naylaabidaPara pendiri Republik Indonesia sungguh berjasa, tidak memilih negara keagamaan, tetapi memilih negara kebangsaan atas prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” dalam mengolah, menata kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dalam mengatasi kemajemukan Indonesia. Pada 1928, berpijak dari semangat dan gelora 1908 sebagai basis pergerakan nasional, lahirnya Budi Utomo dan pergerakan pendidikan nasional lainnya, sejumlah pemuda menghasilkan kata sepakat yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober. Mereka yang menjadi anggota panitia penyelenggara kongres adalah Soegondo Djojopuspito (PPPI), orang Jawa beragama Islam, Djoko Marsaid (Jong Java) orang Jawa beragama Islam, Moehammad Jamin (Jong Sumatranen Bond) orang Minangkabau beragama Islam, Amir Sjarifoeddin (Jong Bataks Bond) orang Batak beragama Kristen, Djohan Moeh Tjai (Jong Islamieten Bond) orang Bengkulu keturunan Tionghoa beragama Islam, Kotjosoengkono (Pemoeda Indonesia) orang Jawa beragama Islam, Sendoek (Jong Celebes) orang Minahasa beragama Kristen, J Leimena (Jong Ambon) orang Ambon beragama Kristen, Rochjani (Pemoeda Kaoem Betawi) orang Betawi beragama Islam. Pengelompokan (kolektivitas) para pemuda tersebut berasal dari berbagai suku, etnis, agama, sosial serta perbedaan latar belakang yang lain, atas dasar rasa solidaritas yang melampaui batas-batas suku, etnis, agama, kedaerahan, tanpa harus menyangkal dan meninggalkan ikatan-ikatan solidaritas (jati-diri) asal dari masing-masing pemuda. Dasar pengelompokan ini adalah asas kebangsaan Indonesia, semangat dan jiwa sebagai dasar perjuangan para pemimpin gerakan kebangsaan. Para the founding father dalam membentuk, membangun bangsa yang merupakan semangat dan jiwa bangsa Indonesia yaitu solidaritas kebangsaan Indonesia, solidaritas yang melampaui batas-batas suku, etnis, agama, kedaerahan serta perbedaan latar belakang yang lain. Melalui proses perjuangan dan pergulatan panjang, para the founding father pada 17 Agustus 1945 telah mewujudkan ikrar kesepakatan, menjadi bangsa yang bersatu, bangsa yang berwawasan kebangsaan, mendirikan satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara berdasarkan kebangsaan yang dilandasi prinsip Bhinneka Tunggal Ika.Selain itu, juga bersepakat menerima Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, yang merupakan kristalisasi, manifestasi, cita-cita, tekad, aspirasi rakyat Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, konstitusi ini tidak sekadar merupakan perangkat hukum yang normatif, tapi konstitusi ini juga merupakan prasyarat hidup, pertumbuhan dan perkembangan bangsa dan negara, sebagai tolok ukur kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pancasila selain sebagai pandangan hidup juga adalah sebagai keyakinan/kepercayaan yang dapat menjamin kelangsungan dan kekuatan bangsa, sebagaimana disampaikan dalam pidato Bung Karno pada 05 Juni 1958 di Istana Negara, “Maka bangsa Indonesia pun harus mempunyai belief, mempunyai geloof, mempunyai faith, mempunyai kepercayaan. Dan faith bangsa Indonesia harus larger than the nation itself, lebih luas daripada bangsa Indonesia sendiri, berupa Pancasila, saudara-saudara).” Sebagaimana Kongfucu pernah mengatakan “Suatu bangsa dapat menjadi kuat, apabila keyakinan/kepercayaan (believe) tidak bisa ditinggalkan”.Sebagai bangsa Indonesia, sebagaimana pernyataan Socrates “Kenalilah diri kita sendiri”. Dengan jati diri bangsa Indonesia, kita bisa mengaktualisasikan diri dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat serta pemahaman yang benar atas konsep kebangsaan kita. Itu agar kita tidak keliru memahami saudara-saudara kita sebangsa setanah air, senasib dan sepenanggung-jawab dalam mengisi kemerdekaan yang dicita-citakan bersama. Para pemimpin gerakan kebangsaan Indonesia, membaca penjelasan seorang sejarawan Prancis bernama Ernest Renan pada abad XIX dalam suatu kuliah umum berjudul “Qu’estce qu’un nation?”(Apakah nasion itu?) yang diadakan di Universitas Sorbone Prancis (1882), dan berpegang pada penjelasan yang diberikannya dalam perjuangan mereka. Soekarno dan Mohammad Hatta sering mengutip rumusan nasion yang diberikan oleh Ernest Renan. Bangsa Indonesia terbentuk bukan karena kesamaan ras, etnis, suku, agama, bahasa, budaya, kepentingan atau letak geografi. Nasion Indonesia adalah suatu jiwa, semangat, suatu asas spiritual, untuk bersatu, suatu kesatuan solidaritas yang besar, yang tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan oleh manusia-manusia Indonesia bersedia berbuat pada masa yang akan datang.
Pada 1928, berpijak dari semangat dan gelora 1908 sebagai basis pergerakan nasional, lahirnya Budi Utomo dan pergerakan pendidikan nasional lainnya, sejumlah pemuda menghasilkan kata sepakat yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober.
Mereka yang menjadi anggota panitia penyelenggara kongres adalah Soegondo Djojopuspito (PPPI), orang Jawa beragama Islam, Djoko Marsaid (Jong Java) orang Jawa beragama Islam, Moehammad Jamin (Jong Sumatranen Bond) orang Minangkabau beragama Islam, Amir Sjarifoeddin (Jong Bataks Bond) orang Batak beragama Kristen,
Djohan Moeh Tjai (Jong Islamieten Bond) orang Bengkulu keturunan Tionghoa beragama Islam, Kotjosoengkono (Pemoeda Indonesia) orang Jawa beragama Islam, Sendoek (Jong Celebes) orang Minahasa beragama Kristen, J Leimena (Jong Ambon) orang Ambon beragama Kristen, Rochjani (Pemoeda Kaoem Betawi) orang Betawi beragama Islam.
Pengelompokan (kolektivitas) para pemuda tersebut berasal dari berbagai suku, etnis, agama, sosial serta perbedaan latar belakang yang lain, atas dasar rasa solidaritas yang melampaui batas-batas suku, etnis, agama, kedaerahan, tanpa harus menyangkal dan meninggalkan ikatan-ikatan solidaritas (jati-diri) asal dari masing-masing pemuda.
Dasar pengelompokan ini adalah asas kebangsaan Indonesia, semangat dan jiwa sebagai dasar perjuangan para pemimpin gerakan kebangsaan. Para the founding father dalam membentuk, membangun bangsa yang merupakan semangat dan jiwa bangsa Indonesia yaitu solidaritas kebangsaan Indonesia, solidaritas yang melampaui batas-batas suku, etnis, agama, kedaerahan serta perbedaan latar belakang yang lain.
Melalui proses perjuangan dan pergulatan panjang, para the founding father pada 17 Agustus 1945 telah mewujudkan ikrar kesepakatan, menjadi bangsa yang bersatu, bangsa yang berwawasan kebangsaan, mendirikan satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara berdasarkan kebangsaan yang dilandasi prinsip Bhinneka Tunggal Ika.Selain itu, juga bersepakat menerima Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, yang merupakan kristalisasi, manifestasi, cita-cita, tekad, aspirasi rakyat Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945,
konstitusi ini tidak sekadar merupakan perangkat hukum yang normatif, tapi konstitusi ini juga merupakan prasyarat hidup, pertumbuhan dan perkembangan bangsa dan negara, sebagai tolok ukur kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Pancasila selain sebagai pandangan hidup juga adalah sebagai keyakinan/kepercayaan yang dapat menjamin kelangsungan dan kekuatan bangsa, sebagaimana disampaikan dalam pidato Bung Karno pada 05 Juni 1958 di Istana Negara, “Maka bangsa Indonesia pun harus mempunyai belief, mempunyai geloof, mempunyai faith, mempunyai kepercayaan.
Dan faith bangsa Indonesia harus larger than the nation itself, lebih luas daripada bangsa Indonesia sendiri, berupa Pancasila, saudara-saudara).” Sebagaimana Kongfucu pernah mengatakan “Suatu bangsa dapat menjadi kuat, apabila keyakinan/kepercayaan (believe) tidak bisa ditinggalkan”.Sebagai bangsa Indonesia, sebagaimana pernyataan Socrates “Kenalilah diri kita sendiri”. Dengan jati diri bangsa Indonesia, kita bisa mengaktualisasikan diri dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat serta pemahaman yang benar atas konsep kebangsaan kita. Itu agar kita tidak keliru memahami saudara-saudara kita sebangsa setanah air, senasib dan sepenanggung-jawab dalam mengisi kemerdekaan yang dicita-citakan bersama.
Para pemimpin gerakan kebangsaan Indonesia, membaca penjelasan seorang sejarawan Prancis bernama Ernest Renan pada abad XIX dalam suatu kuliah umum berjudul “Qu’estce qu’un nation?”(Apakah nasion itu?) yang diadakan di Universitas Sorbone Prancis (1882), dan berpegang pada penjelasan yang diberikannya dalam perjuangan mereka. Soekarno dan Mohammad Hatta sering mengutip rumusan nasion yang diberikan oleh Ernest Renan.
Bangsa Indonesia terbentuk bukan karena kesamaan ras, etnis, suku, agama, bahasa, budaya, kepentingan atau letak geografi. Nasion Indonesia adalah suatu jiwa, semangat, suatu asas spiritual, untuk bersatu, suatu kesatuan solidaritas yang besar, yang tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau dan oleh manusia-manusia Indonesia bersedia berbuat pada masa yang akan datang.