Program asuransi usaha tani padi yang digulirkan pemerintah pusat pada 2015 masih kurang diminati para petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampai saat ini kelompok tani yang jadi peserta asuransi pertanian kurang lebih baru ada 100 kelompok tani.
tirto.id - Program asuransi usaha tani padi yang digulirkan pemerintah pusat pada 2015 masih kurang diminati para petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampai saat ini kelompok tani yang jadi peserta asuransi pertanian kurang lebih baru ada 100 kelompok tani.
"Sampai saat ini kelompok tani yang menjadi peserta asuransi pertanian baru sekitar 100 kelompok tani dan klaim yang dicairkan juga relatif belum banyak," kata staf PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Nuri Ermawati di Yogyakarta, Kamis, (17/11/2016) seperti dilaporkan Antara.
Kelompok tani yang sudah tergabung itu antara lain petani di wilayah Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, dan petani di sebagian Kabupaten Kulon Progo yang menerima klaim asuransi tersebut.
"Kami telah bekerja sama dengan sejumlah instansi pemerintah dalam menyosialisasikan program ini. Namun diakui, memang masih butuh upaya ekstra mengingat asuransi usaha tani merupakan hal yang baru," katanya.
Ia akan terus berupaya memperkenalkan produk asuransi ini melalui kerja sama dengan instansi pemerintahan, khususnya yang bersentuhan langsung dengan sektor pertanian.
"Tantangan dalam mengenalkan program ini utamanya karena tingkat kesadaran petani untuk ikut asuransi masih rendah," katanya.
Nuri mengatakan persyaratan untuk menjadi peserta asuransi pertanian ini cukup mudah. Petani hanya membayar premi Rp36.000 per hektare lahan untuk setiap musim tanam.
"Sebenarnya, nilai premi adalah Rp180.000 namun disokong subsidi dari pemerintah sebesar Rp144.000, sehingga petani tinggal membayar sisanya," katanya.
Ia mengatakan biaya pertanggungan yang diberikan adalah Rp6 juta per hektare tiap musim tanam. Klaim dapat diajukan jika tanaman padi terkena kerusakan akibat banjir, kekeringan atau serangan hama. Syarat lainnya, luasan lahan yang mengalami kerusakan mencapai lebih dari 75 persen.
"Sebelum dilakukan penghitungan kerusakan, petugas akan terlebih dulu memberikan saran pengendalian. Jika kerusakan tanaman tidak dapat dikendalikan lagi, barulah PPL dan petugas penilai kerugian yang ditunjuk oleh asuransi pelaksana melakukan pemeriksaan dan perhitungan kerusakan," katanya.
Setelah itu, kata dia, bukti acara diserahkan kepada pihak perusahaan asuransi dengan diketahui Dinas Pertanian di masing-masing wilayah kabupaten/kota.
"Pembayaran ganti rugi atas klaim dilaksanakan paling lambat 14 hari sejak diterbitkan berita acara hasil pemeriksaan kerusakan. Prosesnya lewat transfer rekening," katanya.
Ia mengatakan total luas sawah tanaman padi yang telah mendapat ganti rugi hingga saat ini sekitar 10 hektare.
"Sebagian besar kerusakan diakibatkan serangan hama tikus," katanya.
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman Widi Sutikno mengatakan, rendahnya minat petani mengikuti program asuransi itu salah satunya karena persyaratan klaim yang sulit.
"Banyak petani yang mengeluh karena klaim baru bisa cair jika luas lahan yang rusak mencapai 75 persen. Mereka berharap persentasenya bisa dikurangi," katanya.
Baca juga artikel terkait PERTANIAN atau tulisan menarik lainnya Mutaya Saroh
Jawaban:
Program asuransi usaha tani padi yang digulirkan pemerintah pusat pada 2015 masih kurang diminati para petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampai saat ini kelompok tani yang jadi peserta asuransi pertanian kurang lebih baru ada 100 kelompok tani.
tirto.id - Program asuransi usaha tani padi yang digulirkan pemerintah pusat pada 2015 masih kurang diminati para petani di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampai saat ini kelompok tani yang jadi peserta asuransi pertanian kurang lebih baru ada 100 kelompok tani.
"Sampai saat ini kelompok tani yang menjadi peserta asuransi pertanian baru sekitar 100 kelompok tani dan klaim yang dicairkan juga relatif belum banyak," kata staf PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Nuri Ermawati di Yogyakarta, Kamis, (17/11/2016) seperti dilaporkan Antara.
Kelompok tani yang sudah tergabung itu antara lain petani di wilayah Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, dan petani di sebagian Kabupaten Kulon Progo yang menerima klaim asuransi tersebut.
"Kami telah bekerja sama dengan sejumlah instansi pemerintah dalam menyosialisasikan program ini. Namun diakui, memang masih butuh upaya ekstra mengingat asuransi usaha tani merupakan hal yang baru," katanya.
Ia akan terus berupaya memperkenalkan produk asuransi ini melalui kerja sama dengan instansi pemerintahan, khususnya yang bersentuhan langsung dengan sektor pertanian.
"Tantangan dalam mengenalkan program ini utamanya karena tingkat kesadaran petani untuk ikut asuransi masih rendah," katanya.
Nuri mengatakan persyaratan untuk menjadi peserta asuransi pertanian ini cukup mudah. Petani hanya membayar premi Rp36.000 per hektare lahan untuk setiap musim tanam.
"Sebenarnya, nilai premi adalah Rp180.000 namun disokong subsidi dari pemerintah sebesar Rp144.000, sehingga petani tinggal membayar sisanya," katanya.
Ia mengatakan biaya pertanggungan yang diberikan adalah Rp6 juta per hektare tiap musim tanam. Klaim dapat diajukan jika tanaman padi terkena kerusakan akibat banjir, kekeringan atau serangan hama. Syarat lainnya, luasan lahan yang mengalami kerusakan mencapai lebih dari 75 persen.
"Sebelum dilakukan penghitungan kerusakan, petugas akan terlebih dulu memberikan saran pengendalian. Jika kerusakan tanaman tidak dapat dikendalikan lagi, barulah PPL dan petugas penilai kerugian yang ditunjuk oleh asuransi pelaksana melakukan pemeriksaan dan perhitungan kerusakan," katanya.
Setelah itu, kata dia, bukti acara diserahkan kepada pihak perusahaan asuransi dengan diketahui Dinas Pertanian di masing-masing wilayah kabupaten/kota.
"Pembayaran ganti rugi atas klaim dilaksanakan paling lambat 14 hari sejak diterbitkan berita acara hasil pemeriksaan kerusakan. Prosesnya lewat transfer rekening," katanya.
Ia mengatakan total luas sawah tanaman padi yang telah mendapat ganti rugi hingga saat ini sekitar 10 hektare.
"Sebagian besar kerusakan diakibatkan serangan hama tikus," katanya.
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Sleman Widi Sutikno mengatakan, rendahnya minat petani mengikuti program asuransi itu salah satunya karena persyaratan klaim yang sulit.
"Banyak petani yang mengeluh karena klaim baru bisa cair jika luas lahan yang rusak mencapai 75 persen. Mereka berharap persentasenya bisa dikurangi," katanya.
Baca juga artikel terkait PERTANIAN atau tulisan menarik lainnya Mutaya Saroh
(tirto.id - mut/mut)
Jawaban:
makin meningkat penjualan makin baik