Hidup miskin mempunyai arti sebagai keadaan hidup yang serba kekurangan. Kemiskinan lazimnya dilukiskan dengan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan sehingga ia mengalami kesengsaraan dan penderitaan dalam kehidupannya. Kemiskinan diakibatkan oleh beberapa hal, yakni: 1. Terbatasnya Sumber Daya Alam (SDA. Sumber daya alam merupakan salah satu ukuran kekayaan suatu negara. Namun demikian, bukan berarti bahwa negara yang kaya akan sumber daya alam pasti akan hidup makmur karena kekayaan SDA tersebut masih perlu diolah dengan menggunakan tenaga - tenaga terampil (SDM) yang ada dalam suatu negara. 2. Rendahnya Kualitas SDM. Pada negara-negara maju, tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya cukup tinggi, sebaliknya di negara-negara miskin tingkat pendidikan rakyatnya rata – rata sangat rendah. Hal ini berakibat pada negara miskin dengan sumber daya manusia yang kurang berkualitas akan menyebabkan pembangunan negara yang sangat lambat. 3. Rendahnya Produktivitas. Kemiskinan suatu negara dapat disebabkan rendahnya produktivitas sumber daya manusia dan modal. Kemiskinan kultural / kultul / mental Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang pada umumnya diakibatkan oleh mental atau nilai – nilai yang dianut seseorang, yakni: malas bekerja, mudah menyerah pada nasib dan kurangnya kerja keras dan sebagainya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraannya meskipun ada usaha dari pihak lain untuk membantunya. Dalam hal ini mereka yang terjerat dalam kemiskinan kultural cenderung menganggap kemiskinan merupakan sebuah nasib. Mereka lebih suka bekerja sebagai peminta-minta atau mereka baru bekerja sambilan apabila ada yang memerlukannya.
Sikap malas ini menyebabkan kecenderungan untuk menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Selain itu, pola hidup konsumtif yang menyebabkan besarnya pengeluaran dibandingkan pendapatan juga dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan ini. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan bergerombol. Ditingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah. Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri. Pandangan lain tentang budaya kemiskinan adalah, bahwa kebudayaan kemiskinan merupakan efek domino dari belenggu kemiskinan struktural yang menghinggap masyarakat terlalu lama, sehingga membuat masyarakat apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu yang terjadi adalah takdir. Kemiskinan struktural / struktur / sistem Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang muncul bukan karena ketidakmampuan atau kemalasan seseorang untuk bekerja, melainkan karena ketikmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan - kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber-sumber yang tersedia, baik yang disediakan oleh alam, pemerintah maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Mereka yang termasuk dalam jeratan kemiskinan struktural adalah mereka yang kurang mendapatkan akses untuk mendapat pendidikan yang berkualitas dan pekerjaan yang layak. Seperti contoh adalah buruh tani, pemulung, penggali pasir dan mereka yang tidak terpelajar dan tidak terlatih.
Berbeda dari kemiskinan kultural, pihak yang berperan besar yang menyebabkan kemiskinan struktural adalah pemerintah, karena pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kebijakan cenderung membiarkan masyarakat dalam kondisi miskin, kurangnya keseriusan untuk mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk menaikkan kualitas pendidikan dan pekerjaan yang layak. Namun pada dasarnya, adalah suatu fakta bahwa kemiskinan kultural merupakan buah dari kemiskinan struktural, masyarakat terbentuk menjadi fatalis, semakin pasrah, menganggap miskin sebagai nasib dan garis hidup, selain juga sering diperkual dalam mimbar-mimbar agama, mengenai pemahaman keliru mengenai takdir untuk selalu bersabar dan bersyukur, sebagaimana ajaran faham jabariyah, agar masyarakat tetap bersabar menerima ‘takdir’ yang ada. Sehingga tidak mengherankan apabila kemiskinan yang hadir saat ini merupakan dominasi kemiskinan struktural, dimana tidak ada proses transformasi kelas dimana buruh tani tetaplah menjadi buruh tani, begitu pula nelayan, pemulung, dan lain-lain. Jikapun ada program penanggulangan kemiskinan sifatnya masih tidak berkelanjutan dan tidak tepat sasaran dalam memperbaiki akar dari kemiskinan.
Demikian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. NB: Maaf jika jawaban saya kurang rapi dikarenakan kesalahan sistem dalam situs ini yang sedang dalam perbaikan.
Hidup miskin mempunyai arti sebagai keadaan hidup yang serba kekurangan. Kemiskinan lazimnya dilukiskan dengan kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan sehingga ia mengalami kesengsaraan dan penderitaan dalam kehidupannya.
Kemiskinan diakibatkan oleh beberapa hal, yakni:
1. Terbatasnya Sumber Daya Alam (SDA. Sumber daya alam merupakan salah satu ukuran kekayaan suatu negara. Namun demikian, bukan berarti bahwa negara yang kaya akan sumber daya alam pasti akan hidup makmur karena kekayaan SDA tersebut masih perlu diolah dengan menggunakan tenaga - tenaga terampil (SDM) yang ada dalam suatu negara.
2. Rendahnya Kualitas SDM. Pada negara-negara maju, tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya cukup tinggi, sebaliknya di negara-negara miskin tingkat pendidikan rakyatnya rata – rata sangat rendah. Hal ini berakibat pada negara miskin dengan sumber daya manusia yang kurang berkualitas akan menyebabkan pembangunan negara yang sangat lambat.
3. Rendahnya Produktivitas. Kemiskinan suatu negara dapat disebabkan rendahnya produktivitas sumber daya manusia dan modal. Kemiskinan kultural / kultul / mental Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang pada umumnya diakibatkan oleh mental atau nilai – nilai yang dianut seseorang, yakni: malas bekerja, mudah menyerah pada nasib dan kurangnya kerja keras dan sebagainya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraannya meskipun ada usaha dari pihak lain untuk membantunya. Dalam hal ini mereka yang terjerat dalam kemiskinan kultural cenderung menganggap kemiskinan merupakan sebuah nasib. Mereka lebih suka bekerja sebagai peminta-minta atau mereka baru bekerja sambilan apabila ada yang memerlukannya.
Sikap malas ini menyebabkan kecenderungan untuk menggantungkan hidupnya kepada orang lain. Selain itu, pola hidup konsumtif yang menyebabkan besarnya pengeluaran dibandingkan pendapatan juga dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan ini. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan bergerombol. Ditingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah. Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri. Pandangan lain tentang budaya kemiskinan adalah, bahwa kebudayaan kemiskinan merupakan efek domino dari belenggu kemiskinan struktural yang menghinggap masyarakat terlalu lama, sehingga membuat masyarakat apatis, pasrah, berpandangan jika sesuatu yang terjadi adalah takdir. Kemiskinan struktural / struktur / sistem Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang muncul bukan karena ketidakmampuan atau kemalasan seseorang untuk bekerja, melainkan karena ketikmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan - kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber-sumber yang tersedia, baik yang disediakan oleh alam, pemerintah maupun masyarakat yang ada disekitarnya. Mereka yang termasuk dalam jeratan kemiskinan struktural adalah mereka yang kurang mendapatkan akses untuk mendapat pendidikan yang berkualitas dan pekerjaan yang layak. Seperti contoh adalah buruh tani, pemulung, penggali pasir dan mereka yang tidak terpelajar dan tidak terlatih.
Berbeda dari kemiskinan kultural, pihak yang berperan besar yang menyebabkan kemiskinan struktural adalah pemerintah, karena pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kebijakan cenderung membiarkan masyarakat dalam kondisi miskin, kurangnya keseriusan untuk mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk menaikkan kualitas pendidikan dan pekerjaan yang layak. Namun pada dasarnya, adalah suatu fakta bahwa kemiskinan kultural merupakan buah dari kemiskinan struktural, masyarakat terbentuk menjadi fatalis, semakin pasrah, menganggap miskin sebagai nasib dan garis hidup, selain juga sering diperkual dalam mimbar-mimbar agama, mengenai pemahaman keliru mengenai takdir untuk selalu bersabar dan bersyukur, sebagaimana ajaran faham jabariyah, agar masyarakat tetap bersabar menerima ‘takdir’ yang ada. Sehingga tidak mengherankan apabila kemiskinan yang hadir saat ini merupakan dominasi kemiskinan struktural, dimana tidak ada proses transformasi kelas dimana buruh tani tetaplah menjadi buruh tani, begitu pula nelayan, pemulung, dan lain-lain. Jikapun ada program penanggulangan kemiskinan sifatnya masih tidak berkelanjutan dan tidak tepat sasaran dalam memperbaiki akar dari kemiskinan.
Demikian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. NB: Maaf jika jawaban saya kurang rapi dikarenakan kesalahan sistem dalam situs ini yang sedang dalam perbaikan.