Rayhanaa
Sejarah berdirinya kota kecamatan Kroya tidak lepas dari sejarah terbentuknya wilayah karisidenan Banyumas. Kroya awal mulanya adalah daerah desa kecil pada masa kadipaten Wirasaba. Kemudian setelah perang Diponegoro usai secara politis seluruh daerah Banyumas atau Mancanegara Kulon menjadi milik pemerintah Belanda dan Kroya termasuk didalamnya. Hal ini terbukti karena pada tanggal 20 September 1830, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda bernama Hallewijn memberikan laporan umum hasil kerjanya kepada pihak Komisaris Kerajaan yaitu Jenderal De Kock yang berada di Sokaraja. Laporan tersebut berhubungan dengan luasnya cakupan wilayah karisidenan Banyumasan yang hendak dibentuk dimana meliputi daerah Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer (Kebumen) , Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adireja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, dan berbagai daerah lain. Dengan dibentuknya wilayah karisidenan,tahun 1843 akhirnya pemerintah Belanda mulai membangun akses jalan dari Banyumas ke selatan menerobos gunung Karangrau hingga ke Buntu dan disambung ke selatan lagi sampai Kroya. Mulanya Kroya justru masuk ke wilayah distrik Adireja dan hanya berstatus sebagai kawedanan. Kala itu distrik Adireja mencakup wilayah Adipala, kroya, Nusawungu, Pantai Ayah, Maos, Kalireja dan sekitarnya. Namun pada akhirnya status Kroya naik menjadi distrik yang membawahi sebagian besar bekas distrik Adireja. Kenaikan status Kroya menjadi distrik karena wilayah ini lebih cepat berkembang, akses lebih dekat dari pusat karisidenan, dan terdapat jalur rel kereta api startegis yang menghubungkan jalur dari Cirebon, Purwokerto dari utara dan Bandung, Cilacap dari selatan. Selang beberapa lama pasca kemerdekaan, pemekaran wilayah Cilacap bagian timur dilakukan sekitar tahun 1980-an. Kroya yang awalnya menjadi distrik akhirnya dipecah menjadi beberapa kecamatan, diantaranya adalah kecamatan Kroya, kecamatan Adipala, kecamatan Nusawungu, kecamatan Sampang, dan kecamatan Binangun. Demografi wilayah secara kepemerintahan Kecamatan Kroya bisa disimpulkan memang sudah mengalami penurunan status, jika sebelumnya merupakan wilayah Kawedanan (yang meliputi 5 Kecamatan) pada masa Hindia Belanda Hingga tahun 1980-an, maka kini hanya menjadi wilayah kecamatan saja. idealnya Kecamatan Kroya bisa menjadi daerah otonom baru (Kota / Kabupaten), persyaratan yang sesuai dengan RUU DOB (Daerah Otonomi Baru) yang telah diperkuat dengan Amanat Presiden Nomor R-66/PRES/12/2013 yang meliputi Aspek Administratif, Syarat Kewilayahan dan Syarat Teknis bisa dipenuhi Kecamatan Kroya.
1 votes Thanks 3
adsads
Kota merupakan kota berkembang dan menjadi pusat perdagangan di wilayah timur Cilacap. Kroya juga dikenal sebagai jalur pertemuan antara jalur KA dari arah Bandung-Tasikmalaya dengan jalur KA dari Cirebon (Kejaksan)-Purwokerto menuju antara dari Yogyakarta, Madiun dan Surabaya. Hal ini mengakibatkan Stasiun Kroya memiliki tingkat lalu lintas terpadat di Daerah Operasi 5 Purwokerto, dan untuk mengakomodasinya, emplasemen stasiun ini dibuat sepanjang 600 m. Stasiun Kroya diklaim merupakan stasiun terbesar di wilayah Kab. Cilacap. Di sisi lain kota Kroya memiliki sebuah pasar tradisonal yang cukup besar serta berada di tempat yang strategis. Kroya berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten Banyumas di sebelah utara, dan timur laut, kemudian berbatasan dengan kecamatan Nusawungu di sebelah timur ,kecamatan Adipala di sebelah barat dan kecamatan binangun di sebelah selatan. Nama kota ini mirip dg di daerah Indramayu, Jawa Barat yaitu Kroya. sejarah :
Sejarah berdirinya kota kecamatan Kroya tidak lepas dari sejarah terbentuknya wilayah karisidenan Banyumas. Kroya awal mulanya adalah daerah desa kecil pada masa kadipaten Wirasaba. Kemudian setelah perang Diponegoro usai secara politis seluruh daerah Banyumas atau Mancanegara Kulon menjadi milik pemerintah Belanda dan Kroya termasuk didalamnya. Hal ini terbukti karena pada tanggal 20 September 1830, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda bernama Hallewijn memberikan laporan umum hasil kerjanya kepada pihak Komisaris Kerajaan yaitu Jenderal De Kock yang berada di Sokaraja. Laporan tersebut berhubungan dengan luasnya cakupan wilayah karisidenan Banyumasan yang hendak dibentuk dimana meliputi daerah Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer (Kebumen) , Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adireja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, dan berbagai daerah lain. Dengan dibentuknya wilayah karisidenan,tahun 1843 akhirnya pemerintah Belanda mulai membangun akses jalan dari Banyumas ke selatan menerobos gunung Karangrau hingga ke Buntu dan disambung ke selatan lagi sampai Kroya. Mulanya Kroya justru masuk ke wilayah distrik Adireja dan hanya berstatus sebagai kawedanan. Kala itu distrik Adireja mencakup wilayah Adipala, kroya, Nusawungu, Pantai Ayah, Maos, Kalireja dan sekitarnya. Namun pada akhirnya status Kroya naik menjadi distrik yang membawahi sebagian besar bekas distrik Adireja. Kenaikan status Kroya menjadi distrik karena wilayah ini lebih cepat berkembang, akses lebih dekat dari pusat karisidenan, dan terdapat jalur rel kereta api startegis yang menghubungkan jalur dari Cirebon, Purwokerto dari utara dan Bandung, Cilacap dari selatan. Selang beberapa lama pasca kemerdekaan, pemekaran wilayah Cilacap bagian timur dilakukan sekitar tahun 1980-an. Kroya yang awalnya menjadi distrik akhirnya dipecah menjadi beberapa kecamatan, diantaranya adalah kecamatan Kroya, kecamatan Adipala, kecamatan Nusawungu, kecamatan Sampang, dan kecamatan Binangun. Demografi wilayah secara kepemerintahan Kecamatan Kroya bisa disimpulkan memang sudah mengalami penurunan status, jika sebelumnya merupakan wilayah Kawedanan (yang meliputi 5 Kecamatan) pada masa Hindia Belanda Hingga tahun 1980-an, maka kini hanya menjadi wilayah kecamatan saja. idealnya Kecamatan Kroya bisa menjadi daerah otonom baru (Kota / Kabupaten), persyaratan yang sesuai dengan RUU DOB (Daerah Otonomi Baru) yang telah diperkuat dengan Amanat Presiden Nomor R-66/PRES/12/2013 yang meliputi Aspek Administratif, Syarat Kewilayahan dan Syarat Teknis bisa dipenuhi Kecamatan Kroya.
sejarah :
Sejarah berdirinya kota kecamatan Kroya tidak lepas dari sejarah terbentuknya wilayah karisidenan Banyumas. Kroya awal mulanya adalah daerah desa kecil pada masa kadipaten Wirasaba. Kemudian setelah perang Diponegoro usai secara politis seluruh daerah Banyumas atau Mancanegara Kulon menjadi milik pemerintah Belanda dan Kroya termasuk didalamnya. Hal ini terbukti karena pada tanggal 20 September 1830, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda bernama Hallewijn memberikan laporan umum hasil kerjanya kepada pihak Komisaris Kerajaan yaitu Jenderal De Kock yang berada di Sokaraja. Laporan tersebut berhubungan dengan luasnya cakupan wilayah karisidenan Banyumasan yang hendak dibentuk dimana meliputi daerah Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer (Kebumen) , Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adireja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, dan berbagai daerah lain. Dengan dibentuknya wilayah karisidenan,tahun 1843 akhirnya pemerintah Belanda mulai membangun akses jalan dari Banyumas ke selatan menerobos gunung Karangrau hingga ke Buntu dan disambung ke selatan lagi sampai Kroya. Mulanya Kroya justru masuk ke wilayah distrik Adireja dan hanya berstatus sebagai kawedanan. Kala itu distrik Adireja mencakup wilayah Adipala, kroya, Nusawungu, Pantai Ayah, Maos, Kalireja dan sekitarnya. Namun pada akhirnya status Kroya naik menjadi distrik yang membawahi sebagian besar bekas distrik Adireja. Kenaikan status Kroya menjadi distrik karena wilayah ini lebih cepat berkembang, akses lebih dekat dari pusat karisidenan, dan terdapat jalur rel kereta api startegis yang menghubungkan jalur dari Cirebon, Purwokerto dari utara dan Bandung, Cilacap dari selatan. Selang beberapa lama pasca kemerdekaan, pemekaran wilayah Cilacap bagian timur dilakukan sekitar tahun 1980-an. Kroya yang awalnya menjadi distrik akhirnya dipecah menjadi beberapa kecamatan, diantaranya adalah kecamatan Kroya, kecamatan Adipala, kecamatan Nusawungu, kecamatan Sampang, dan kecamatan Binangun. Demografi wilayah secara kepemerintahan Kecamatan Kroya bisa disimpulkan memang sudah mengalami penurunan status, jika sebelumnya merupakan wilayah Kawedanan (yang meliputi 5 Kecamatan) pada masa Hindia Belanda Hingga tahun 1980-an, maka kini hanya menjadi wilayah kecamatan saja. idealnya Kecamatan Kroya bisa menjadi daerah otonom baru (Kota / Kabupaten), persyaratan yang sesuai dengan RUU DOB (Daerah Otonomi Baru) yang telah diperkuat dengan Amanat Presiden Nomor R-66/PRES/12/2013 yang meliputi Aspek Administratif, Syarat Kewilayahan dan Syarat Teknis bisa dipenuhi Kecamatan Kroya.