Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian Undang-Undang No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) dan Undang-Undang No. 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg) yang diajukan oleh seorang warga Ponorogo, Jawa Timur, Taufiq Hasan, Kamis (18/03) sore, di Ruang Sidang Pleno MK.
“Menolak seluruh permohonan Pemohon untuk seluruhnya,“ ucap Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang putusan UU Pilpres dan UU Pileg.
Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 UU 42/2008, serta Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 UU 8/2012 yang inti permasalahannya adalah soal frasa “hak memilih”. Pemohon mendalilkan warga negara memilih dalam pemilihan umum merupakan kewajiban.
Menurut Mahkamah dalam pendapatnya, hak memilih adalah hak yang dijamin dalam konstitusi sebagaimana dinyatakan dalam Putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 yang menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara.”
Selain itu, secara spesifik, Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur mengenai hak memilih seperti yang tercantum dalam Pasal 43 yang menyatakan, “Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Tidak hanya itu, frasa “hak memilih” yang dimasalahkan oleh Pemohon juga telah ditegaskan didalam UUD 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dari ketentuan “Kedaulatan berada di tangan rakyat” adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan menyelenggarakan pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
“Oleh karena itulah maka memilih dalam pemilihan umum merupakan hak bagi warga negara. Dengan demikian, sebagai hak, dapat dipergunakan atau tidak dipergunakan,” ucap Muhammad Alim membacakan pendapat Mahkamah
Jawaban:
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian Undang-Undang No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) dan Undang-Undang No. 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pileg) yang diajukan oleh seorang warga Ponorogo, Jawa Timur, Taufiq Hasan, Kamis (18/03) sore, di Ruang Sidang Pleno MK.
“Menolak seluruh permohonan Pemohon untuk seluruhnya,“ ucap Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang putusan UU Pilpres dan UU Pileg.
Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 UU 42/2008, serta Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 UU 8/2012 yang inti permasalahannya adalah soal frasa “hak memilih”. Pemohon mendalilkan warga negara memilih dalam pemilihan umum merupakan kewajiban.
Menurut Mahkamah dalam pendapatnya, hak memilih adalah hak yang dijamin dalam konstitusi sebagaimana dinyatakan dalam Putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 yang menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional, maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara.”
Selain itu, secara spesifik, Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur mengenai hak memilih seperti yang tercantum dalam Pasal 43 yang menyatakan, “Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Tidak hanya itu, frasa “hak memilih” yang dimasalahkan oleh Pemohon juga telah ditegaskan didalam UUD 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dari ketentuan “Kedaulatan berada di tangan rakyat” adalah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan menyelenggarakan pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
“Oleh karena itulah maka memilih dalam pemilihan umum merupakan hak bagi warga negara. Dengan demikian, sebagai hak, dapat dipergunakan atau tidak dipergunakan,” ucap Muhammad Alim membacakan pendapat Mahkamah