Apa warna Dinosaurus? dan penjelasannya! jangan asal asal
10o
Washington - Untuk pertama kalinya ilmuwan bisa memastikan warna dinosaurus. Hewan ini ternyata tidak cokelat, kelabu apalagi ungu. Dinosaurus memiliki warna kemerahan yang terang mirip warna jahe, atau ada yang pula menyebut wortel, dengan rambut ala mohawk di atas kepala, tengkuk dan punggungnya.
Bukti keras pertama pigmentasi dinosaurus itu didapat dari fosil bulu ekor dinosaurus kecil pemakan daging, Sinosauropteryx, temuan di Cina yang sudah berusia 125 juta tahun. Ekor dinosaurus yang masih satu keluarga dengan Velociraptor dan Tyrannosaurus dalam subordo Theropoda itu direkonstruksi bak jarum yang berdiri tegak dengan garis-garis cincin merah terang yang melingkarinya.
Bulu ekor itu memiliki pigmen yang sama dengan rambut pirang manusia. Michael Benton, profesor palaentologi di University of Bristol, Inggris, dan Zhonghe Zhou dari Institut Palaentologi dan Palaentropologi Vertebrata di Beijing, tentu saja tidak benar-benar melihat warna itu di dalam fosil. Lewat jurnal Nature yang terbit online Rabu pekan lalu Benton mengungkapkan teknik mikroskop elektron untuk bisa menemukan jejak warna itu.
Pigmen itu memang sudah tak berbekas, tapi dari bentuk melanosomaorgan sel yang kaya pigmenyang masih tertinggal pada fosil, Benton bisa menunjukkan apa warnanya dulu kala. Sinosauropteryx ternyata memiliki molekul melanosom berbentuk bola yang diterjemahkan sebagai merah dan bentuk sosis yang merujuk warna kelabu keputih-putihan.
Temuan ini memberi tonggak baru yang bisa memberi kita petunjuk tentang bagaimana rupa mereka ketika masih hidup, ujar Paul Sereno, pakar dinosaurus di University of Chicago. Sereno tidak terlibat dalam tim Benton tapi dia tentu tahu benar kalau selama ini para ahli hanya bisa menduga-duga warna dinosaurus. Warna cokelat dan kelabu biasanya dipilih setelah melewati pendekatan analisis anatomi.
Thomas Holtz Jr., pakar palaentologi di University of Maryland, menambahkan kalau informasi warna wortel itu membuat gambaran dinosaurus dari situs Jehol di Cina sebelah timur laut itu semakin hidup. Holtz menyebutkan Sinosauropteryx itu pejantan kecil yang tingginya sekitar satu meter saja dengan ekor dan juga leher yang panjang. Dia menjadi lebih dari sekadar tulang belulang, kata Holtz.
Jejak jenis warna yang sama sebenarnya pernah ditemukan Benton, juga tim peneliti lain, pada fosil bulu burung prasejarah. Tapi Benton memastikan Sinosauropteryx tidak memiliki hubungan dekat dengan burung meski banyak temuan belakangan yang mengungkap kedekatan kedua macam hewan itu bahwa burung modern berkembang dari theropoda (kedekatan itu yang diantaranya secara spekulasi diterjemahkan dengan menggambar dinosaurus dengan warna cerah khas burung).
Menurut Benton, Sinosauropteryx lebih dulu ada daripada bangsa burung dan merupakan dinosaurus berbulu paling primitif. Bulu-bulu Sinosauropteryx itu memiliki panjang kurang dari setengah sentimeter saja.
Lewat publikasinya dalam jurnal, Benton dan timnya juga ingin menegaskan kalau yang ditemukannya itu benar bulu di pangkal evolusinya, bukan jaringan konektif tulang rawan apalagi bakteri seperti yang selama ini diungkap kelompok peneliti yang tidak yakin dinosaurus berbulu. Benar saja, satu diantara anggota kelompok itu, John Feduccia dari University of North Carolina, menyatakan tidak percaya dengan temuan Benton.
Feduccia mengatakan, melanosom dinosaurus belum tentu sama dengan milik hewan lain dan temuan tidak serta merta mementahkan konsep bakteri. Banyak orang yang berharap dinosaurus berbulu sehingga bukti-bukti dibuat mengarah kesana, katanya kepada kantor berita AP.
Toh Sereno bergeming dengan apresiasinya terhadap temuan Benton cs. Menurutnya sel-sel pigmentasi itu tersusun teratur dalam melanosom, tidak acak seperti sifat bakteri. Ide bulu pada dinosaurus dan kaitannya dengan bangsa burung yang sungguh besar saya kira tidak salah, kata Sereno.
Keberadaan struktur bulu purba pada Sinosauropteryx juga didukung ahli ornithologi evolusioner dari Yale University, Richard Prum. Masalahnya sekarang adalah menentukan apa fungsi bulu pada dinosaurus. Mereka tidak mungkin digunakan untuk terbang karena terlalu pendek. Dua kemungkinannya adalah Sinosauropteryx menggunakan bulunya itu sebagai penghangat atau estetika alias pamer saja.
Visualiasasi dinosaurus buat saya sudah semakin jelas meski saya juga belum tahu apa itu, kata Benton. Tapi Anda pasti tidak akan memiliki ekor norak dengan garis-garis oranye dan putih kalau tidak ada fungsinya sama sekali kan.
Bukti keras pertama pigmentasi dinosaurus itu didapat dari fosil bulu ekor dinosaurus kecil pemakan daging, Sinosauropteryx, temuan di Cina yang sudah berusia 125 juta tahun. Ekor dinosaurus yang masih satu keluarga dengan Velociraptor dan Tyrannosaurus dalam subordo Theropoda itu direkonstruksi bak jarum yang berdiri tegak dengan garis-garis cincin merah terang yang melingkarinya.
Bulu ekor itu memiliki pigmen yang sama dengan rambut pirang manusia. Michael Benton, profesor palaentologi di University of Bristol, Inggris, dan Zhonghe Zhou dari Institut Palaentologi dan Palaentropologi Vertebrata di Beijing, tentu saja tidak benar-benar melihat warna itu di dalam fosil. Lewat jurnal Nature yang terbit online Rabu pekan lalu Benton mengungkapkan teknik mikroskop elektron untuk bisa menemukan jejak warna itu.
Pigmen itu memang sudah tak berbekas, tapi dari bentuk melanosomaorgan sel yang kaya pigmenyang masih tertinggal pada fosil, Benton bisa menunjukkan apa warnanya dulu kala. Sinosauropteryx ternyata memiliki molekul melanosom berbentuk bola yang diterjemahkan sebagai merah dan bentuk sosis yang merujuk warna kelabu keputih-putihan.
Temuan ini memberi tonggak baru yang bisa memberi kita petunjuk tentang bagaimana rupa mereka ketika masih hidup, ujar Paul Sereno, pakar dinosaurus di University of Chicago. Sereno tidak terlibat dalam tim Benton tapi dia tentu tahu benar kalau selama ini para ahli hanya bisa menduga-duga warna dinosaurus. Warna cokelat dan kelabu biasanya dipilih setelah melewati pendekatan analisis anatomi.
Thomas Holtz Jr., pakar palaentologi di University of Maryland, menambahkan kalau informasi warna wortel itu membuat gambaran dinosaurus dari situs Jehol di Cina sebelah timur laut itu semakin hidup. Holtz menyebutkan Sinosauropteryx itu pejantan kecil yang tingginya sekitar satu meter saja dengan ekor dan juga leher yang panjang. Dia menjadi lebih dari sekadar tulang belulang, kata Holtz.
Jejak jenis warna yang sama sebenarnya pernah ditemukan Benton, juga tim peneliti lain, pada fosil bulu burung prasejarah. Tapi Benton memastikan Sinosauropteryx tidak memiliki hubungan dekat dengan burung meski banyak temuan belakangan yang mengungkap kedekatan kedua macam hewan itu bahwa burung modern berkembang dari theropoda (kedekatan itu yang diantaranya secara spekulasi diterjemahkan dengan menggambar dinosaurus dengan warna cerah khas burung).
Menurut Benton, Sinosauropteryx lebih dulu ada daripada bangsa burung dan merupakan dinosaurus berbulu paling primitif. Bulu-bulu Sinosauropteryx itu memiliki panjang kurang dari setengah sentimeter saja.
Lewat publikasinya dalam jurnal, Benton dan timnya juga ingin menegaskan kalau yang ditemukannya itu benar bulu di pangkal evolusinya, bukan jaringan konektif tulang rawan apalagi bakteri seperti yang selama ini diungkap kelompok peneliti yang tidak yakin dinosaurus berbulu. Benar saja, satu diantara anggota kelompok itu, John Feduccia dari University of North Carolina, menyatakan tidak percaya dengan temuan Benton.
Feduccia mengatakan, melanosom dinosaurus belum tentu sama dengan milik hewan lain dan temuan tidak serta merta mementahkan konsep bakteri. Banyak orang yang berharap dinosaurus berbulu sehingga bukti-bukti dibuat mengarah kesana, katanya kepada kantor berita AP.
Toh Sereno bergeming dengan apresiasinya terhadap temuan Benton cs. Menurutnya sel-sel pigmentasi itu tersusun teratur dalam melanosom, tidak acak seperti sifat bakteri. Ide bulu pada dinosaurus dan kaitannya dengan bangsa burung yang sungguh besar saya kira tidak salah, kata Sereno.
Keberadaan struktur bulu purba pada Sinosauropteryx juga didukung ahli ornithologi evolusioner dari Yale University, Richard Prum. Masalahnya sekarang adalah menentukan apa fungsi bulu pada dinosaurus. Mereka tidak mungkin digunakan untuk terbang karena terlalu pendek. Dua kemungkinannya adalah Sinosauropteryx menggunakan bulunya itu sebagai penghangat atau estetika alias pamer saja.
Visualiasasi dinosaurus buat saya sudah semakin jelas meski saya juga belum tahu apa itu, kata Benton. Tapi Anda pasti tidak akan memiliki ekor norak dengan garis-garis oranye dan putih kalau tidak ada fungsinya sama sekali kan.
via : tempo.co