bangsrendinamanya
Menurut Van Bemmelen tidak ada perbedaan antara NIAT dgn KESENGAJAAN.
Jadi pernyataan soal NIAT bukan lah dlm pengertian Bahasa Indonesia awam, sehingga tidak tepat ketika ada pernyataan misalnya: " wah KPK itu memangnya Tuhan?! Kok bisa urusi soal NIAT orang " . Lah, seperti sy uraikan soal ini adalah soal Teori Hukum , soal "Ajaran Kesalahan " yg nantinya juga bicara soal "Kesengajaan (opzet) dan jg Teori Kehendak (willstheorie), dll ". Kesemuanya ini nantinya bermuara pd soal Pembuktian. Ini bukan bicara soal "Niat" seperti yg kita bayangkan sehari-hari dlm pengertian awam/umum. Menurut sy yg namanya Penegak Hukum ketika berbicara mengenai suatu proses hukum, tentunya pembicaraan tersebut adalah dalam pengertian Terminologi Hukum atau Bahasa Hukum.
Kemudian, sejauh sy perhatikan pernyataan itu diberikan ketika masih tahap PENYELIDIKAN dan belum masuk PENYIDIKAN. Secara Teori Hukum, tahap Penyelidikan ini adalah Untuk Mencari Apakah ada Tindak Pidana atau Tidak dan belum menentukan Tersangka. Karena fungsi atau tujuan untuk menentukan Tersangka adanya ada pd tahap PENYIDIKAN. Untuk menentukan Tersangka pun harus dgn adanya Bukti Permulaan Yang Cukup.
Ketika KPK umpamanya belum jg menentukan status Tersangka artinya KPK berhati2 sekali dlm proses. Hal ini karena KPK sebagai lembaga "superbody " tidak mengenal adanya Penghentian Penyidika. Sekali kasus berjalan harus diteruskan sampai tahap pemeriksaan Pengadilan. Oleh karena itu harus hati2 dalam setiap proses pemeriksaan . Dalam Teori Hukum dikenal adanya konsep yg termaktub dalam adagium "Lebih Baik Membebaskan 100 Orang Yang Bersalah Daripada Menghukum Satu Orang Yang Tidak Bersalah". Ini menyangkut masalah Keadilan dan Kepastian Hukum. Apalagi apabila ceroboh menentukan status Tersangka , saat ini bisa "dilawan" dgn proses Praperadilan. Artinya harus hati2 sekali supaya tidak terjadi kesewenang-wenangan sekaligus supaya pembuktiannya "tidak mentah " nantinya.
2 votes Thanks 1
Saviola24
makasih banyak gan (y), saya simpulin nanti (y)
Jadi pernyataan soal NIAT bukan lah dlm pengertian Bahasa Indonesia awam, sehingga tidak tepat ketika ada pernyataan misalnya: " wah KPK itu memangnya Tuhan?! Kok bisa urusi soal NIAT orang " . Lah, seperti sy uraikan soal ini adalah soal Teori Hukum , soal "Ajaran Kesalahan " yg nantinya juga bicara soal "Kesengajaan (opzet) dan jg Teori Kehendak (willstheorie), dll ". Kesemuanya ini nantinya bermuara pd soal Pembuktian. Ini bukan bicara soal "Niat" seperti yg kita bayangkan sehari-hari dlm pengertian awam/umum. Menurut sy yg namanya Penegak Hukum ketika berbicara mengenai suatu proses hukum, tentunya pembicaraan tersebut adalah dalam pengertian Terminologi Hukum atau Bahasa Hukum.
Kemudian, sejauh sy perhatikan pernyataan itu diberikan ketika masih tahap PENYELIDIKAN dan belum masuk PENYIDIKAN. Secara Teori Hukum, tahap Penyelidikan ini adalah Untuk Mencari Apakah ada Tindak Pidana atau Tidak dan belum menentukan Tersangka. Karena fungsi atau tujuan untuk menentukan Tersangka adanya ada pd tahap PENYIDIKAN. Untuk menentukan Tersangka pun harus dgn adanya Bukti Permulaan Yang Cukup.
Ketika KPK umpamanya belum jg menentukan status Tersangka artinya KPK berhati2 sekali dlm proses. Hal ini karena KPK sebagai lembaga "superbody " tidak mengenal adanya Penghentian Penyidika. Sekali kasus berjalan harus diteruskan sampai tahap pemeriksaan Pengadilan. Oleh karena itu harus hati2 dalam setiap proses pemeriksaan . Dalam Teori Hukum dikenal adanya konsep yg termaktub dalam adagium "Lebih Baik Membebaskan 100 Orang Yang Bersalah Daripada Menghukum Satu Orang Yang Tidak Bersalah". Ini menyangkut masalah Keadilan dan Kepastian Hukum. Apalagi apabila ceroboh menentukan status Tersangka , saat ini bisa "dilawan" dgn proses Praperadilan. Artinya harus hati2 sekali supaya tidak terjadi kesewenang-wenangan sekaligus supaya pembuktiannya "tidak mentah " nantinya.