Sahrul321
Sejarah mencatat kehebatan para sahabat dalam membela agama Islam. Mereka rela mati demi mempertahankan cahaya Islam agar tetap bersinar. Pun Abu Bakar. Ia merupakan manusia pertama yang mengamini peristiwa Isra’ dan Mi’rajnya Nabi Muhammad saw. Karena sebab inilah Abu Bakar mendapat gelar As Shidiq. Ia juga termasuk sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh Allah swt.
Sebelum masuk Islam, Abu Bakar dikenal sebagai orang yang kaya raya. Ia memiliki kedudukan terhormat di tengah-tengah masyarakat. Namun, setelah ia masuk Islam, semua hartanya disumbangkan untuk keperluan agama. Hal ini membuat Rasulullah saw kagum. Dan, sejak saat itu, Abu Bakar menyerahkan seluruh hidupnya untuk membela agama Islam.
Meskipun Abu Bakar berasal dari keluarga terhormat, (setelah masuk Islam) ia tetap mendapat perlakuan sama seperti para budak yang masuk Islam. Ia selalu mendapatkan siksaan dari orang-orang kafir Quraisy. Namun, ia tetap sabar menghadapi semua siksaan itu. Pada awal perkembangan Islam di Mekah, sering terjadi penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad saw. Saat itu tidak ada satu pun sahabat yang berani menolong Nabi Muhammad saw dari siksaan kafir Quraisy. Mereka takut dan memilih untuk menyaksikan penyiksaan itu dari balik jendela rumah (meskipun hati mereka berontak).
Namun, Abu Bakar dengan gagahnya, tak peduli tubuhnya yang kurus dan lemah, menerobos kerumunan kafir Quraisy lalu menghalangi mereka menjamah tubuh Nabi Muhammad saw. Akibatnya, Abu Bakar terkena pukulan bertubi-tubi dari kafir Quraisy. Wajahnya lebam dan berdarah. Bahkan, tak berapa lama kemudian ia pingsan. Saat Abu Bakar siuman, kalimat pertama yang meluncur dari mulutnya adalah, “Apakah Rasulullah baik-baik saja?”. Tak peduli meskipun tubuhnya masih lemah. Di hatinya tetap terukir indah nama Rasulullah saw. Semua hidupnya benar-benar dipersembahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.
Rentetan penyiksaan selalu membayang-bayangi kehidupan umat Islam masa itu. Pernah suatu hari Rasulullah saw dikejar-kejar oleh kafir Quraisy. Waktu itu, Rasulullah saw ditemani Abu Bakar. Untuk menghindari pengejaran kafir Quraisy, mereka bersembunyi di Goa Tsur. Atas Izin Allah swt, Kafir Quraisy (meskipun sempat berhenti di mulut Goa Tsur) tidak bisa menemukan mereka berdua. Mulut goa ditutupi oleh sarang laba-laba. Kafir Quraisy pun meninggalkan goa tersebut.
Sementara itu, di dalam goa Abu Bakar menahan rasa sakit karena tangannya digigit seekor ular. Meskipun sakit, Abu Bakar tidak bergerak sedikitpun, demi kenyamanan Rasulullah yang sedang menyandarkan dirinya ke tubuh Abu Bakar. Ia hanya menangis, menahan rasa sakit itu. Rasulullah yang menyadari hal itu, bertanya kepada Abu Bakar terkait tangisan itu. Setelah Rasulullah saw mengetahui penyebabnya, ia sangat terharu dan (dengan izin Allah swt) menyembuhkan luka Abu Bakar dengan air ludahnya. Seketika, luka Abu Bakar pun sembuh. Begitu besar pengorbanan Abu Bakar untuk melindungi manusia yang paling dicintainya.
Sepanjang hidup, Abu Bakar tidak bisa jauh-jauh dari Rasulullah saw. Ia selalu menemani Rasulullah saw ke mana pun perginya. Tak ingin sedikit pun melihat Rasulullah saw disiksa kafir Quraisy. Namun, Rasul juga manusia. Bisa sakit. Selama Rasul sakit, Abu Bakarlah yang menggantikan posisinya sebagai imam pada shalat subuh. Sampai akhirnya Rasul wafat. Beberapa hari kemudian, Abu Bakar di angkat sebagai khalifah, menggantikan kepemimpinan Rasulullah saw.
Setelah Abu Bakar menjadi seorang khalifah, ada perempuan penggembala kambing yang mengeluh. Ia khawatir tidak akan ada lagi seseorang yang mau memerahkan susu kambing untuknya (karena sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar sering memerahkan susu kambing untuk perempuan itu). Namun, dugaan perempuan itu salah. Abu Bakar, meskipun sudah menjadi seorang khalifah, tetap memerahkan susu kambing milik perempuan tersebut. Jabatan sebagai khalifah tidak mengubah kepedulian Abu Bakar kepada rakyat kecil.
Buku setebal 188 halaman ini memaparkan tentang sejumlah kemuliaan Abu Bakar As Shidiq. Meliputi kesabaran, keberanian, kesetiaan, kezuhudan, dll yang bisa dijadikan sebagai teladan bagi para pembaca. Bahasanya yang renyah dan sederhana memudahkan para pembaca untuk memahami pesan moral yang ada dalam buku ini. Bagi para pemimpin (setiap kita adalah pemimpin) disarankan membaca buku karya Syarif Hidayatullah ini. Karena di dalamnya terdapat beberapa keteladanan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar bisa bersikap lebih adil kepada rakyatnya. Selamat membaca!
Sebelum masuk Islam, Abu Bakar dikenal sebagai orang yang kaya raya. Ia memiliki kedudukan terhormat di tengah-tengah masyarakat. Namun, setelah ia masuk Islam, semua hartanya disumbangkan untuk keperluan agama. Hal ini membuat Rasulullah saw kagum. Dan, sejak saat itu, Abu Bakar menyerahkan seluruh hidupnya untuk membela agama Islam.
Meskipun Abu Bakar berasal dari keluarga terhormat, (setelah masuk Islam) ia tetap mendapat perlakuan sama seperti para budak yang masuk Islam. Ia selalu mendapatkan siksaan dari orang-orang kafir Quraisy. Namun, ia tetap sabar menghadapi semua siksaan itu. Pada awal perkembangan Islam di Mekah, sering terjadi penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad saw. Saat itu tidak ada satu pun sahabat yang berani menolong Nabi Muhammad saw dari siksaan kafir Quraisy. Mereka takut dan memilih untuk menyaksikan penyiksaan itu dari balik jendela rumah (meskipun hati mereka berontak).
Namun, Abu Bakar dengan gagahnya, tak peduli tubuhnya yang kurus dan lemah, menerobos kerumunan kafir Quraisy lalu menghalangi mereka menjamah tubuh Nabi Muhammad saw. Akibatnya, Abu Bakar terkena pukulan bertubi-tubi dari kafir Quraisy. Wajahnya lebam dan berdarah. Bahkan, tak berapa lama kemudian ia pingsan. Saat Abu Bakar siuman, kalimat pertama yang meluncur dari mulutnya adalah, “Apakah Rasulullah baik-baik saja?”. Tak peduli meskipun tubuhnya masih lemah. Di hatinya tetap terukir indah nama Rasulullah saw. Semua hidupnya benar-benar dipersembahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.
Rentetan penyiksaan selalu membayang-bayangi kehidupan umat Islam masa itu. Pernah suatu hari Rasulullah saw dikejar-kejar oleh kafir Quraisy. Waktu itu, Rasulullah saw ditemani Abu Bakar. Untuk menghindari pengejaran kafir Quraisy, mereka bersembunyi di Goa Tsur. Atas Izin Allah swt, Kafir Quraisy (meskipun sempat berhenti di mulut Goa Tsur) tidak bisa menemukan mereka berdua. Mulut goa ditutupi oleh sarang laba-laba. Kafir Quraisy pun meninggalkan goa tersebut.
Sementara itu, di dalam goa Abu Bakar menahan rasa sakit karena tangannya digigit seekor ular. Meskipun sakit, Abu Bakar tidak bergerak sedikitpun, demi kenyamanan Rasulullah yang sedang menyandarkan dirinya ke tubuh Abu Bakar. Ia hanya menangis, menahan rasa sakit itu. Rasulullah yang menyadari hal itu, bertanya kepada Abu Bakar terkait tangisan itu. Setelah Rasulullah saw mengetahui penyebabnya, ia sangat terharu dan (dengan izin Allah swt) menyembuhkan luka Abu Bakar dengan air ludahnya. Seketika, luka Abu Bakar pun sembuh. Begitu besar pengorbanan Abu Bakar untuk melindungi manusia yang paling dicintainya.
Sepanjang hidup, Abu Bakar tidak bisa jauh-jauh dari Rasulullah saw. Ia selalu menemani Rasulullah saw ke mana pun perginya. Tak ingin sedikit pun melihat Rasulullah saw disiksa kafir Quraisy. Namun, Rasul juga manusia. Bisa sakit. Selama Rasul sakit, Abu Bakarlah yang menggantikan posisinya sebagai imam pada shalat subuh. Sampai akhirnya Rasul wafat. Beberapa hari kemudian, Abu Bakar di angkat sebagai khalifah, menggantikan kepemimpinan Rasulullah saw.
Setelah Abu Bakar menjadi seorang khalifah, ada perempuan penggembala kambing yang mengeluh. Ia khawatir tidak akan ada lagi seseorang yang mau memerahkan susu kambing untuknya (karena sebelum menjadi khalifah, Abu Bakar sering memerahkan susu kambing untuk perempuan itu). Namun, dugaan perempuan itu salah. Abu Bakar, meskipun sudah menjadi seorang khalifah, tetap memerahkan susu kambing milik perempuan tersebut. Jabatan sebagai khalifah tidak mengubah kepedulian Abu Bakar kepada rakyat kecil.
Buku setebal 188 halaman ini memaparkan tentang sejumlah kemuliaan Abu Bakar As Shidiq. Meliputi kesabaran, keberanian, kesetiaan, kezuhudan, dll yang bisa dijadikan sebagai teladan bagi para pembaca. Bahasanya yang renyah dan sederhana memudahkan para pembaca untuk memahami pesan moral yang ada dalam buku ini. Bagi para pemimpin (setiap kita adalah pemimpin) disarankan membaca buku karya Syarif Hidayatullah ini. Karena di dalamnya terdapat beberapa keteladanan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar bisa bersikap lebih adil kepada rakyatnya. Selamat membaca!