalanan sejarah Prasasti Turun Hyang II merupakan piagam pengesahan anugerah dari Mapanji Garasakan kepada penduduk Desa Turun Hyang karena mereka setia membantu Janggala melawan Panjalu. Oleh karena itu, Desa Turun Hyang ditetapkan sebagai sima swatantra atau perdikan (daerah yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak).Kerajaan Panjalu kemudian lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Pada awal beridirinya, nama Panjalu atau Pangjalu lebih sering digunakan daripada nama Kadiri atau Kediri. Sebutan nama Panjalu dapat kita dijumpai di prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja Kerajaan Kediri. Dalam kronik Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta (1178), nama Panjalu bahkan muncul dengan sebutan Pu-chia-lung.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahirupan.
Menurut Nagarakertagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahirupan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).
Kerajaan Kediri adalah penerus dari Kerajaan Kahuripan dan pernah mencapai masa kejayaan di saat kerajaan dipimpin oleh Airlangga. Oleh karena itu, para penguasa Kerajaan Kediri selanjutnya adalah penerus dari Dinasti Isyana di Jawa. Pada tahun 1045, Airlangga membagi Kerajaan Kahuripan menjadi dua. Airlangga membagi wilayah kerajaannya dikarenakan oleh perselisihan kedua putranya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, mereka bersaing memperebutkan takhta kerajaan. Dibagian barat Kerajaan diserahkan kepada Sri Samarawijaya yang mendapat gelar Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa. Kerajaannya diberi nama Panjalu, dan pusat kerajaan di kota baru yang bernama Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan disebelah timur. Kemudian kerajaannya bernama Janggala dan mempunyai pusat kerajaan di kota lama, yang bernama Kahuripan. Kemudian, Airlangga mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan memilih hidup sebagai pertapa. Empat tahun kemudian, Airlangga meninggal. Peristiwa pembagian kerajaan oleh Airlangga disebutkan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang. Prasasti Turun Hyang II (1044) juga menguatkan informasi tentang pembagian kerajaan tersebut, dalam sejarah Kerajaan Kediri. Dalam perjalanan sejarah Prasasti Turun Hyang II merupakan piagam pengesahan anugerah dari Mapanji Garasakan kepada penduduk Desa Turun Hyang karena mereka setia membantu Janggala melawan Panjalu. Oleh karena itu, Desa Turun Hyang ditetapkan sebagai sima swatantra atau perdikan (daerah yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak).Kerajaan Panjalu kemudian lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Pada awal beridirinya, nama Panjalu atau Pangjalu lebih sering digunakan daripada nama Kadiri atau Kediri. Sebutan nama Panjalu dapat kita dijumpai di prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja Kerajaan Kediri. Dalam kronik Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta (1178), nama Panjalu bahkan muncul dengan sebutan Pu-chia-lung.