Apakah perbedaan penyelesaian melalui politik arbitrase dan pengadilan internsional? berikan masing-masing contoh
amatulbasit97Di Indonesia sendiri, arbitrase nasional merupakan salah satu primadona penyelesaian sengketa bagi para pelaku usaha pada khususnya, karena sering kali prosedur persidangan di Indonesia memakan waktu yang begitu lama untuk menyelesaikan sebuah kasus, dan juga belum tentu majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut mengerti permasalahan kasus yang ditanganinya, belum lagi biaya immateril yang harus ditanggung para pihak sebagai akibat pemeriksaan perkara yang terbuka untuk umum, yang dapat berupa keterbongkarnya rahasia perusahaan ke publik, merusak nama baik perusahaan dan lain-lain. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase di Indonesia, juga turut mengakui arbitrase internasional di dalam kancah perundang-undangan nasional, di antaranya Pasal 1 butir 9, yang berbunyi, Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perseorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. Pengertian putusan arbitrase internasional – menurut hukum Indonesia- mengandung dua hal, yaitu putusan arbitrase internasional yang dijatuhkan di luar wilayah Republik Indonesia, dan yang diambil di dalam negeri yang dianggap sebagai putusan arbitrase internasional. Jadi di sini ada persoalan anggapan, apakah yang dianggap sebagai putusan arbitrase internasional? Hal ini tidak jelas disebutkan. Undang-undang aquo terkesan hanya mengatur soal putusan arbitrase internasional yang dijatuhkan di luar wilayah Republik Indonesia, sedangkan putusan arbitrase atau arbiter perorangan dalam negeri yang dianggap sebagai putusan arbitrase internasional tidak diatur. Pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dimaksudkan para pihak untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang cepat, murah dan efektif. Kesepakatan para pihak tersebut diharapkan tidak akan diingkari – sesuai dengan asas pacta sunt servanda – mana kala ada sengketa, untuk menyelesaikannya melalui jalur arbitrase. Namun demikian, pihak yang dikalahkan dalam arbitrase, sering kali men challenge keputusan arbitrase, baik atas dasar bahwa arbitrase tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan materi yang menjadi objek sengketa, atau para arbiter bertindak tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, cover both side atau impartialitas. Lebih jauh lagi, sering keputusan murni bisnis dalam arbitrase, dikaitkan dengan penekanan atau campur tangan politis negara kuat tertentu yang menekan salah satu pihak yang berperkara.
Contoh kasus atau masalah internasional yang penyelesaiannya melalui arbitrase adalah kasus Pertamina vs Karaha Bodas Company yaitu kasus hukum perdata Internasional di bidang hukum kontrak Internasional yang menarik. Sayangnya putusan Pengadilan di Indonesia mengenai pembatalan kasus tersebut tidak komprehensif dari sisi legal. Menurut Hikmahanto Juwana, dalam kasus tersebut Putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dibatalkan oleh pengadilan nasional. Kalaupun pengadilan nasional melakukan pembatalan, pengadilan di negara lain yang sedang dimintakan untuk melaksanakan putusan arbitrase dapat saja tidak terikat, bahkan mengabaikannya.
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase di Indonesia, juga turut mengakui arbitrase internasional di dalam kancah perundang-undangan nasional, di antaranya Pasal 1 butir 9, yang berbunyi, Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perseorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.
Pengertian putusan arbitrase internasional – menurut hukum Indonesia- mengandung dua hal, yaitu putusan arbitrase internasional yang dijatuhkan di luar wilayah Republik Indonesia, dan yang diambil di dalam negeri yang dianggap sebagai putusan arbitrase internasional. Jadi di sini ada persoalan anggapan, apakah yang dianggap sebagai putusan arbitrase internasional? Hal ini tidak jelas disebutkan. Undang-undang aquo terkesan hanya mengatur soal putusan arbitrase internasional yang dijatuhkan di luar wilayah Republik Indonesia, sedangkan putusan arbitrase atau arbiter perorangan dalam negeri yang dianggap sebagai putusan arbitrase internasional tidak diatur.
Pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dimaksudkan para pihak untuk mendapatkan penyelesaian sengketa yang cepat, murah dan efektif. Kesepakatan para pihak tersebut diharapkan tidak akan diingkari – sesuai dengan asas pacta sunt servanda – mana kala ada sengketa, untuk menyelesaikannya melalui jalur arbitrase. Namun demikian, pihak yang dikalahkan dalam arbitrase, sering kali men challenge keputusan arbitrase, baik atas dasar bahwa arbitrase tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan materi yang menjadi objek sengketa, atau para arbiter bertindak tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, cover both side atau impartialitas. Lebih jauh lagi, sering keputusan murni bisnis dalam arbitrase, dikaitkan dengan penekanan atau campur tangan politis negara kuat tertentu yang menekan salah satu pihak yang berperkara.
Contoh kasus atau masalah internasional yang penyelesaiannya melalui arbitrase adalah kasus Pertamina vs Karaha Bodas Company yaitu kasus hukum perdata Internasional di bidang hukum kontrak Internasional yang menarik. Sayangnya putusan Pengadilan di Indonesia mengenai pembatalan kasus tersebut tidak komprehensif dari sisi legal. Menurut Hikmahanto Juwana, dalam kasus tersebut Putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dibatalkan oleh pengadilan nasional. Kalaupun pengadilan nasional melakukan pembatalan, pengadilan di negara lain yang sedang dimintakan untuk melaksanakan putusan arbitrase dapat saja tidak terikat, bahkan mengabaikannya.