rizkyritonga
Dalam menjalankan politik luar negerinya, Indonesia menganut prinsip bebas aktif yang menjadi acuan dalam mengeluarkan dan mengimplemantasikan kebijakan. Prinsip tersebut tertuang dalam pasal 3 UU Nomor 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang menyebutkan bahwa “politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional.” Prinsip ini dinaungi oleh Pancasila, UUD 45, dan GBHN (pasal 2). Ditelurkan oleh mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam konteks Perang Dingin, prinsip bebas aktif berarti Indonesia tidak terikat dengan salah satu blog komunis maupun kapitalis, namun pada saat yang sama tetap berperan aktif dalam pergaulan internasional dengan tetap memegang teguh tujuan nasional.Dalam keterangan pemerintah di hadapan sidang BP KNIP tanggal 2 September 1948, Bung Hatta mengatakan bahwa “pendirian yang harus kita ambil ialah suapya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya.” Menurut Bung Hatta, politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepercayaan diri dan berjuang dengan kemampuan sendiri. Namun begitu, bukan berarti Indonesia tidak mengikuti perkembangan situasi internasional dan memanfaatkannya demi kepentingan nasional. “Ini tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan dari pada pergolakan internasional,” kata Bung Hatta.Belakangan pidato Bung Hatta itu diterbitkan dalam sebuah buku yang diberi judul “Mendayung di antara Dua Karang” untuk merujuk pada posisi Indonesia di antara dua negara adi daya, Amerika Serika dan Uni Soviet.Dalam dua tulisannya di Foreign Affairs beberapa tahun kemudian, Bung Hatta kembali menegaskan prinsip bebas aktif yang dianut Indonesia tersebut.