Bagaimana kaitan kebijakan rasionalisasi dan rekonstruksi angkatan perang (RERA) dengan pemberontakan PKI di madiun pada tahun 1948 mohon bantuannya yaa
Salah satu pemberontakan besar yang pernah terjadi dalam tubuh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) di masa pemerintahan Orde Lama (Soekarno) adalah Peristiwa Madiun. Peristiwa Madiun ini (Madiun Affairs) merpakan salah satu pemberontakan (gagal) yang -menurut Orde Baru- didalangi PKI (Partai Komunis Indonesia) di Jawa Timur antara bulan September hingga Desember 1948. Sebenarnya masih ada kontrersi mengenai peristiwa ini. Ada sejumlah pihak yang merasa bahwa tuduhan bahwa PKI adalah dalang peristiwa ini sebetulnya merupakan rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama). Pasalnya hingga era Orde Lama usai, peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Parta Komunis Indonesia (PKI). Baru pada era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.
Lantas, apa sebenarnya motif yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa pemberontakan Madiun 1948 itu? Dan, bagaimana cara pemerintah mengatasi pemberontakan tersebut? Yuk, kita sama-sama simak ulasannya pada sub bab – sub bab berikut ini.
A. LATAR BELAKANG
Membahas mengenai pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin pada tahun 1948. Kabinet Amir Syarifuddin jatuh disebabkan oleh kegagalannya dalam perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Dalam perundingan itu diputuskan bahwa;
1. Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis Van Mook), yaitu garis lhayal yang dibuat van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan Indonesia dan wilayah kekuasaan Belanda.
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang akan segera dibentuk.
3. RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda dalm Uni Indonesia-Belanda.
4. Republlik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Sebelum RIS terbentuk, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaanya kepada pemerintahan federal sementara.
Akibat perundingan tersebut wilayah Republik Indonesia semakin berkurang dan semakin sempit, ditambah lagi dengan blokade yang dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kpada Presiden Republik Indonesia (Soekarno). Presiden kemudian menunjuk Moh. Hatta untuk menyusun kabinet. Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.
Setelah menyerahkan mandatnya kepada Presiden, Amir Syarifuddin mejadi oposisi dari kabinet yang dipimpin Hatta. untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948, Amir Sjarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu, FDR juga memancing bentrokan dengan cara menghasut kaum buruh. Mereka mengadakan ancaman ekonomi dengan menghasut kaum buruh untuk melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 Juli 1948.
Sebulan sebelum FDR didirikan, bersama Suripno, wakil Indonesia di Praha, Muso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Muso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dan lain-lain.
Kembalinya Muso ke Indonesia memberikan doktrin baru bagi kekuatan komunis di indonesia yang diberi nama “jalan baru”. keadaan ini membuat Amir Syarifuddin bersama dengan FDR-nya bersama dengan Partai Buruh memutuskan untuk bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Melalui kampanye-kampanye politiknya, Muso mengecam kabinet Hatta. Menurutnya, hanya PKI yang mampu menyelesaikan revolusi di Indonesia. Ia menuduh pemerintahan Hatta telah membawa negara Indonesia pada “penjajahan baru” dalam bentuk lain. Meskipun banyak tantangan dan kecaman keras dari Muso yang didukung oleh FDR, Hatta tetap melaksanakan programnya terutama Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera).
Sebagai langkah pertama untuk melaksanakan rasionalisasi angkatan perang, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1948 pada tanggal 2 Januari 1948 yang isisnya antara lain:
1. Pembubaran pucuk pimpinan TNI dan staf gabungan angkatan perang.
2. Pengangkatan untuk sementara kepala staf umum angkatan perang beserta wakilnya.
3. Mengangkat Jenderal Sudirman menjadi panglima angkatan perang mobil.
4. Pengangkatan angkatan staf markas besar pertempuran.
Muso menentang program rasionalisasi ini. Sebab, menurutnya, program ini dapat menyebabkan berkurangnya kader komunis di TNI. Tetapi, upaya Muso mengalami kegagalam karena kabinet Hatta didukung oleh parta besar seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang tergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Mr. Latuharhary.
Salah satu pemberontakan besar yang pernah terjadi dalam tubuh NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) di masa pemerintahan Orde Lama (Soekarno) adalah Peristiwa Madiun. Peristiwa Madiun ini (Madiun Affairs) merpakan salah satu pemberontakan (gagal) yang -menurut Orde Baru- didalangi PKI (Partai Komunis Indonesia) di Jawa Timur antara bulan September hingga Desember 1948. Sebenarnya masih ada kontrersi mengenai peristiwa ini. Ada sejumlah pihak yang merasa bahwa tuduhan bahwa PKI adalah dalang peristiwa ini sebetulnya merupakan rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama). Pasalnya hingga era Orde Lama usai, peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Parta Komunis Indonesia (PKI). Baru pada era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.
Lantas, apa sebenarnya motif yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa pemberontakan Madiun 1948 itu? Dan, bagaimana cara pemerintah mengatasi pemberontakan tersebut? Yuk, kita sama-sama simak ulasannya pada sub bab – sub bab berikut ini.
A. LATAR BELAKANG
Membahas mengenai pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin pada tahun 1948. Kabinet Amir Syarifuddin jatuh disebabkan oleh kegagalannya dalam perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Dalam perundingan itu diputuskan bahwa;
1. Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis Van Mook), yaitu garis lhayal yang dibuat van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan Indonesia dan wilayah kekuasaan Belanda.
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang akan segera dibentuk.
3. RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda dalm Uni Indonesia-Belanda.
4. Republlik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Sebelum RIS terbentuk, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaanya kepada pemerintahan federal sementara.
Akibat perundingan tersebut wilayah Republik Indonesia semakin berkurang dan semakin sempit, ditambah lagi dengan blokade yang dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kpada Presiden Republik Indonesia (Soekarno). Presiden kemudian menunjuk Moh. Hatta untuk menyusun kabinet. Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.
Setelah menyerahkan mandatnya kepada Presiden, Amir Syarifuddin mejadi oposisi dari kabinet yang dipimpin Hatta. untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948, Amir Sjarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu, FDR juga memancing bentrokan dengan cara menghasut kaum buruh. Mereka mengadakan ancaman ekonomi dengan menghasut kaum buruh untuk melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 Juli 1948.
Sebulan sebelum FDR didirikan, bersama Suripno, wakil Indonesia di Praha, Muso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Muso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dan lain-lain.
Kembalinya Muso ke Indonesia memberikan doktrin baru bagi kekuatan komunis di indonesia yang diberi nama “jalan baru”. keadaan ini membuat Amir Syarifuddin bersama dengan FDR-nya bersama dengan Partai Buruh memutuskan untuk bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Melalui kampanye-kampanye politiknya, Muso mengecam kabinet Hatta. Menurutnya, hanya PKI yang mampu menyelesaikan revolusi di Indonesia. Ia menuduh pemerintahan Hatta telah membawa negara Indonesia pada “penjajahan baru” dalam bentuk lain. Meskipun banyak tantangan dan kecaman keras dari Muso yang didukung oleh FDR, Hatta tetap melaksanakan programnya terutama Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera).
Sebagai langkah pertama untuk melaksanakan rasionalisasi angkatan perang, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1948 pada tanggal 2 Januari 1948 yang isisnya antara lain:
1. Pembubaran pucuk pimpinan TNI dan staf gabungan angkatan perang.
2. Pengangkatan untuk sementara kepala staf umum angkatan perang beserta wakilnya.
3. Mengangkat Jenderal Sudirman menjadi panglima angkatan perang mobil.
4. Pengangkatan angkatan staf markas besar pertempuran.
Muso menentang program rasionalisasi ini. Sebab, menurutnya, program ini dapat menyebabkan berkurangnya kader komunis di TNI. Tetapi, upaya Muso mengalami kegagalam karena kabinet Hatta didukung oleh parta besar seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang tergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Mr. Latuharhary.