ZAKIAEIF
Kondisi politik di negeri Belanda menjadi salah satu penyebab awal terjadinya Agresi Militer Belanda II. Pada 6 Agustus 1948, Dr.Willem Drees menjadi Perdana Menteri kabinet koalisi bersama Partai Katolik. Dia menggantikan Dr.L.J.M.Beel yang kemudian diangkat menjadi Hooge Vertegenwoordiger van de Kroon (Wakil Tinggi Mahkota) Belanda di Indonesia. Beel menggantikan posisi van Mook sebagai Wakil Gubernur Jenderal. Dr.Beel termasuk dalam garis keras dan dekat dengan kalangan pengusaha di Belanda yang tak ingin memberikan konsesi apapun kepada Indonesia. Hal tersebut berbeda sekali dengan Profesor Schermerhorn yang sosialis. Dengan pengangkatan Beel, Belanda menunjukkan wajah kerasnya, dan Letnan Jenderal Spoor yang ingin menghancurkan TNI mendapatkan dukungan politik.
Seperti halnya ketika diadakan perjanjian Linggarjati antara Indonesia dengan Belanda yang dikhianati Belanda dengan melancarkan Agresi Militer Belanda 1, ketika diadakan perjanjian Renville Belanda juga mengkhianatinya. Perjanjian Renville yang diadakan pada bulan Januari 1948 di atas kapal Amerika USS Renville di pelabuhan Jakarta, menyepakati suatu gencatan senjata di sepanjang Garis Van Mook (suatu garis buatan yang menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda walaupun dalam kenyataannya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai pihak Republik di dalamnya. (M.C.Rickleffs,1998,340).
Pertikaian wilayah melatarbelakangi jalannya sebuah rencana agresi ke suatu wilayah di Indonesia. Dimulai dari penolakan kaum Republiken terhadap tuntutan Belanda mengenai kekuasaan Perwakilan Tinggi Kerajaan Belanda selama periode pemerintahan federal sementara sebelum penyerahan kedaulatan Belanda. Belanda menuntut agar Perwakilan Tingginya punya hak untuk mengirimkan pasukan berdasarkan keputusannya sendiri ke daerah-daerah dimana pasukan menemukan sebuah pertikaian.
Para pemimpin Republiken percaya bahwa Belanda baru berani menyerang setelah mereka mendirikan pemerintahan federal sementara yang terdiri atas Negara-negara bagian Indonesia yang sudah dibangun dan dikuasai Belanda. Suatu federasi Negara boneka semacam itu diharapkan akan meminta dengan sopan bangtuan militer kepada Belanda untuk melawan pelanggaran di perbatasan Republiken atau dorongan pemberontakan dalam satu atau lebih Negara boneka yang berbatasan dengan Republik. Hanya dengan berpura-pura membantu salah satu pihak Indonesia melawan pihak lainnya, para pemimpin Republik percaya bahwa Belanda baru berani mengacuhkan Amerika Serikat dan mengkhianati perjanjian Gencatan Senjata Renville. (Kahin; 2013)
Pada intinya berbagai upaya perundingan digencarkan oleh Pemerintah Republik seperti Mohammad Hatta dengan Menteri-menteri dari Belanda dan Amerika. Sebuah kedaulatan wilayah menjadi pokok persoalan mengapa Belanda melakukan agresi pasukan militer wilayah Republiken, dengan dalih menempatkan pasukannya kedaerah-daerah yang bertikai. Perundingan itu dilaksanakan dengan atau tanpa melalui KTN yang ditengahi oleh Amerika Serikat. Pada dasarnya sama-sama membawa sebuah kepentingan politik dengan tujuan masing-masing. Kejelasan utama ada pada para tokoh Republiken yang dengan teguh mempertahankan kedaulatan Negara pascar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
B. Tujuan Belanda melancarkan Agresi Militer II
Pasca pecahnya pemberontakan PKI di Madiun. Gubernur Jenderal van Mook digantikan oleh Dr. L.J.M Beel dengan jabatan baru yakni Komisi Tinggi Kerajaan Belanda. Beel sebagai otak dari Agresi Militer Belanda II mempunyai dua tujuan. Tujuan pertamanya yaitu bahwa Republik sebagai suatu kesatuan ketatanegaraan harus dihancurkan dan itu hanya dapat dilakukan dengan cara ini. Tujuan keduanya, ia bermaksud membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarka atas Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan, di mana wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang kooperatif dan moderat dari bekas Republik harus ikut ambil bagian dalam PIF tanpa mewakili bekas Republik. (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983, 183).
Tujuan Belanda pada titik tertentunya berada pada poros kaum paternalis. Hingga suatu tingkatan luas, paternalism mereka merupakan rasionalisasi dari keuntungan ekonomi mereka. Menurut mereka rasionalisasi tersebut adalah percaya sebagai syarat-sayarat untuk mempertahankan dan mempromosikan kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Kemudian masalah martabat orang Belanda yang berkeinginan agar orang Indonesia bergantung pada Belanda. Dan untuk mengimbangi kecilnya Negara Belanda dalam suatu dunia Negara-negara raksasa.
Akhirnya terdapat suatu kelompok penting lain, kelompok ini memiliki dua elemen pokok. Yang pertama diwakili mayoritas orang Belanda yang mempunyai investasi yang diwakili bidang pengelolaan mereka di Indonesia. Elemen kedua berasal dari perwira militer dari KNIL dan pegawai negeri Belanda. Singkatanya ini adalah kelompok yang memiliki kepentingan utama yang diletakan dalam kedudukan yang disediakan oleh militer penjajah dan aparat pemerintah. (Kahin;2013)
1 votes Thanks 1
CyberAmaki
Menghancurkan negara nkri dengan cara yang kasar.
Seperti halnya ketika diadakan perjanjian Linggarjati antara Indonesia dengan Belanda yang dikhianati Belanda dengan melancarkan Agresi Militer Belanda 1, ketika diadakan perjanjian Renville Belanda juga mengkhianatinya. Perjanjian Renville yang diadakan pada bulan Januari 1948 di atas kapal Amerika USS Renville di pelabuhan Jakarta, menyepakati suatu gencatan senjata di sepanjang Garis Van Mook (suatu garis buatan yang menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda walaupun dalam kenyataannya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai pihak Republik di dalamnya. (M.C.Rickleffs,1998,340).
Pertikaian wilayah melatarbelakangi jalannya sebuah rencana agresi ke suatu wilayah di Indonesia. Dimulai dari penolakan kaum Republiken terhadap tuntutan Belanda mengenai kekuasaan Perwakilan Tinggi Kerajaan Belanda selama periode pemerintahan federal sementara sebelum penyerahan kedaulatan Belanda. Belanda menuntut agar Perwakilan Tingginya punya hak untuk mengirimkan pasukan berdasarkan keputusannya sendiri ke daerah-daerah dimana pasukan menemukan sebuah pertikaian.
Para pemimpin Republiken percaya bahwa Belanda baru berani menyerang setelah mereka mendirikan pemerintahan federal sementara yang terdiri atas Negara-negara bagian Indonesia yang sudah dibangun dan dikuasai Belanda. Suatu federasi Negara boneka semacam itu diharapkan akan meminta dengan sopan bangtuan militer kepada Belanda untuk melawan pelanggaran di perbatasan Republiken atau dorongan pemberontakan dalam satu atau lebih Negara boneka yang berbatasan dengan Republik. Hanya dengan berpura-pura membantu salah satu pihak Indonesia melawan pihak lainnya, para pemimpin Republik percaya bahwa Belanda baru berani mengacuhkan Amerika Serikat dan mengkhianati perjanjian Gencatan Senjata Renville. (Kahin; 2013)
Pada intinya berbagai upaya perundingan digencarkan oleh Pemerintah Republik seperti Mohammad Hatta dengan Menteri-menteri dari Belanda dan Amerika. Sebuah kedaulatan wilayah menjadi pokok persoalan mengapa Belanda melakukan agresi pasukan militer wilayah Republiken, dengan dalih menempatkan pasukannya kedaerah-daerah yang bertikai. Perundingan itu dilaksanakan dengan atau tanpa melalui KTN yang ditengahi oleh Amerika Serikat. Pada dasarnya sama-sama membawa sebuah kepentingan politik dengan tujuan masing-masing. Kejelasan utama ada pada para tokoh Republiken yang dengan teguh mempertahankan kedaulatan Negara pascar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
B. Tujuan Belanda melancarkan Agresi Militer II
Pasca pecahnya pemberontakan PKI di Madiun. Gubernur Jenderal van Mook digantikan oleh Dr. L.J.M Beel dengan jabatan baru yakni Komisi Tinggi Kerajaan Belanda. Beel sebagai otak dari Agresi Militer Belanda II mempunyai dua tujuan. Tujuan pertamanya yaitu bahwa Republik sebagai suatu kesatuan ketatanegaraan harus dihancurkan dan itu hanya dapat dilakukan dengan cara ini. Tujuan keduanya, ia bermaksud membentuk Pemerintah Interim Federal yang didasarka atas Peraturan Pemerintahan dalam Peralihan, di mana wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur yang kooperatif dan moderat dari bekas Republik harus ikut ambil bagian dalam PIF tanpa mewakili bekas Republik. (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983, 183).
Tujuan Belanda pada titik tertentunya berada pada poros kaum paternalis. Hingga suatu tingkatan luas, paternalism mereka merupakan rasionalisasi dari keuntungan ekonomi mereka. Menurut mereka rasionalisasi tersebut adalah percaya sebagai syarat-sayarat untuk mempertahankan dan mempromosikan kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Kemudian masalah martabat orang Belanda yang berkeinginan agar orang Indonesia bergantung pada Belanda. Dan untuk mengimbangi kecilnya Negara Belanda dalam suatu dunia Negara-negara raksasa.
Akhirnya terdapat suatu kelompok penting lain, kelompok ini memiliki dua elemen pokok. Yang pertama diwakili mayoritas orang Belanda yang mempunyai investasi yang diwakili bidang pengelolaan mereka di Indonesia. Elemen kedua berasal dari perwira militer dari KNIL dan pegawai negeri Belanda. Singkatanya ini adalah kelompok yang memiliki kepentingan utama yang diletakan dalam kedudukan yang disediakan oleh militer penjajah dan aparat pemerintah. (Kahin;2013)