1.hubungan kerja sama antarlembaga dalam pembentukan undang-undang 2. hubungan kerja sama antarlembaga dalam pemberhentian presiden dan wakil presiden 3. hubungan kerja sama antarlembaga dalam pengawasan keuangan
Khaela
1. Hubungan kerjasama antarlembaga negara dalam pembuatan Undang-Undang. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. 2. Hubungan kerjasama antarlembaga negara dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. DPR memiliki fungsi mengawasi Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden melanggar UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPR dapat mengajukan usul pemberhentian Presiden kepada MPR. Namun sebelumnya usul tersebut harus melibatkan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan mengadilinya. Amandemen Undang-Undang 1945, mempengaruhi hukum negara dan sistem ketatanegaraan Indonesia dan menyebabkan semuanya berubah, salah satunya adalah pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden di dalam masa jabatannya. Aturan ini dibuat dengan latar belakang bahwa kekuasaan perlu dibatasi dan ditemani dengan adanya fungsi pengawasan dan keseimbangan yang bertujuan agar Presiden dan Wakil Presiden dapat menjaga sikap dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Dalam ketentuan ini, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lah yang mengatur pemberhentian Presiden dan/ Wakil Presiden di masa jabatannya berdasarkan usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketentuan ini telah diatur dalam pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili sengketa kewenangan lembaga negara, termasuk DPR. 3. Hubungan kerjasama antarlembaga negara dalam pengawasan keuangan. Berdasarkan ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Dewan Perwakilan Daerah menerima hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan memberikan pertimbangan untuk pemilihan anggota BPK kepada DPR. Ketentuan ini memberikan hak kepada DPD untuk menjadikan hasil laporan keuangan BPK sebagai bahan dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, dan untuk turut menentukan keanggotaan BPK dalam proses pemilihan anggota BPK. Di samping itu, laporan BPK akan dijadikan sebagai bahan untuk mengajukan usul dan pertimbangan berkenaan dengan RUU APBN.