Arkan93
Memberikan bantuan hukum kepada masyarkat yang terjerat masalah pengadilan namun tidak memiliki kuasa hukum
21 votes Thanks 35
kiara100
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau disingkat YLBHI tadinya adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang didirikan atas gagasan dalam kongres Persatuan Advokast Indonesia (Peradin) ke III tahun 1969. Gagasan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat Peradin melalui Surat Keputusan Nomor 001/Kep/10/1970 tanggal 26 Oktober 1970 yang isi penetapan pendirian Lembaga Bantuan Hukum/Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970. Ketua Dewan Pembinanya sejak 25 April 2007 adalah Toeti Heraty Roosseno yang terpilih menggantikan Adnan Buyung Nasution. Pada akhir masa baktinya, Toeti digantikan untuk sementara oleh Todung Mulya Lubis dan secara definitif pada akhir 2011 dijabat oleh Abdul Rachman Saleh, mantan Hakim Agung yang kemudian dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Jaksa Agung.
Setelah beroperasi selama satu dasawarsa, pada 13 Maret 1980 status hukum LBH ditingkatkan menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 28 Oktober tetap dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun YLBHI.
Pada awalnya, gagasan pendirian lembaga ini adalah untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, di PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka. Lambat laun rezim otoriter Orde Baru di bawah Soeharto membawa LBH menjadi salah satu subyek kunci bagi perlawanan terhadap otoriterianisme Orde Baru, dan menjadi simpul penting bagi gerakan pro-demokrasi.
Prinsip-prinsip bagi penegakan demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan membawa LBH ke tengah lapangan perlawanan atas ketidakadilan struktural yang dibangun dalam bingkai Orde Baru. LBH memilih untuk berada di sisi pergerakan kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan semua kekuatan yang memperjuangkan demokrasi.
LBH kemudian mengembangkan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS), konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum yang menjamin keadilan sosial dengan cara melibatkan klien untuk ikut menyelesaikan masalahnya sendiri, mengorganisir diri mereka sendiri dan pada akhirnya bisa mandiri dan tidak tergantung lagi kepada pengacaranya.
LBH berkembang menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang kini memiliki 15 kantor cabang dan 7 pos yang tersebar dari Banda Aceh hingga Papua.
Setelah beroperasi selama satu dasawarsa, pada 13 Maret 1980 status hukum LBH ditingkatkan menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 28 Oktober tetap dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun YLBHI.
Pada awalnya, gagasan pendirian lembaga ini adalah untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, di PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka. Lambat laun rezim otoriter Orde Baru di bawah Soeharto membawa LBH menjadi salah satu subyek kunci bagi perlawanan terhadap otoriterianisme Orde Baru, dan menjadi simpul penting bagi gerakan pro-demokrasi.
Prinsip-prinsip bagi penegakan demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan membawa LBH ke tengah lapangan perlawanan atas ketidakadilan struktural yang dibangun dalam bingkai Orde Baru. LBH memilih untuk berada di sisi pergerakan kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan semua kekuatan yang memperjuangkan demokrasi.
LBH kemudian mengembangkan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS), konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum yang menjamin keadilan sosial dengan cara melibatkan klien untuk ikut menyelesaikan masalahnya sendiri, mengorganisir diri mereka sendiri dan pada akhirnya bisa mandiri dan tidak tergantung lagi kepada pengacaranya.
LBH berkembang menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang kini memiliki 15 kantor cabang dan 7 pos yang tersebar dari Banda Aceh hingga Papua.