panggabeandeloy
1526, "Banjarmasih", yang artinya perkampungan "Oloh Masih" (orang Melayu), dipimpin kepala kampung berasal dari Sumatera yang bergelar Patih Masih. 1526-1550, masa pemerintahan Pangeran Samudera (Raja I) di Banjarmasin. Setelah mendapat dukungan Kesultanan Demak untuk lepas dari Kerajaan Negara Daha. 24 September 1526/6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah. Tanggal ini kemudian dijadikan sebagai Hari Jadi Kota Banjarmasin. 1550-1570, masa pemerintahan Sultan Rahmatullah (Raja II) di Banjarmasin. 1570-1620, masa pemerintahan Sultan Hidayatullah (Raja III) di Banjarmasin. 1520-1620, masa pemerintahan Sultan Musta'inbillah (Raja IV) di Banjarmasin hingga 1612. 1596, Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten. 7 Juli 1607, ekspedisi Belanda, dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin. 1612, Belanda menembak hancur Banjar Lama, (Kampung Keraton) di Kuin, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Martapura. 1734-1759, masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I di Martapura. 10 Sya'ban 1159 H, renovasi dan pembuatan Lawang Agung Masjid Sultan Suriansyah oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I. 27 Rajab 1296 H, pembuatan mimbar Masjid Sultan Suriansyah oleh Haji Muhammad Ali an-Najri. 1811 : Alexander Hare menjadi perwakilan Inggris di Banjarmasin[1] 1817 : Belanda kembali menguasai Banjarmasin.[2] 15 Muharram 1251 H/1825, Undang-undang Sultan Adam/UUSA 1825. 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba dan mulai menyebarkan agama Kristen di Banjarmasin.[3][4] 1857-1859, pemerintahan Sultan Tamjidillah yang ditetapkan Belanda menjadi raja Banjar menggantikan Sultan Adam. 1859, Sultan Tamjidillah diasingkan ke Bogor, Pangeran Mangkubumi Hidayat diasingkan ke Cianjur. 1860, wilayah Kerajaan Banjar dijadikan Afdeeling Bandjermasin dan Afdeeling Oloe Soengai.