BINTAN-Suasana pagi di puncak Bukit Batu, Teluk Bintan, Rabu (29/6) yang bertepatan dengan 27 Rajab 1432 Hijriah tidak seperti biasanya. Dari beberapa penjuru, masyarakat dengan berpakaian muslim mulai berdatangan untuk berziarah ke enam makam tua yang terdapat di lokasi itu.
Tak terasa lokasi di tengah hutan karet itu semakin padat saat matahari belum juga tepat berada di atas kepala. Ratusan orang telah memenuhi makam tua tersebut. Di antara batu-batu nisan dilapisi kain kuning yang berada di makam itu, terdapat ratusan wadah berisi pulut kuning serta ribuan telur berwarna-warni dengan dihiasi bunga. Persis di tengah-tengah tiga tempayan (guci) keramat, duduk seorang pria tua dengan mulut komat-kamit membaca mantera. Di depannya ada dupa kecil bakaran kemenyan yang masih mengeluarkan asap. Sekali-sekali dia memberikan batu kecil yang sudah diberi mantera kepada orang peminta hajat (niat).
"Sosok itu merupakan juru kunci komplek makam Bukit Batu ini yang biasa disapa Pak Atan dengan nama asli Abdul Zaman. Setiap 27 Rajab, di Makam Bukit Batu ini dijadikan tempat ziarah kubur massal bagi masyarakat di sekitar Gunung Bintan dan dari daerah lain," kata salah seorang pemuda yang enggan disebut namanya kepada Haluan Kepri.
Orang peminta niat kepada Pak Atan tidak pernah putus dan silih-berganti duduk di depannya. Mayoritas para peminta hajat itu merupakan pasangan suami-istri yang membawa anak berkisar umur 3-5 bulan. Pak Atan mendoakan dan menginjakkan kaki si anak pada salah satu bagian di sekitar makam tua.
Bagi kepercayaan sebagian masyarakat di sekitar Gunung Bintan ini, anak yang baru lahir mesti menginjakkan kaki di makam Bukit Batu itu terlebih dulu sebelum menginjakkan tanah di luar rumah. "Tidak semua orang yang datang ke sini untuk meminta hajat kepada Pak Atan. Ada juga yang datang ke makam Bukit Batu ini hanya berziarah dan mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia ratusan tahun lalu. Ziarah di Makam Bukit Batu sudah menjadi budaya dan dilaksanakan masyarakat sejak zaman Jepang dulu," kata Samsul, salah seorang warga Bukit Bekapur yang juga berada di daerah kaki Gunung Bintan.
Ritual yang dilakukan penjaga makam terhadap peminta hajat itu berhenti untuk sementara waktu. Suasana menjadi hening di saat potongan demi potongan kalam ilahi berkumandang dan kembali normal setelah ratusan penziarah menyelesaikan zikir serta doa.
"Bagi yang ingin mencicipi hidangan langsung saja. Sedangkan yang meminta hajat silakan kembali menghadap Pak Atan," sebut protokol penyelenggara ziarah makam Bukit Batu.
Tokoh masyarakat di sekitar Gunung Bintan, Muhammad Yakob usai memimpin doa menjelaskan, ziarah ke makam Bukit Batu membudaya bagi masyarakat Bintan maupun zuriat turunan kerajaan Bentan sejak masa penjajahan Jepang. Saat itu Gunung Bintan runtuh dan terjadi banjir di sekitar lereng gunung. Hal itu terjadi akibat hujan lebat selama tujuh hari tujuh malam.
"Pada saat itu turun ular besar menyerupai naga dari Gunung Bintan menuju ke laut. Para zuriat keturunan kerajaan Bentan pergi ke Bukit Batu untuk melakukan zikir dan memanjatkan doa. Di zaman itu pula, negara Jepang dibom oleh sekutu yang memaksa penjajah Jepang meninggalkan tanah Bintan. Di Bukit Batu ini memang ada makam keturunan kerajaan Wan Seribeni. Namun makam siapa-siapa saja keturunan dari kerajaan asal negara Arab itu masih misteri," tutur M Yakob.
BINTAN-Suasana pagi di puncak Bukit Batu, Teluk Bintan, Rabu (29/6) yang bertepatan dengan 27 Rajab 1432 Hijriah tidak seperti biasanya. Dari beberapa penjuru, masyarakat dengan berpakaian muslim mulai berdatangan untuk berziarah ke enam makam tua yang terdapat di lokasi itu. Tak terasa lokasi di tengah hutan karet itu semakin padat saat matahari belum juga tepat berada di atas kepala. Ratusan orang telah memenuhi makam tua tersebut. Di antara batu- batu nisan dilapisi kain kuning yang berada di makam itu, terdapat ratusan wadah berisi pulut kuning serta ribuan telur berwarna-warni dengan dihiasi bunga. Persis di tengah-tengah tiga tempayan (guci) keramat, duduk seorang pria tua dengan mulut komat-kamit membaca mantera. Di depannya ada dupa kecil bakaran kemenyan yang masih mengeluarkan asap. Sekali-sekali dia memberikan batu kecil yang sudah diberi mantera kepada orang peminta hajat (niat). "Sosok itu merupakan juru kunci komplek makam Bukit Batu ini yang biasa disapa Pak Atan dengan nama asli Abdul Zaman. Setiap 27 Rajab, di Makam Bukit Batu ini dijadikan tempat ziarah kubur massal bagi masyarakat di sekitar Gunung Bintan dan dari daerah lain," kata salah seorang pemuda yang enggan disebut namanya kepada Haluan Kepri. Orang peminta niat kepada Pak Atan tidak pernah putus dan silih-berganti duduk di depannya. Mayoritas para peminta hajat itu merupakan pasangan suami-istri yang membawa anak berkisar umur 3-5 bulan. Pak Atan mendoakan dan menginjakkan kaki si anak pada salah satu bagian di sekitar makam tua. Bagi kepercayaan sebagian masyarakat di sekitar Gunung Bintan ini, anak yang baru lahir mesti menginjakkan kaki di makam Bukit Batu itu terlebih dulu sebelum menginjakkan tanah di luar rumah. "Tidak semua orang yang datang ke sini untuk meminta hajat kepada Pak Atan. Ada juga yang datang ke makam Bukit Batu ini hanya berziarah dan mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia ratusan tahun lalu. Ziarah di Makam Bukit Batu sudah menjadi budaya dan dilaksanakan masyarakat sejak zaman Jepang dulu," kata Samsul, salah seorang warga Bukit Bekapur yang juga berada di daerah kaki Gunung Bintan. Ritual yang dilakukan penjaga makam terhadap peminta hajat itu berhenti untuk sementara waktu. Suasana menjadi hening di saat potongan demi potongan kalam ilahi berkumandang dan kembali normal setelah ratusan penziarah menyelesaikan zikir serta doa. "Bagi yang ingin mencicipi hidangan langsung saja. Sedangkan yang meminta hajat silakan kembali menghadap Pak Atan," sebut protokol penyelenggara ziarah makam Bukit Batu. Tokoh masyarakat di sekitar Gunung Bintan, Muhammad Yakob usai memimpin doa menjelaskan, ziarah ke makam Bukit Batu membudaya bagi masyarakat Bintan maupun zuriat turunan kerajaan Bentan sejak masa penjajahan Jepang. Saat itu Gunung Bintan runtuh dan terjadi banjir di sekitar lereng gunung. Hal itu terjadi akibat hujan lebat selama tujuh hari tujuh malam. "Pada saat itu turun ular besar menyerupai naga dari Gunung Bintan menuju ke laut. Para zuriat keturunan kerajaan Bentan pergi ke Bukit Batu untuk melakukan zikir dan memanjatkan doa. Di zaman itu pula, negara Jepang dibom oleh sekutu yang memaksa penjajah Jepang meninggalkan tanah Bintan. Di Bukit Batu ini memang ada makam keturunan kerajaan Wan Seribeni. Namun makam siapa-siapa saja keturunan dari kerajaan asal negara Arab itu masih misteri," tutur M Yakob.
BINTAN-Suasana pagi di puncak Bukit Batu, Teluk Bintan, Rabu (29/6) yang bertepatan dengan 27 Rajab 1432 Hijriah tidak seperti biasanya. Dari beberapa penjuru, masyarakat dengan berpakaian muslim mulai berdatangan untuk berziarah ke enam makam tua yang terdapat di lokasi itu.
Tak terasa lokasi di tengah hutan karet itu semakin padat saat matahari belum juga tepat berada di atas kepala. Ratusan orang telah memenuhi makam tua tersebut. Di antara batu-batu nisan dilapisi kain kuning yang berada di makam itu, terdapat ratusan wadah berisi pulut kuning serta ribuan telur berwarna-warni dengan dihiasi bunga. Persis di tengah-tengah tiga tempayan (guci) keramat, duduk seorang pria tua dengan mulut komat-kamit membaca mantera. Di depannya ada dupa kecil bakaran kemenyan yang masih mengeluarkan asap. Sekali-sekali dia memberikan batu kecil yang sudah diberi mantera kepada orang peminta hajat (niat).
"Sosok itu merupakan juru kunci komplek makam Bukit Batu ini yang biasa disapa Pak Atan dengan nama asli Abdul Zaman. Setiap 27 Rajab, di Makam Bukit Batu ini dijadikan tempat ziarah kubur massal bagi masyarakat di sekitar Gunung Bintan dan dari daerah lain," kata salah seorang pemuda yang enggan disebut namanya kepada Haluan Kepri.
Orang peminta niat kepada Pak Atan tidak pernah putus dan silih-berganti duduk di depannya. Mayoritas para peminta hajat itu merupakan pasangan suami-istri yang membawa anak berkisar umur 3-5 bulan. Pak Atan mendoakan dan menginjakkan kaki si anak pada salah satu bagian di sekitar makam tua.
Bagi kepercayaan sebagian masyarakat di sekitar Gunung Bintan ini, anak yang baru lahir mesti menginjakkan kaki di makam Bukit Batu itu terlebih dulu sebelum menginjakkan tanah di luar rumah. "Tidak semua orang yang datang ke sini untuk meminta hajat kepada Pak Atan. Ada juga yang datang ke makam Bukit Batu ini hanya berziarah dan mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia ratusan tahun lalu. Ziarah di Makam Bukit Batu sudah menjadi budaya dan dilaksanakan masyarakat sejak zaman Jepang dulu," kata Samsul, salah seorang warga Bukit Bekapur yang juga berada di daerah kaki Gunung Bintan.
Ritual yang dilakukan penjaga makam terhadap peminta hajat itu berhenti untuk sementara waktu. Suasana menjadi hening di saat potongan demi potongan kalam ilahi berkumandang dan kembali normal setelah ratusan penziarah menyelesaikan zikir serta doa.
"Bagi yang ingin mencicipi hidangan langsung saja. Sedangkan yang meminta hajat silakan kembali menghadap Pak Atan," sebut protokol penyelenggara ziarah makam Bukit Batu.
Tokoh masyarakat di sekitar Gunung Bintan, Muhammad Yakob usai memimpin doa menjelaskan, ziarah ke makam Bukit Batu membudaya bagi masyarakat Bintan maupun zuriat turunan kerajaan Bentan sejak masa penjajahan Jepang. Saat itu Gunung Bintan runtuh dan terjadi banjir di sekitar lereng gunung. Hal itu terjadi akibat hujan lebat selama tujuh hari tujuh malam.
"Pada saat itu turun ular besar menyerupai naga dari Gunung Bintan menuju ke laut. Para zuriat keturunan kerajaan Bentan pergi ke Bukit Batu untuk melakukan zikir dan memanjatkan doa. Di zaman itu pula, negara Jepang dibom oleh sekutu yang memaksa penjajah Jepang meninggalkan tanah Bintan. Di Bukit Batu ini memang ada makam keturunan kerajaan Wan Seribeni. Namun makam siapa-siapa saja keturunan dari kerajaan asal negara Arab itu masih misteri," tutur M Yakob.
BINTAN-Suasana pagi di puncak Bukit Batu,
Teluk Bintan, Rabu (29/6) yang bertepatan
dengan 27 Rajab 1432 Hijriah tidak seperti
biasanya. Dari beberapa penjuru, masyarakat
dengan berpakaian muslim mulai berdatangan
untuk berziarah ke enam makam tua yang
terdapat di lokasi itu.
Tak terasa lokasi di tengah hutan karet itu
semakin padat saat matahari belum juga tepat
berada di atas kepala. Ratusan orang telah
memenuhi makam tua tersebut. Di antara batu-
batu nisan dilapisi kain kuning yang berada di
makam itu, terdapat ratusan wadah berisi pulut
kuning serta ribuan telur berwarna-warni
dengan dihiasi bunga. Persis di tengah-tengah
tiga tempayan (guci) keramat, duduk seorang
pria tua dengan mulut komat-kamit membaca
mantera. Di depannya ada dupa kecil bakaran
kemenyan yang masih mengeluarkan asap.
Sekali-sekali dia memberikan batu kecil yang
sudah diberi mantera kepada orang peminta
hajat (niat).
"Sosok itu merupakan juru kunci komplek
makam Bukit Batu ini yang biasa disapa Pak
Atan dengan nama asli Abdul Zaman. Setiap 27
Rajab, di Makam Bukit Batu ini dijadikan tempat
ziarah kubur massal bagi masyarakat di sekitar
Gunung Bintan dan dari daerah lain," kata salah
seorang pemuda yang enggan disebut namanya
kepada Haluan Kepri.
Orang peminta niat kepada Pak Atan tidak
pernah putus dan silih-berganti duduk di
depannya. Mayoritas para peminta hajat itu
merupakan pasangan suami-istri yang
membawa anak berkisar umur 3-5 bulan. Pak
Atan mendoakan dan menginjakkan kaki si anak
pada salah satu bagian di sekitar makam tua.
Bagi kepercayaan sebagian masyarakat di sekitar
Gunung Bintan ini, anak yang baru lahir mesti
menginjakkan kaki di makam Bukit Batu itu
terlebih dulu sebelum menginjakkan tanah di
luar rumah. "Tidak semua orang yang datang ke
sini untuk meminta hajat kepada Pak Atan. Ada
juga yang datang ke makam Bukit Batu ini hanya
berziarah dan mendoakan para leluhur yang
telah meninggal dunia ratusan tahun lalu. Ziarah
di Makam Bukit Batu sudah menjadi budaya dan
dilaksanakan masyarakat sejak zaman Jepang
dulu," kata Samsul, salah seorang warga Bukit
Bekapur yang juga berada di daerah kaki
Gunung Bintan.
Ritual yang dilakukan penjaga makam terhadap
peminta hajat itu berhenti untuk sementara
waktu. Suasana menjadi hening di saat
potongan demi potongan kalam ilahi
berkumandang dan kembali normal setelah
ratusan penziarah menyelesaikan zikir serta doa.
"Bagi yang ingin mencicipi hidangan langsung
saja. Sedangkan yang meminta hajat silakan
kembali menghadap Pak Atan," sebut protokol
penyelenggara ziarah makam Bukit Batu.
Tokoh masyarakat di sekitar Gunung Bintan,
Muhammad Yakob usai memimpin doa
menjelaskan, ziarah ke makam Bukit Batu
membudaya bagi masyarakat Bintan maupun
zuriat turunan kerajaan Bentan sejak masa
penjajahan Jepang. Saat itu Gunung Bintan
runtuh dan terjadi banjir di sekitar lereng
gunung. Hal itu terjadi akibat hujan lebat selama
tujuh hari tujuh malam.
"Pada saat itu turun ular besar menyerupai naga dari Gunung Bintan menuju ke laut. Para zuriat keturunan kerajaan Bentan pergi ke Bukit Batu untuk melakukan zikir dan memanjatkan doa. Di zaman itu pula, negara Jepang dibom oleh sekutu yang memaksa penjajah Jepang meninggalkan tanah Bintan. Di Bukit Batu ini memang ada makam keturunan kerajaan Wan Seribeni. Namun makam siapa-siapa saja keturunan dari kerajaan asal negara Arab itu masih misteri," tutur M Yakob.
~~~~SEKIAN TERIMA KASIH~~~~