Bagaimana corak kehidupan masyarakat pada masa beternak dan bercocok tanam
merry121
Kehidupan Masyarakat Beternak dan Bercocok Tanam 1.Lingkungan Alam Kehidupan Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanamnya, setelah tanah tidak subur mereka pindah dan mencari bagian hutan yang lain. Kemudian mereka mengulang pekerjaan membuka hutan, demikian seterusnya. Namun dalam perkembangan berikutnya, manusia mulai memikirkan kembali untuk hidup dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah- tanah persawahan. Kehidupan menetap yang dipilih manusia pada masa lampau itu merupakan titik awal dari perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan. 2. Kehidupan Sosial Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang cukup pesat. Masyarakat mulai mempunyai tempat tinggal tetap. Tempat tinggal tetap untuk mempererat hubugan antar manusia, yang menunjukkan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong royong. Cara hidup bergotong royong itu bersifat agraris. 3. Kehidupan Ekonomi Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan kehidupan masyarakat semakin bertambah, namun tidak ada anggota masyarakat yang dapat memenuhi kehidupannya sendiri. Dengan kenyataan seperti ini, dalam rangka memenuhi kebutuhannya masing-masing diadakan pertukaran barang dengan barang yang disebut sistem barter. Sistem barter ini menjadi awal munculnya perdagangan atau sistem perekonomian masyarakat. Untuk memperlancar kegiatan tersebut dibutuhkan tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang disebut pasar. 4. Sistem Kepercayaan Masyarakat ž Pada masa kehidupan bercocok tanam kepercayaan masyarakat semakin bertambah. Mereka percaya bahwam orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke suatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya atau tetap berada di wilayah di sekitar tempat tinggalnya sehingga sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk dimintai bantuannya dalam kasus seperti menanggulangi wabah penyakit atau mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang tempat tinggalnya. Di Indonesia, kepercayaan dan pemujaan kepada roh nenek moyang terlihat melalui peninggalan-peninggalan tugu-tugu batu atau bangunan-bangunan mengalithikum. Bangunan-bangunan itu banyak ditemukan di tempat-tempat tinggi dari daerah sekitarnya sehingga muncul anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada di tempat yang lebih tinggi.
5. Kehidupan Budaya žPada masa kehidupan bercocok tanam kebudayaan yang dihasilkan semakin beragam seperti yang terbuat dari tanah liat, batu, dan tulang. Contohnya: 1.Beliung Persegi diduga digunakan untuk upacara. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu dan Asia Tenggara. 2. Kapak Lonjong Kapak ini ditemukan di daerah Maluku, Papua, sebagian Sulawesi Utara, Kepulauan Filipina, Taiwan dan Cina. 3. Mata Panah Digunakan untuk berburu dan menangkap ikan. Ditemukan di daerah Papua. 4. Gerabah Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda perhiasan dan sebagai alat untuk mencurahkan rasa seni. Ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. 6. Perhiasan Pada masa bercocok tanam kebudayan, telah dikenal berbagai bentuk perhiasan. Bahan dasarnya berasal dari lingkungan alam sekitar tempat tinggal mereka yaitu seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Perhiasaan yang dihasilkan seperti kalung, gelang dan lain-lain. Disamping perhiasan tersebut juga ditemukan kebudayaan yang terbuat dari batu besar atau Megalitikum pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam. Kebudayaan megalitikum erat kaitannya dengan kegiatan religius, yaitu kepercayaan terhadap nenek moyang. Bangunan ini dibuat berdasarkan adanya kepercayaan hubungan antara alam fana dan alam baka. Contoh Bangunan Pada Masa Megalitikum ž Menhir, adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang, ditemukan di daerah Sumatera, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
1.Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah
berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan
hutan dan menanamnya, setelah tanah tidak subur mereka pindah dan mencari
bagian hutan yang lain. Kemudian mereka mengulang pekerjaan membuka hutan,
demikian seterusnya. Namun dalam perkembangan berikutnya, manusia mulai
memikirkan kembali untuk hidup dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh
karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-
tanah persawahan. Kehidupan menetap yang dipilih manusia pada masa lampau
itu merupakan titik awal dari perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai
kemajuan.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang
cukup pesat. Masyarakat mulai mempunyai tempat tinggal tetap. Tempat tinggal
tetap untuk mempererat hubugan antar manusia, yang menunjukkan bahwa
manusia tidak bisa hidup sendiri. Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat
pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan
bergotong royong. Cara hidup bergotong royong itu bersifat agraris.
3. Kehidupan Ekonomi
Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan kehidupan masyarakat semakin
bertambah, namun tidak ada anggota masyarakat yang dapat memenuhi
kehidupannya sendiri. Dengan kenyataan seperti ini, dalam rangka memenuhi
kebutuhannya masing-masing diadakan pertukaran barang dengan barang yang
disebut sistem barter. Sistem barter ini menjadi awal munculnya perdagangan atau
sistem perekonomian masyarakat. Untuk memperlancar kegiatan tersebut
dibutuhkan tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan antara
penjual dan pembeli yang disebut pasar.
4. Sistem Kepercayaan Masyarakat
ž
Pada masa kehidupan bercocok tanam kepercayaan masyarakat semakin
bertambah. Mereka percaya bahwam orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke
suatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya atau tetap berada di wilayah
di sekitar tempat tinggalnya sehingga sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk
dimintai bantuannya dalam kasus seperti menanggulangi wabah penyakit atau
mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang tempat tinggalnya. Di
Indonesia, kepercayaan dan pemujaan kepada roh nenek moyang terlihat melalui
peninggalan-peninggalan tugu-tugu batu atau bangunan-bangunan mengalithikum.
Bangunan-bangunan itu banyak ditemukan di tempat-tempat tinggi dari daerah
sekitarnya sehingga muncul anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada
di tempat yang lebih tinggi.
5. Kehidupan Budaya
žPada masa kehidupan bercocok tanam kebudayaan yang dihasilkan semakin beragam seperti yang terbuat dari tanah liat, batu, dan tulang. Contohnya:
1.Beliung Persegi
diduga digunakan untuk upacara. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu dan Asia Tenggara.
2. Kapak Lonjong
Kapak ini ditemukan di daerah Maluku, Papua, sebagian Sulawesi Utara, Kepulauan
Filipina, Taiwan dan Cina.
3. Mata Panah
Digunakan untuk berburu dan menangkap ikan. Ditemukan di daerah Papua.
4. Gerabah
Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda perhiasan dan sebagai
alat untuk mencurahkan rasa seni. Ditemukan di seluruh wilayah Indonesia.
6. Perhiasan
Pada masa bercocok tanam kebudayan, telah dikenal berbagai bentuk perhiasan.
Bahan dasarnya berasal dari lingkungan alam sekitar tempat tinggal mereka yaitu
seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Perhiasaan yang dihasilkan
seperti kalung, gelang dan lain-lain. Disamping perhiasan tersebut juga ditemukan
kebudayaan yang terbuat dari batu besar atau Megalitikum pada masa kehidupan
masyarakat bercocok tanam. Kebudayaan megalitikum erat kaitannya dengan
kegiatan religius, yaitu kepercayaan terhadap nenek moyang. Bangunan ini dibuat
berdasarkan adanya kepercayaan hubungan antara alam fana dan alam baka.
Contoh Bangunan Pada Masa Megalitikum
ž
Menhir, adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang,
ditemukan di daerah Sumatera, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.