Sejarah perjuangan rakyat NTT melawan kolonialisme
bungaaputrii
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dibentuk tahun 1958. Sebelumnya provinsi ini merupakan bagian dari provinsi Nusa Tenggara yang wilayahnya mencakup Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan NTT. Pembentukkan provinsi ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958.
Pada tahun 1225, Timor telah mengirim utusannya ke Jawa. Berawal dari hubungan perdagangan, mereka menjalin hubungan politik. Ketika Patih Gajah Mada mencetuskan gagasan untuk menyatukan nusantara, wilayah NTT tidak luput dari perhatiannya. Satu demi satu kerajaan di wilayah NTT ditaklukan, seperti Flores, Alor, Pantar, Sumba, dan Timor. Akhirnya seluruh kerajaan di wilayah NTT tunduk terhadap Majapahit.
Pada abad ke 16, NTT mulai berhubungan dengan Portugis. Sejak Malak jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Portugis terus mencari daerah sumber rempah-rempah dan barang hasil alam lainnya, termasuk kayu cendana yang terdapat di NTT. Tahun 1561, Portugis mulai membangun kekuasaan kolonialnya di wilayah NTT. Pusat kekuasaannya ditetapkan di Solor dengan dibangunnya benteng pertahanan. Dari pulau inilah, Portugis melakukan berbagai kegiatanya di wilayah NTT.
Sementara itu, VOC yang menyadari pentingnya wilayah NTT bagi perdagangan, beruaha merebut Pulau Solor dari tanga Portugis. Tahun 1625 dan 1629, VOC melakukan penyerangan terhadap Portugis. Pada serangan ketiga tahun 1653, VOC berhasil merebut benteng Portugis di pulau tersebut. Pada tahun yang sama VOC berhasil merebut benteng Portugis di Kupang. Mereka kemudian memberi nama Fort Concordia bagi benteng tersebut dan kemudian dijadikan basis pertahanan dalam rangka menaklukkan raja-raja Timor.
Portugis yang tersingkir oleh VOC di NTT bagian barat, bertahan di Pulau Timor bagian timur. Wilayah ini sekarang menjadi Timor Leste, negara berdaulat yang terpisah dari Republik Indonesia pada akhir abad 21 ini. Sejak tahun 1701, Portugis menempatkan Antonio Coelho Guerrio sebagai gubernur untuk wilayah Timor dan Solor.
Sementara itu, di Kupang tahun 1756, Belanda berhasil mengikat 15 raja di daerah itu dalam suatu perjanjian. Namun, perjanjian tersebut ternyata tidak menghentikan perlawanan dari beberapa raja di pedalaman. Perlawanan yang dilakukan Raja Sonbai, misalnya, terjadi tahun 1780 pada saat perjanjian itu telah berlaku. Namu, semua perlawanan tersebut dapat diredam Belanda.
Pada tahun 1856, Belanda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang dikenal dengan Traktat Timor. Isinya antara lain berupa pembagian wilayah antara kedua pemerintah kolonial tersebut. Tentunya perjanjian ini mengabaikan kekuasaan raja-raja setempat.
Setelah dibuatnya Traktat Timor, kedudukan Belanda di wilayah NTT semakin kuat. Belanda dapat memusatkan perhatiannya pada penumpasan gerakan perlawanan raja-raja setempat. Belanda berhasil menumpas berbagai perlawanan sehingga pada awal abad ke 20, Belanda telah sepenuhnya menguasai wilayah NTT. Wilayah NTT, dalam perkembangan selanjutnya merupakan suatu keresidenan, yang dinamakan Keresidenan Flores dengan pusat pemerintahan di Kupang.
Awal abad ke 20 merupakan permulaan bangkitnya gerakan kebangsaan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Terkait dengan perjuangan rakyat NTT untuk lepas dari kolonialisme, di Makasar berdiri Timorsch Verbond dan di Bandung berdiri Timorsch Jongeren. Di Kupang, berdiri Perserikatan Timor tahun 1925. Sedangkan organisasi keislaman yang pertama kali berdiri di Timor adalah Organisasi Bintang Timur.
Era penjajahan Belanda di NTT berakhir tanggal 19 Februari 1942. Ketika itu Jepang mendarat di pantai selatan Timor, besoknya berhasil menduduki Kupang. Setelah itu, NTT diatur dengan pemerintahan militer Jepang. Di era Jepang ini, rakyat NTT semakin menderita, harta benda penduduk banyak yang dirampas dan banyak laki-laki dewasa yag dijadikan romusha, semuanya untuk keperluan perang.
Keadaan ini berlangsung sampai Jepang keluar dari NTT karena kalah perang melawan Sekutu. NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu langsung mengambil alih pemerintahan di NTT. Sistem pemerintahan Belanda kembali berdiri. Wilayah NTT disebut Keresidenan Timor yang terdiri dari tiga afdeling, yaitu, Timor dengan pulau-pulaunya, Sumba, dan Flores.
Penjajahan Belanda berakhir saat dibacakannya proklamai kemerdekaan Republik Indonesia. Pasca proklamasi, NTT termasuk ke dalam Negara (Boneka) Indonesia Timur (NIT). Namun ekistensi NIT tidak lama karena rakyat Indonesia tidak menghendakinya. Tahun 1950, NIT melebur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasca peleburan ke dalam NKRI, NTT termasuk ke dalam wilayah Provini Nusa Tenggara. Pada tanggal 14 Agustus 1958, Provini Nusa Tenggara dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, NTB, dan NTT. Wilayah NTT meliputi daerah Flores, Sumba, dan Timor.
Pada tahun 1225, Timor telah mengirim utusannya ke Jawa. Berawal dari hubungan perdagangan, mereka menjalin hubungan politik. Ketika Patih Gajah Mada mencetuskan gagasan untuk menyatukan nusantara, wilayah NTT tidak luput dari perhatiannya. Satu demi satu kerajaan di wilayah NTT ditaklukan, seperti Flores, Alor, Pantar, Sumba, dan Timor. Akhirnya seluruh kerajaan di wilayah NTT tunduk terhadap Majapahit.
Pada abad ke 16, NTT mulai berhubungan dengan Portugis. Sejak Malak jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Portugis terus mencari daerah sumber rempah-rempah dan barang hasil alam lainnya, termasuk kayu cendana yang terdapat di NTT. Tahun 1561, Portugis mulai membangun kekuasaan kolonialnya di wilayah NTT. Pusat kekuasaannya ditetapkan di Solor dengan dibangunnya benteng pertahanan. Dari pulau inilah, Portugis melakukan berbagai kegiatanya di wilayah NTT.
Sementara itu, VOC yang menyadari pentingnya wilayah NTT bagi perdagangan, beruaha merebut Pulau Solor dari tanga Portugis. Tahun 1625 dan 1629, VOC melakukan penyerangan terhadap Portugis. Pada serangan ketiga tahun 1653, VOC berhasil merebut benteng Portugis di pulau tersebut. Pada tahun yang sama VOC berhasil merebut benteng Portugis di Kupang. Mereka kemudian memberi nama Fort Concordia bagi benteng tersebut dan kemudian dijadikan basis pertahanan dalam rangka menaklukkan raja-raja Timor.
Portugis yang tersingkir oleh VOC di NTT bagian barat, bertahan di Pulau Timor bagian timur. Wilayah ini sekarang menjadi Timor Leste, negara berdaulat yang terpisah dari Republik Indonesia pada akhir abad 21 ini. Sejak tahun 1701, Portugis menempatkan Antonio Coelho Guerrio sebagai gubernur untuk wilayah Timor dan Solor.
Sementara itu, di Kupang tahun 1756, Belanda berhasil mengikat 15 raja di daerah itu dalam suatu perjanjian. Namun, perjanjian tersebut ternyata tidak menghentikan perlawanan dari beberapa raja di pedalaman. Perlawanan yang dilakukan Raja Sonbai, misalnya, terjadi tahun 1780 pada saat perjanjian itu telah berlaku. Namu, semua perlawanan tersebut dapat diredam Belanda.
Pada tahun 1856, Belanda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang dikenal dengan Traktat Timor. Isinya antara lain berupa pembagian wilayah antara kedua pemerintah kolonial tersebut. Tentunya perjanjian ini mengabaikan kekuasaan raja-raja setempat.
Setelah dibuatnya Traktat Timor, kedudukan Belanda di wilayah NTT semakin kuat. Belanda dapat memusatkan perhatiannya pada penumpasan gerakan perlawanan raja-raja setempat. Belanda berhasil menumpas berbagai perlawanan sehingga pada awal abad ke 20, Belanda telah sepenuhnya menguasai wilayah NTT. Wilayah NTT, dalam perkembangan selanjutnya merupakan suatu keresidenan, yang dinamakan Keresidenan Flores dengan pusat pemerintahan di Kupang.
Awal abad ke 20 merupakan permulaan bangkitnya gerakan kebangsaan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Terkait dengan perjuangan rakyat NTT untuk lepas dari kolonialisme, di Makasar berdiri Timorsch Verbond dan di Bandung berdiri Timorsch Jongeren. Di Kupang, berdiri Perserikatan Timor tahun 1925. Sedangkan organisasi keislaman yang pertama kali berdiri di Timor adalah Organisasi Bintang Timur.
Era penjajahan Belanda di NTT berakhir tanggal 19 Februari 1942. Ketika itu Jepang mendarat di pantai selatan Timor, besoknya berhasil menduduki Kupang. Setelah itu, NTT diatur dengan pemerintahan militer Jepang. Di era Jepang ini, rakyat NTT semakin menderita, harta benda penduduk banyak yang dirampas dan banyak laki-laki dewasa yag dijadikan romusha, semuanya untuk keperluan perang.
Keadaan ini berlangsung sampai Jepang keluar dari NTT karena kalah perang melawan Sekutu. NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu langsung mengambil alih pemerintahan di NTT. Sistem pemerintahan Belanda kembali berdiri. Wilayah NTT disebut Keresidenan Timor yang terdiri dari tiga afdeling, yaitu, Timor dengan pulau-pulaunya, Sumba, dan Flores.
Penjajahan Belanda berakhir saat dibacakannya proklamai kemerdekaan Republik Indonesia. Pasca proklamasi, NTT termasuk ke dalam Negara (Boneka) Indonesia Timur (NIT). Namun ekistensi NIT tidak lama karena rakyat Indonesia tidak menghendakinya. Tahun 1950, NIT melebur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasca peleburan ke dalam NKRI, NTT termasuk ke dalam wilayah Provini Nusa Tenggara. Pada tanggal 14 Agustus 1958, Provini Nusa Tenggara dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, NTB, dan NTT. Wilayah NTT meliputi daerah Flores, Sumba, dan Timor.