Tiba di Natuna, Jokowi gelar rapat di KRI yang tembak kapal Cina
23 Juni 2016
Kirim
Image copyrightAFP ISTANA PRESIDEN
Image caption
Joko widodo di KRI Imam Bonjol, Natuna.
Untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo beserta sejumlah menteri kabinet kerja, Kamis (23/06) ini berkunjung ke Perairan Natuna, Propinsi Kepulauan Riau.
Kunjungan di Natuna dilakukan menyusul protes pemerintah Cina pekan lalu atas penembakan kapal nelayan dan penangkapan sejumlah ABK-nya yang diduga mencuri ikan di Natuna.
“Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, Presiden ingin tunjukkan Natuna adalah bagian dari kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung, kepada wartawan, Rabu (22/06).
Setidaknya 30 kapal asing 'akan ditenggelamkan' setelah Lebaran
Hak berdaulat Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif
Presiden yang telah tiba di Kabupaten Natuna, pada pukul 10.00 WIB, didampingi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti dan tiga kepala staf TNI.
Image copyrightAFP ISTANA PRESIDEN
Image caption
Dalam rapat terbatas, Joko Widodo juga menyatakan akan meningkatkan pembangunan di pulau terluar, Natuna.
Mereka dijadwalkan menggelar rapat terbatas di Kapal Perang Indonesia (KRI) Imam Bonjol-383. KRI tersebut adalah kapal perang yang pekan lalu menembak kapal nelayan Cina yang diduga mencuri ikan di perairan Natuna, wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana menyebut rapat terbatas akan membahas sejumlah hal penting yang “berkaitan dengan perairan Natuna yang posisinya berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan”.
Image copyrightAFP AL INDONESIA
Image caption
Proses penangkapan kapal nelayan Cina.
Insiden dengan kapal nelayan Cina
Sebelumnya, pemerintah Cina telah berkali-kali melakukan aksi dan menyampaikan protes atas penangkapan kapal nelayan dan anak buah kapalnya (ABK) karena dituduh menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna.
Insiden pertama, pada 19 Maret lalu, di mana proses penangkapan kapal nelayan Cina yang diduga menangkap ikan secara ilegal, ‘dihalang-halangi’ oleh kapal penjaga pantai Cina, dengan menabrak kapal ikan itu "agar rusak sehingga tak dapat ditarik."
Image caption
Cina melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri, Hua Chunying, berkali-kali menyampaikan protes terhadap penangkapan kapal Cina.
Selanjutnya, delapan ABK dan sebuah kapal asal Cina, ditangkap oleh TNI angkatan laut (AL) pada Jumat, 27 Mei, dengan alasan yang sama. Kementerian Luar Negeri Cina mengeluarkan protes terhadap penangkapan ini.
Peristiwa terbaru trjadi Jumat (17/06): TNI AL mengamankan sebuah kapal berbendera Cina dan tujuh ABK-nya karena disebut mencuri ikan di perairan Natuna. Protes sama dikeluarkan Kemenlu Cina, yang kali ini diikuti klaim bahwa TNI AL telah melukai salah satu ABK. Klaim itu telah dibantah TNI.
Bantahan Indonesia
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, mengklaim, di Natuna, nelayannya menangkap ikan di kawasan penangkapan ikan tradisional Cina.
Namun, pemerintah Indonesia membantah klaim tersebut.
Cina protes penembakan kapal nelayan, TNI AL: "Kami tidak brutal"
Seberapa efektif rencana menambah kekuatan militer di Natuna?
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Selasa (21/06), Menteri Susi Pudjiastuti menegaskan tidak mengakui wilayah tradisional penangkapan ikan dari negara manapun.
Image caption
Susi tegaskan Indonesia tidak akui traditional fishing zone negara manapun, termasuk Cina.
“Kami tidak mengetahui dan tidak mengakui traditional fishing zone siapapun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kecuali di satu wilayah yang telah kita tandatangani bersama di Selat Malaka dengan pemerintah Malaysia,” kata Susi.
Sementara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pihaknya tidak akan menyampaikan protes balasan terhadap pemerintah Cina.
Menurut pendapat Anda, apakah kepentingan pemerintah China dalam melakukan aksi dan menyampaikan protes atas penangkapan kapal nelayan dan anak buah kapalnya (ABK) karena dituduh menangkap ikan secara ilegal dibpetairan Natuna? Dilihat dari sisi ekonomi dan sisi politik
Sisi Ekonomi
.................
Sisi Politik
Sisi Politik :menurut saya,itu juga bertentang dengan UU pasal 17 ayat 1 (kalau tidak salah).Undang undang tersebut menjelaskan bahwa ZEE diukur dari garis luar pantai bangsa tersebut.