22. Implementasi konsep complementary pada interaksi antarruang secara sederhana dapat dilihat dari kegiatan masyarakat sebagai berikut : (A) kerjasama kota Surabaya dengan wilayah Nusa Tenggara dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi (B) kerjasama kota Jakarta dengan kota Bandung dalam hal pemenuhan kebutuhan garmen dan makanan (C) kerjasama kota Makasar dengan kabupaten Gresik dalam hal pemenuhan kebutuhan busana muslim
Implementasi konsep complementary pada interaksi antarruang dapat dilihat dari kegiatan masyarakat sebagai berikut:
A. Kerjasama kota Surabaya dengan wilayah Nusa Tenggara dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi:
Dalam kerjasama ini, kota Surabaya sebagai pusat urban memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar dan sumber daya, sementara wilayah Nusa Tenggara dikenal memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, termasuk peternakan sapi. Kota Surabaya dapat berperan sebagai pasar yang membutuhkan pasokan daging sapi, sementara wilayah Nusa Tenggara dapat memasok daging sapi tersebut. Dengan demikian, kota Surabaya mendapatkan pemenuhan kebutuhan daging sapi, sementara wilayah Nusa Tenggara mendapatkan akses pasar yang lebih luas untuk produk peternakannya. Hal ini menciptakan saling ketergantungan yang saling menguntungkan antara kedua wilayah.
B. Kerjasama kota Jakarta dengan kota Bandung dalam hal pemenuhan kebutuhan garmen dan makanan:
Kota Jakarta sebagai pusat bisnis dan perdagangan memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar dan sumber daya, sementara kota Bandung dikenal sebagai pusat industri garmen dan makanan. Dalam kerjasama ini, kota Jakarta dapat memenuhi kebutuhan garmen dan makanan melalui produk-produk yang diproduksi di kota Bandung. Sebaliknya, kota Bandung mendapatkan pasar yang lebih luas dan keberlanjutan bagi produk-produk industri garmen dan makanannya. Kerjasama ini menciptakan ketergantungan saling menguntungkan antara kedua kota dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
C. Kerjasama kota Makassar dengan kabupaten Gresik dalam hal pemenuhan kebutuhan busana muslim:
Kota Makassar sebagai pusat perdagangan dan kota besar memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar, sementara kabupaten Gresik dikenal sebagai daerah penghasil busana muslim. Dalam kerjasama ini, kota Makassar dapat memasarkan dan memenuhi kebutuhan busana muslim melalui produk-produk yang diproduksi di kabupaten Gresik. Sebaliknya, kabupaten Gresik mendapatkan pasar yang lebih luas dan keberlanjutan bagi produk-produk busana muslimnya. Kerjasama ini menciptakan saling ketergantungan yang saling menguntungkan antara kota Makassar dan kabupaten Gresik dalam pemenuhan kebutuhan busana muslim.
Dalam ketiga contoh di atas, terlihat adanya ketergantungan saling menguntungkan antara wilayah-wilayah yang berbeda. Implementasi konsep complementary memungkinkan terciptanya kerjasama yang berimbang dan saling melengkapi antara wilayah yang memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Hal ini memungkinkan efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi, serta pemenuhan kebutuhan yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan.
Penjelasan:
Implementasi konsep complementary pada interaksi antarruang dapat dilihat dari kegiatan masyarakat sebagai berikut:
A. Kerjasama kota Surabaya dengan wilayah Nusa Tenggara dalam pemenuhan kebutuhan daging sapi:
Dalam kerjasama ini, kota Surabaya sebagai pusat urban memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar dan sumber daya, sementara wilayah Nusa Tenggara dikenal memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, termasuk peternakan sapi. Kota Surabaya dapat berperan sebagai pasar yang membutuhkan pasokan daging sapi, sementara wilayah Nusa Tenggara dapat memasok daging sapi tersebut. Dengan demikian, kota Surabaya mendapatkan pemenuhan kebutuhan daging sapi, sementara wilayah Nusa Tenggara mendapatkan akses pasar yang lebih luas untuk produk peternakannya. Hal ini menciptakan saling ketergantungan yang saling menguntungkan antara kedua wilayah.
B. Kerjasama kota Jakarta dengan kota Bandung dalam hal pemenuhan kebutuhan garmen dan makanan:
Kota Jakarta sebagai pusat bisnis dan perdagangan memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar dan sumber daya, sementara kota Bandung dikenal sebagai pusat industri garmen dan makanan. Dalam kerjasama ini, kota Jakarta dapat memenuhi kebutuhan garmen dan makanan melalui produk-produk yang diproduksi di kota Bandung. Sebaliknya, kota Bandung mendapatkan pasar yang lebih luas dan keberlanjutan bagi produk-produk industri garmen dan makanannya. Kerjasama ini menciptakan ketergantungan saling menguntungkan antara kedua kota dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.
C. Kerjasama kota Makassar dengan kabupaten Gresik dalam hal pemenuhan kebutuhan busana muslim:
Kota Makassar sebagai pusat perdagangan dan kota besar memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar, sementara kabupaten Gresik dikenal sebagai daerah penghasil busana muslim. Dalam kerjasama ini, kota Makassar dapat memasarkan dan memenuhi kebutuhan busana muslim melalui produk-produk yang diproduksi di kabupaten Gresik. Sebaliknya, kabupaten Gresik mendapatkan pasar yang lebih luas dan keberlanjutan bagi produk-produk busana muslimnya. Kerjasama ini menciptakan saling ketergantungan yang saling menguntungkan antara kota Makassar dan kabupaten Gresik dalam pemenuhan kebutuhan busana muslim.
Dalam ketiga contoh di atas, terlihat adanya ketergantungan saling menguntungkan antara wilayah-wilayah yang berbeda. Implementasi konsep complementary memungkinkan terciptanya kerjasama yang berimbang dan saling melengkapi antara wilayah yang memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Hal ini memungkinkan efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi, serta pemenuhan kebutuhan yang lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan.