ANDHIKAAZIS663
Mujtahid Murajjih, yaitu mujtahid yang meng-isthinbat-kan hukum-hukum yang tidak diijtihadkan oleh para ulama’ sebelumnya. Sebenarnya mujtahid pada tingkatan ini hanya mencari pendapat imam madzhab yang lebih kuat.
Tingkatan pertama adalah Mujtahid Mustaqil (independen, mandiri). Untuk mencapai tingkatan ini, harus dipenuhi seluruh persyaratan ijtihad yang telah disebutkan. Ulama pada tingkatan inilah yang mempunyai otoritas mengkjaji ketetapan hukum langsung dari al-Quran dan Sunnah, melakukan qiyas, mengeluarkan fatwa atas pertimbangan maslahat, menetapkan dalil istihsan dan berpendapat dengan dasar Saddudz Dzara’i. Dengan kata lain, mereka berwenang menggunakan seluruh metode istidlal yang mereka ambil sebagai pedoman, tidak mengekor kepada mujtahid lain. Mereka merumuskan metodologi ijtihadnya sendiri dan menerapkannya pada masalah-masalah furu’ (cabang). Pendapatnya kemudian disebarluaskan ke seluruh masyarakat.
2. Mujtahid Muntasib
Mereka adalah mujtahid-mujtahid yang mengambil/memilih pendapat imamnya dalam ushul dan berbeda pendapat dari imamnya dalam cabang (furu’), meskipun secara umum ijtihadnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang hampir sama dengan hasil ijtihad yang diperoleh imamnya.
3. Mujtahid Madzhab
Mereka mengikuti imamnya baik dalam ushul maupun dalam furu’ yang telah jadi. Peranan mereka terbatas melakkan istinbath hukum terhadap masalah-masalah yang belum diriwayatkan oleh imamnya. Menurut Madzhab Maliky, tidak pernah kosong suatu masa dari mujtahid madzhab. Tugas mereka dalam ijtihad adalah menerapkan ‘illat-‘illat fiqhy yang telah digali oleh para pendahulunya terhadap masalah-masalah yang belum dijumpai di masa lampau. Mujtahid dalam tingkatan ini tidak berhak melakukan ijtihad terhadap masalah-masalah yang telah ada ketetapannya di dalam madzhabnya, kecuali dalam lingkup terbatas. Yaitu, dalam hal istinbath ulama terdahulu (sabiqun) didasarkan pada pertimbangan yang sudah tidak relevan lagi dengan tradisi dan kondisi masyarakat dari ulama mutaakhkhirin. Sekiranya ulama sabiqun itu menyaksikan kenyataan yang disaksikan ulama sekarang, niscaya kan mencabut pendapatnya itu.
Fungsi dan peranan mujtahid madzhab pada hakekatnya meliputi dua hal:
a. Secara murni mengambil kaidah-kaidah yang telah dipakai para imam pendahulunya, serta semua kaidah fiqhiyah yang bersifat umum yang merumuskan dari ‘illat-‘illat qiyas yang telah digali oleh imam-imam besar tersebut.
b. Menggali hukum-hukum yang belum ada ketetapannya berdasarkan kaedah-kaedah tersebut.
Tingkatan inilah yang melahirkan “al-Fiqh al-Madzhaby” (aliran fiqh) dan meletakkan asas-asas bagi perkembangan madzhab-madzhab, serta mengeluarkan ketentuan-ketentuan hukum baru berdasarkan prinsip-prinsip dari madzhab-madzhab tersebut. Mujtahid-mujtahid pada tingkatan ini pula yang meletakkan asas-asas tarjih dan muqayasah (perbandingan) di antara pendapat ulama guna menilai shahih atau dha’ifnya suatu pendapat.
4. Mujtahid Murajjih
Mereka tidak melakukan istinbath terhadap hukum-hukumj furu’ yang belum sempat ditetapkan oleh ulama terdahulu dan belum diketahui hukum-hukumnya. Yang mereka lakukan hanyalah mentarjih (menggunggulkan) di antara pendapat-pendapat yang diriwayatkan dari imamn dengan alat tarjih yang telah dirumuskan oleh mujtahid pada tingkatan di atasnya. Mereka mentarjih sebagian pendapat atas pendapat lain karena dipandanganya kuat dalilnya atau karena sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat masa itu atau alasan-alasan lain, sepanjang tidak termasuk ke dalam kategori melakukan kegiatan sitinbath baru yang independen ataupun mengikuti metode istinbath imamnya.
5. Mujtahid Muwazin
Tingkatan kelima yang disebutkan oleh Ibnu Abidin adalah tingkatan mujtahid Muwazin, yang membanding-bandingkan antara beberapa pendapat dan riwayat. Yang mereka lakukan, misalnya, menetapkan bahwa qiyas yang dipakai dalam pendapat ini lebih mengena dibanding penggunaan qiyas padapendapat lain. Atau, pendapat ini lebih shahih riwayatnya atau lebih kuat dalilnya.
6. Tingkatan Muhafizh
Tingkatan muhafizh tergolong tingkatan muqallid, hanya saja mereka mempunyai hujjah dengan mengetahui hasil tarjih ulama terdahulu. Tugas mereka bukannya melakukan tarjih, akan tetapi mengetahui pendapat yang diunggulkan beserta urutan tingkatan tarjih sesuai dengan hasil garapan mujtahid murajjih. Dengan mengenali hasil tarjih dari mujtahid-mujtahid murajjih, mujtahid muhaffizh dapat memberikan penilaian di antara mereka
1. Mujtahid Mustaqil
Tingkatan pertama adalah Mujtahid Mustaqil (independen, mandiri). Untuk mencapai tingkatan ini, harus dipenuhi seluruh persyaratan ijtihad yang telah disebutkan. Ulama pada tingkatan inilah yang mempunyai otoritas mengkjaji ketetapan hukum langsung dari al-Quran dan Sunnah, melakukan qiyas, mengeluarkan fatwa atas pertimbangan maslahat, menetapkan dalil istihsan dan berpendapat dengan dasar Saddudz Dzara’i. Dengan kata lain, mereka berwenang menggunakan seluruh metode istidlal yang mereka ambil sebagai pedoman, tidak mengekor kepada mujtahid lain. Mereka merumuskan metodologi ijtihadnya sendiri dan menerapkannya pada masalah-masalah furu’ (cabang). Pendapatnya kemudian disebarluaskan ke seluruh masyarakat.
2. Mujtahid Muntasib
Mereka adalah mujtahid-mujtahid yang mengambil/memilih pendapat imamnya dalam ushul dan berbeda pendapat dari imamnya dalam cabang (furu’), meskipun secara umum ijtihadnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang hampir sama dengan hasil ijtihad yang diperoleh imamnya.
3. Mujtahid Madzhab
Mereka mengikuti imamnya baik dalam ushul maupun dalam furu’ yang telah jadi. Peranan mereka terbatas melakkan istinbath hukum terhadap masalah-masalah yang belum diriwayatkan oleh imamnya. Menurut Madzhab Maliky, tidak pernah kosong suatu masa dari mujtahid madzhab. Tugas mereka dalam ijtihad adalah menerapkan ‘illat-‘illat fiqhy yang telah digali oleh para pendahulunya terhadap masalah-masalah yang belum dijumpai di masa lampau. Mujtahid dalam tingkatan ini tidak berhak melakukan ijtihad terhadap masalah-masalah yang telah ada ketetapannya di dalam madzhabnya, kecuali dalam lingkup terbatas. Yaitu, dalam hal istinbath ulama terdahulu (sabiqun) didasarkan pada pertimbangan yang sudah tidak relevan lagi dengan tradisi dan kondisi masyarakat dari ulama mutaakhkhirin. Sekiranya ulama sabiqun itu menyaksikan kenyataan yang disaksikan ulama sekarang, niscaya kan mencabut pendapatnya itu.
Fungsi dan peranan mujtahid madzhab pada hakekatnya meliputi dua hal:
a. Secara murni mengambil kaidah-kaidah yang telah dipakai para imam pendahulunya, serta semua kaidah fiqhiyah yang bersifat umum yang merumuskan dari ‘illat-‘illat qiyas yang telah digali oleh imam-imam besar tersebut.
b. Menggali hukum-hukum yang belum ada ketetapannya berdasarkan kaedah-kaedah tersebut.
Tingkatan inilah yang melahirkan “al-Fiqh al-Madzhaby” (aliran fiqh) dan meletakkan asas-asas bagi perkembangan madzhab-madzhab, serta mengeluarkan ketentuan-ketentuan hukum baru berdasarkan prinsip-prinsip dari madzhab-madzhab tersebut. Mujtahid-mujtahid pada tingkatan ini pula yang meletakkan asas-asas tarjih dan muqayasah (perbandingan) di antara pendapat ulama guna menilai shahih atau dha’ifnya suatu pendapat.
4. Mujtahid Murajjih
Mereka tidak melakukan istinbath terhadap hukum-hukumj furu’ yang belum sempat ditetapkan oleh ulama terdahulu dan belum diketahui hukum-hukumnya. Yang mereka lakukan hanyalah mentarjih (menggunggulkan) di antara pendapat-pendapat yang diriwayatkan dari imamn dengan alat tarjih yang telah dirumuskan oleh mujtahid pada tingkatan di atasnya. Mereka mentarjih sebagian pendapat atas pendapat lain karena dipandanganya kuat dalilnya atau karena sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat masa itu atau alasan-alasan lain, sepanjang tidak termasuk ke dalam kategori melakukan kegiatan sitinbath baru yang independen ataupun mengikuti metode istinbath imamnya.
5. Mujtahid Muwazin
Tingkatan kelima yang disebutkan oleh Ibnu Abidin adalah tingkatan mujtahid Muwazin, yang membanding-bandingkan antara beberapa pendapat dan riwayat. Yang mereka lakukan, misalnya, menetapkan bahwa qiyas yang dipakai dalam pendapat ini lebih mengena dibanding penggunaan qiyas padapendapat lain. Atau, pendapat ini lebih shahih riwayatnya atau lebih kuat dalilnya.
6. Tingkatan Muhafizh
Tingkatan muhafizh tergolong tingkatan muqallid, hanya saja mereka mempunyai hujjah dengan mengetahui hasil tarjih ulama terdahulu. Tugas mereka bukannya melakukan tarjih, akan tetapi mengetahui pendapat yang diunggulkan beserta urutan tingkatan tarjih sesuai dengan hasil garapan mujtahid murajjih. Dengan mengenali hasil tarjih dari mujtahid-mujtahid murajjih, mujtahid muhaffizh dapat memberikan penilaian di antara mereka
Zahrah, Abu, Muhammad, Prof., Ushul al-Fiqh (terjemah: Saefullah Ma’shum, Slamet Basyir, Mujib Rahmat, Hamid Ahmad, Hamdan Rasyid, Ali Zawawi), Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
.