BlackBird911
Pada tanggal 2 Agustus 1990, Saddam Hussein, pemimpin Irak saat itu, mengirimkan pasukannya untuk menginvasi Kuwait. Klaim yang digunakan Irak untuk menyerang Kuwait adalah bahwa Kuwait telah mengebor minyak melewati tapal batas negara Irak. Beberapa hari setelah invasi, Irak mengumumkan anexasi atas Kuwait, menutup kedutaan besar yang ada di Kuwait, dan menyandera warga Amerika Serikat yang ada di Kuwait. Amerika Serikat sendiri mengecam tindakan “sekutu” nya ini, karena serangan ini dianggap dapat mengacaukan kepentingan vital Amerika Serikat sendiri, khususnya dalam hal minyak. Selain kepentingan minyak, beberapa negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, juga merasa terancam dengan serangan Irak tersebut. Kecaman terhadap serangan Irak ke Kuwait langsung diutarakan oleh presiden Amerika Serikat saat itu, George Bush Sr., yang mendesak Irak untuk segera meninggalkan wilayah Kuwait. Tanggal 8 Agustus 1990, presiden Bush mengumumkan penempatan pasukan Amerika Serikat di Timur Tengah, lalu melakukan koalisi politik dan militer, dengan menggabungkan tentara dari Asia, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah sendiri. Kongres Amerika Serikat sendiri cukup hati-hati menangani konflik Irak ini. Hal itu dilatarbelakangi oleh banyaknya konflik bersenjata yang melibatkan Amerika Serikat, tapi tanpa ada mandat dari kongres. Ditakutkan kejadian penolakan dari masyarakat seperti perang Vietnam terulang lagi. Presiden George Bush Sr. diharuskan untuk mendapatkan dukungan dari kongres terlebih dahulu. Hasilnya, tanggal 12 Januari 1991, tiga hari sebelum tenggat yang diberikan PBB, kongres memberikan kuasa kepada presiden George Bush Sr. untuk maju perang. PBB sendiri ikut turun tangan menghadapi serangan Irak ke Kuwait. Sidang darurat Dewan Keamanan PBB menyatakan kecaman kepada Irak, mendesak gencatan senjata, dan menyuruh pasukan Irak untuk meninggalkan Kuwait. Beberapa minggu setelah serangan Irak itu, PBB mengeluarkan 12 resolusi yang mengutuk Irak dan menetapkan sanksi ekonomi terhadap Irak. Isi dari resolusi ke 12 sendiri adalah penggunaan kekuatan militer apabila tentara Irak belum keluar dari Kuwait sampai tanggal 15 Januari 1991. Setelah tenggat waktu itu tidak dipedulikan Irak, kurang dari 24 jam setelahnya, pasukan koalisi yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Italia, Arab Saudi, dan Kuwait melakukan serangan udara besar-besaran yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Hasil dari serangan ini sendiri adalah bebasnya Kuwait dari Irak. Serangan udara selama lebih dari satu bulan itu diteruskan dengan invasi ke Kuwait dan Irak oleh pasukan lapis baja dan infanteri udara. Dalam invasi selama 100 jam itu, pasukan Irak berhasil dikalahkan. Perang inilah yang dikenal dengan nama perang teluk, dan invasi ini dikenal dengan Operation Desert Storm.
Amerika Serikat sendiri mengecam tindakan “sekutu” nya ini, karena serangan ini dianggap dapat mengacaukan kepentingan vital Amerika Serikat sendiri, khususnya dalam hal minyak. Selain kepentingan minyak, beberapa negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, juga merasa terancam dengan serangan Irak tersebut. Kecaman terhadap serangan Irak ke Kuwait langsung diutarakan oleh presiden Amerika Serikat saat itu, George Bush Sr., yang mendesak Irak untuk segera meninggalkan wilayah Kuwait. Tanggal 8 Agustus 1990, presiden Bush mengumumkan penempatan pasukan Amerika Serikat di Timur Tengah, lalu melakukan koalisi politik dan militer, dengan menggabungkan tentara dari Asia, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah sendiri.
Kongres Amerika Serikat sendiri cukup hati-hati menangani konflik Irak ini. Hal itu dilatarbelakangi oleh banyaknya konflik bersenjata yang melibatkan Amerika Serikat, tapi tanpa ada mandat dari kongres. Ditakutkan kejadian penolakan dari masyarakat seperti perang Vietnam terulang lagi. Presiden George Bush Sr. diharuskan untuk mendapatkan dukungan dari kongres terlebih dahulu. Hasilnya, tanggal 12 Januari 1991, tiga hari sebelum tenggat yang diberikan PBB, kongres memberikan kuasa kepada presiden George Bush Sr. untuk maju perang.
PBB sendiri ikut turun tangan menghadapi serangan Irak ke Kuwait. Sidang darurat Dewan Keamanan PBB menyatakan kecaman kepada Irak, mendesak gencatan senjata, dan menyuruh pasukan Irak untuk meninggalkan Kuwait. Beberapa minggu setelah serangan Irak itu, PBB mengeluarkan 12 resolusi yang mengutuk Irak dan menetapkan sanksi ekonomi terhadap Irak. Isi dari resolusi ke 12 sendiri adalah penggunaan kekuatan militer apabila tentara Irak belum keluar dari Kuwait sampai tanggal 15 Januari 1991.
Setelah tenggat waktu itu tidak dipedulikan Irak, kurang dari 24 jam setelahnya, pasukan koalisi yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Italia, Arab Saudi, dan Kuwait melakukan serangan udara besar-besaran yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Hasil dari serangan ini sendiri adalah bebasnya Kuwait dari Irak. Serangan udara selama lebih dari satu bulan itu diteruskan dengan invasi ke Kuwait dan Irak oleh pasukan lapis baja dan infanteri udara. Dalam invasi selama 100 jam itu, pasukan Irak berhasil dikalahkan. Perang inilah yang dikenal dengan nama perang teluk, dan invasi ini dikenal dengan Operation Desert Storm.