Achmad Subardjo: Sang Penjamin Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Penulis: Petrik Matanasi
15 Desember 2019
View non-AMP version at tirto.id
Achmad Subardjo: Sang Penjamin Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Achmad Subardjo membebaskan Sukarno-Hatta dari para pemuda yang mendesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
tirto.id - Ketika Sukarno-Hatta diculik oleh para pemuda pada tanggal 16 Agustus 1945, seseorang bernama Sudiro segera melaporkannya kepada Mr Achmad Subardjo. Tuntutan para pemuda adalah agar dwitunggal itu segera memproklamasikan kemerdekaan. Mereka tidak memberitahu tempat keduanya disembunyikan.
Subardjo khawatir jika Sukarno-Hatta jatuh ke tangan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Jika itu terjadi, maka ia berharap kepada koneksi utamanya selama pendudukan Jepang, yakni Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun). Oleh karena itu, Laksamana Muda Tadashi Maeda pun diberitahu soal hilangnya kedua tokoh penting tersebut.
Menurut Rudolf Mrazek dalam Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia (1994), Maeda beserta para stafnya punya visi yang tidak sekolot Angkatan Darat Jepang dalam politik pendudukan atas Pulau Jawa.
Sementara Subardjo adalah orang kepercayaan Maeda dan pernah ditawari membentuk kantor penelitian di Jalan Prapatan Nomor 60. Ia mengaku pernah tinggal di Jepang. Dan di akhir masa pendudukan Jepang, ia dikenal sebagai pengelola Asrama Indonesia Merdeka yang memiliki hubungan dengan para pemuda Indonesia terpelajar dan militan.
Selain Subardjo, ada juga Wikana yang berjejaring dengan Tan Malaka. Selain mereka—meski ogah-ogahan berurusan dengan orang-orang Jepang—Sutan Sjahrir pun pernah mengajar di asrama tersebut. Tempat itu cocok bagi para pemuda Indonesia yang tidak suka dengan Angkatan Darat Jepang yang kaku.
Baca juga: Sejarah Peristiwa Rengasdengklok Versi Sukarno dan Hatta
“Mayor Boleh Tembak Mati Saya!"
Soebardjo kemudian mendapat kabar dari seorang anggota PETA yang bernama Jusuf Kunto, bahwa Sukarno-Hatta diamankan oleh para pemuda dari Angkatan Darat Jepang, dan dibawa ke luar Jakarta.
Sekitar pukul empat sore, Subardjo, Sudiro, Jusuf Kunto, dan seorang supir, segera pergi ke luar kota mencari keberadaan Sukarno-Hatta. Mereka mengendarai mobil Skoda tua milik Subardjo yang bannya nyaris gundul.
Mereka belum tahu pasti di mana kedua tokoh itu disembunyikan. Mulanya Subardjo menduga Sukarno-Hatta disembunyikan di Selabintana, Sukabumi. Namun, setelah melewati Jatinegara, mobil mereka malah melaju ke arah Purwakarta. Sepanjang perjalanan, mobil mereka tak mendapat adangan apapun selain ban sempat bocor ketika mendekati Rengasdengklok, karawang.
Ketika tiba di Rengasdengklok, mereka diarahkan untuk menunggu di rumah wedana. Seorang pemuda revolusioner bernama Sukarni menghampiri mereka. Subardjo kemudian dibawa untuk menemui komandan kompi bernama Mayor Subeno di tangsi PETA yang tidak jauh dari rumah tersebut.
“Kami datang ke sini untuk menjemput Bung Karno dan Bung Hatta serta membawa mereka kembali ke Jakarta untuk mempercepat Proklamasi Kemerdekaan," kata Subardjo seperti ia tulis dalam autobiografinya bertajuk Kesadaran Nasional (1978:320).
Perwira didikan Jepang itu bertanya kepada Subardjo, apakah ia bisa mendesak Sukarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan sebelum tengah malam. Subardjo menjawab bahwa hal itu tidak mungkin, dan Sukarno-Hatta juga harus kembali dulu untuk rapat kilat dengan panitia persiapan lainnya di Jakarta.
“Bagaimana kalau pukul 06.00 pagi besok," tanya Subeno.
“Saya akan berusaha sedapat-dapatnya, kami mungkin [baru] bisa selesai [rapat] pukul 06.00, tetapi menjelang tengah hari besok kami pasti telah siap [untuk memproklamasikan]."
“Jika tidak bagaimana?" tanya Subeno.
“Mayor, jika segala sesuatunya gagal, sayalah yang memikul tanggungjawabnya, dan Mayor boleh tembak mati saya," jawab Subardjo.
Subeno merasa puas atas jawaban tersebut. Maka ia pun mengizinkan Subardjo untuk menemui Sukarno-Hatta yang ternyata ditempatkan di sebuah rumah milik seorang Tionghoa, tidak jauh dari tangsi PEq
Jawaban:
dibaca normal 3 menit
Home Humaniora
Achmad Subardjo: Sang Penjamin Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Penulis: Petrik Matanasi
15 Desember 2019
View non-AMP version at tirto.id
Achmad Subardjo: Sang Penjamin Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Achmad Subardjo membebaskan Sukarno-Hatta dari para pemuda yang mendesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
tirto.id - Ketika Sukarno-Hatta diculik oleh para pemuda pada tanggal 16 Agustus 1945, seseorang bernama Sudiro segera melaporkannya kepada Mr Achmad Subardjo. Tuntutan para pemuda adalah agar dwitunggal itu segera memproklamasikan kemerdekaan. Mereka tidak memberitahu tempat keduanya disembunyikan.
Subardjo khawatir jika Sukarno-Hatta jatuh ke tangan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Jika itu terjadi, maka ia berharap kepada koneksi utamanya selama pendudukan Jepang, yakni Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun). Oleh karena itu, Laksamana Muda Tadashi Maeda pun diberitahu soal hilangnya kedua tokoh penting tersebut.
Menurut Rudolf Mrazek dalam Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia (1994), Maeda beserta para stafnya punya visi yang tidak sekolot Angkatan Darat Jepang dalam politik pendudukan atas Pulau Jawa.
Sementara Subardjo adalah orang kepercayaan Maeda dan pernah ditawari membentuk kantor penelitian di Jalan Prapatan Nomor 60. Ia mengaku pernah tinggal di Jepang. Dan di akhir masa pendudukan Jepang, ia dikenal sebagai pengelola Asrama Indonesia Merdeka yang memiliki hubungan dengan para pemuda Indonesia terpelajar dan militan.
Selain Subardjo, ada juga Wikana yang berjejaring dengan Tan Malaka. Selain mereka—meski ogah-ogahan berurusan dengan orang-orang Jepang—Sutan Sjahrir pun pernah mengajar di asrama tersebut. Tempat itu cocok bagi para pemuda Indonesia yang tidak suka dengan Angkatan Darat Jepang yang kaku.
Baca juga: Sejarah Peristiwa Rengasdengklok Versi Sukarno dan Hatta
“Mayor Boleh Tembak Mati Saya!"
Soebardjo kemudian mendapat kabar dari seorang anggota PETA yang bernama Jusuf Kunto, bahwa Sukarno-Hatta diamankan oleh para pemuda dari Angkatan Darat Jepang, dan dibawa ke luar Jakarta.
Sekitar pukul empat sore, Subardjo, Sudiro, Jusuf Kunto, dan seorang supir, segera pergi ke luar kota mencari keberadaan Sukarno-Hatta. Mereka mengendarai mobil Skoda tua milik Subardjo yang bannya nyaris gundul.
Mereka belum tahu pasti di mana kedua tokoh itu disembunyikan. Mulanya Subardjo menduga Sukarno-Hatta disembunyikan di Selabintana, Sukabumi. Namun, setelah melewati Jatinegara, mobil mereka malah melaju ke arah Purwakarta. Sepanjang perjalanan, mobil mereka tak mendapat adangan apapun selain ban sempat bocor ketika mendekati Rengasdengklok, karawang.
Ketika tiba di Rengasdengklok, mereka diarahkan untuk menunggu di rumah wedana. Seorang pemuda revolusioner bernama Sukarni menghampiri mereka. Subardjo kemudian dibawa untuk menemui komandan kompi bernama Mayor Subeno di tangsi PETA yang tidak jauh dari rumah tersebut.
“Kami datang ke sini untuk menjemput Bung Karno dan Bung Hatta serta membawa mereka kembali ke Jakarta untuk mempercepat Proklamasi Kemerdekaan," kata Subardjo seperti ia tulis dalam autobiografinya bertajuk Kesadaran Nasional (1978:320).
Perwira didikan Jepang itu bertanya kepada Subardjo, apakah ia bisa mendesak Sukarno-Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan sebelum tengah malam. Subardjo menjawab bahwa hal itu tidak mungkin, dan Sukarno-Hatta juga harus kembali dulu untuk rapat kilat dengan panitia persiapan lainnya di Jakarta.
“Bagaimana kalau pukul 06.00 pagi besok," tanya Subeno.
“Saya akan berusaha sedapat-dapatnya, kami mungkin [baru] bisa selesai [rapat] pukul 06.00, tetapi menjelang tengah hari besok kami pasti telah siap [untuk memproklamasikan]."
“Jika tidak bagaimana?" tanya Subeno.
“Mayor, jika segala sesuatunya gagal, sayalah yang memikul tanggungjawabnya, dan Mayor boleh tembak mati saya," jawab Subardjo.
Subeno merasa puas atas jawaban tersebut. Maka ia pun mengizinkan Subardjo untuk menemui Sukarno-Hatta yang ternyata ditempatkan di sebuah rumah milik seorang Tionghoa, tidak jauh dari tangsi PEq