Apa makna dri pakaian bundo kandung(dri sumatra barat). mohon bantuannya
LiemSwie
Makna Simbolik yang Terkandung dalam Busana Bundo Kanduang 1. Busana Bagian Atas Tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek adalah penutup kepala yang terbuat dari kain balapak. Perlengkapan ini bentuknya seperti tanduk (runcing) yang berumai emas atau loyang sepuhan. Makna simbolik dari perlengkapan ini adalah kepemilikan rumah gadang. Artinya, orang yang mengenakannya adalah bundo kanduang (pemilik suatu rumah gadang).
2. Busana Bagian Tengah Baju kurung dengan warna hitam, merah, biru, atau lembayung yang dihiasi dengan benang emas dan tepinya diberi minsai bermakna simbolik, terutama minsai-nya, bahwa seorang bundo kanduang dan kaumnya harus mematuhi batas-batas adat dan tidak boleh melanggarnya. Sementara, balapak yang diselempangkan dari bahu kanan ke rusuk kiri bermakna simbolik bahwa seorang bundo kanduang bertanggung jawab melanjutkan keturunan.
3. Busana Bagian Bawah Kain sarung (kodek) balapak bersulam emas bermakna simbolik kebijaksanaan. Artinya, seorang bundo kanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, sebagaimana yang diibaratkan oleh pepatah “memakan habis-habis, menyuruk (bersembunyi) hilang-hilang”.
4. Perhiasan Selain pakaian ada pula beberapa perhiasan atau aksesoris yang digunakan oleh bundo kanduang. Perhiasan tersebut terdiri dari seperangkat kaluang (kalung) yang terdiri dari sembilan macam bentuk, seperangkat gelang dan cincin yang juga terdiri dari bermacam bentuk. Perhiasan-perhiasan tersebut pada umumnya terbuat dari bahan emas dan batu alam. Perhiasan seperti seperangkat kaluang dan galang serta cincin memiliki perbedaan yang khusus jika dibandingkan dengan perhiasan wanita pada umumnya, sebab merupakan simbol-simbol yang mengandung norma-norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa perhiasan yang dikenakan oleh bundo kanduang tidak hanya berfungsi untuk memperindah penampilan, melainkan juga memiliki makna tertentu yang terkait dengan adat istiadat Minangkabau. Kalung dan gelang tersebut hanya dipakai pada saat dilaksanakan upacara adat dimana bundo kanduang hadir dengan segala kebesarannya sebagai seorang pemimpin adat. Berikut ini adalah beberapa macam perhiasan (kalung, gelang dan cincin) yang biasa digunakan oleh bundo kanduang di dalam melaksanakan upacara adat.
Dukuah nasura, yaitu kalung yang ukuran lingkarnya seleher. Oleh karena lingkarannya seleher, maka kalung ini sering disebut cakiak lihia (cakiak berarti “cekik”, sedangkan lihia berarti “leher”). Sesuai dengan namanya, maka ketika kalung itu dikenakan akan terlihat seakan-akan mencekik leher si pemakainya (bundo kanduang). Makna simbolik yang terkandung dalam perhiasan ini adalah bahwa orang hidup mesti disiplin (dapat menerapkan sikap mental hemat).
Dukuah palam adalah kalung yang terbuat dari palam (manik-manik) yang berasal dari dasar laut. Makna simbolik yang terkandung dalam kalung ini adalah bahwa hidup itu perjuangan. Artinya, tidak hanya pasrah tetapi berpikir dan berbuat sesuatu tentang segala ciptaan Tuhan untuk kesejahteraan manusia.
Dukuah uang dukat adalah kalung yang terbuat dari emas. Kalung ini mengandung makna simbolik bahwa bundo kandung adalah cermin seorang perempuan Minangkabau yang dapat menjadi pengayom bagi kaumnya dalam menjalani kehidupan.
Dukuah rago-rago, dukuah pinyaram, kaban ketek, kaban manangah dan kaban gadang adalah simbol dari Rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh setiap orang Minangkabau, khususnya yang menganut agama Islam.
Galang ula tigo balik adalah sebuah gelang yang salah satu ujungnya berbentuk ular. Gelang ini mengandung makna simbolik sebagai paga diri yang berguna untuk melindungi seluruh anak kemenakan (kaum) bundo kanduang. Artinya, seorang bundo kanduang diharapkan dapat melindungi nagarinya dari kerusakan atau kekacauan.
Galang gadang atau disebut juga dengan galang adat besar mengandung makna simbolik sebagai pamagar (pagar). Artinya, semua tindakan atau tugas yang dilaksanakan oleh bundo kanduang harus sesuai dengan aturan adat dan disetujui oleh mamak atau panghulu. Jadi, galang gadang berfungsi sebagai pengingat bundo kanduang agar selalu mematuhi aturan-aturan adat yang telah ditetapkan.
Seluruh dukuah-dukuah tersebut merupakan simbol kekayaan seorang bundo kanduang yang dalam pepatah adat dikatakan “Nak tuah batabua urai”. Secara tersirat seorang bundo kanduang selain memiliki banyak harta, juga arif dan bijaksana. Kearifan dan kebijaksanaan yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memecahkan berbagai permasalahan kaum dan nagarinya.
Selain kalung dan gelang, cincin juga termasuk perhiasan dalam kelengkapan bundo kanduang. Namun, cincin yang digunakan tidak ditentukan bentuk dan modelnya (berdasarkan selera).
Nilai Budaya Fungsi busana bagi seseorang tidak hanya sekedar sebagai pelindung tubuh dari cuaca dingin dan teriknya sinar matahari, tetapi juga mempunyai fungsi lain dalam struktur sosial suatu masyarakat.
1. Busana Bagian Atas
Tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek adalah penutup kepala yang terbuat dari kain balapak. Perlengkapan ini bentuknya seperti tanduk (runcing) yang berumai emas atau loyang sepuhan. Makna simbolik dari perlengkapan ini adalah kepemilikan rumah gadang. Artinya, orang yang mengenakannya adalah bundo kanduang (pemilik suatu rumah gadang).
2. Busana Bagian Tengah
Baju kurung dengan warna hitam, merah, biru, atau lembayung yang dihiasi dengan benang emas dan tepinya diberi minsai bermakna simbolik, terutama minsai-nya, bahwa seorang bundo kanduang dan kaumnya harus mematuhi batas-batas adat dan tidak boleh melanggarnya. Sementara, balapak yang diselempangkan dari bahu kanan ke rusuk kiri bermakna simbolik bahwa seorang bundo kanduang bertanggung jawab melanjutkan keturunan.
3. Busana Bagian Bawah
Kain sarung (kodek) balapak bersulam emas bermakna simbolik kebijaksanaan. Artinya, seorang bundo kanduang harus dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, sebagaimana yang diibaratkan oleh pepatah “memakan habis-habis, menyuruk (bersembunyi) hilang-hilang”.
4. Perhiasan
Selain pakaian ada pula beberapa perhiasan atau aksesoris yang digunakan oleh bundo kanduang. Perhiasan tersebut terdiri dari seperangkat kaluang (kalung) yang terdiri dari sembilan macam bentuk, seperangkat gelang dan cincin yang juga terdiri dari bermacam bentuk. Perhiasan-perhiasan tersebut pada umumnya terbuat dari bahan emas dan batu alam. Perhiasan seperti seperangkat kaluang dan galang serta cincin memiliki perbedaan yang khusus jika dibandingkan dengan perhiasan wanita pada umumnya, sebab merupakan simbol-simbol yang mengandung norma-norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa perhiasan yang dikenakan oleh bundo kanduang tidak hanya berfungsi untuk memperindah penampilan, melainkan juga memiliki makna tertentu yang terkait dengan adat istiadat Minangkabau. Kalung dan gelang tersebut hanya dipakai pada saat dilaksanakan upacara adat dimana bundo kanduang hadir dengan segala kebesarannya sebagai seorang pemimpin adat. Berikut ini adalah beberapa macam perhiasan (kalung, gelang dan cincin) yang biasa digunakan oleh bundo kanduang di dalam melaksanakan upacara adat.
Dukuah nasura, yaitu kalung yang ukuran lingkarnya seleher. Oleh karena lingkarannya seleher, maka kalung ini sering disebut cakiak lihia (cakiak berarti “cekik”, sedangkan lihia berarti “leher”). Sesuai dengan namanya, maka ketika kalung itu dikenakan akan terlihat seakan-akan mencekik leher si pemakainya (bundo kanduang). Makna simbolik yang terkandung dalam perhiasan ini adalah bahwa orang hidup mesti disiplin (dapat menerapkan sikap mental hemat).
Dukuah palam adalah kalung yang terbuat dari palam (manik-manik) yang berasal dari dasar laut. Makna simbolik yang terkandung dalam kalung ini adalah bahwa hidup itu perjuangan. Artinya, tidak hanya pasrah tetapi berpikir dan berbuat sesuatu tentang segala ciptaan Tuhan untuk kesejahteraan manusia.
Dukuah uang dukat adalah kalung yang terbuat dari emas. Kalung ini mengandung makna simbolik bahwa bundo kandung adalah cermin seorang perempuan Minangkabau yang dapat menjadi pengayom bagi kaumnya dalam menjalani kehidupan.
Dukuah rago-rago, dukuah pinyaram, kaban ketek, kaban manangah dan kaban gadang adalah simbol dari Rukun Islam yang harus dilaksanakan oleh setiap orang Minangkabau, khususnya yang menganut agama Islam.
Galang ula tigo balik adalah sebuah gelang yang salah satu ujungnya berbentuk ular. Gelang ini mengandung makna simbolik sebagai paga diri yang berguna untuk melindungi seluruh anak kemenakan (kaum) bundo kanduang. Artinya, seorang bundo kanduang diharapkan dapat melindungi nagarinya dari kerusakan atau kekacauan.
Galang gadang atau disebut juga dengan galang adat besar mengandung makna simbolik sebagai pamagar (pagar). Artinya, semua tindakan atau tugas yang dilaksanakan oleh bundo kanduang harus sesuai dengan aturan adat dan disetujui oleh mamak atau panghulu. Jadi, galang gadang berfungsi sebagai pengingat bundo kanduang agar selalu mematuhi aturan-aturan adat yang telah ditetapkan.
Seluruh dukuah-dukuah tersebut merupakan simbol kekayaan seorang bundo kanduang yang dalam pepatah adat dikatakan “Nak tuah batabua urai”. Secara tersirat seorang bundo kanduang selain memiliki banyak harta, juga arif dan bijaksana. Kearifan dan kebijaksanaan yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memecahkan berbagai permasalahan kaum dan nagarinya.
Selain kalung dan gelang, cincin juga termasuk perhiasan dalam kelengkapan bundo kanduang. Namun, cincin yang digunakan tidak ditentukan bentuk dan modelnya (berdasarkan selera).
Nilai Budaya
Fungsi busana bagi seseorang tidak hanya sekedar sebagai pelindung tubuh dari cuaca dingin dan teriknya sinar matahari, tetapi juga mempunyai fungsi lain dalam struktur sosial suatu masyarakat.