Mengapa kelestarian hutan memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim dunia?
Nina018
Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan Iklim : Suatu Telaah Reflektif Pemanasan global (global warming) sudah menjadi fakta tak terbantahkan di tingkat global maupun lokal. Peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi sebagai akibat efek rumah kaca telah menimbulkan dampak yang begitu nyata, yaitu perubahan iklim. Anomali iklim yang serta merta terjadi di seluruh bagian dunia menjadi sorotan hangat di semua kalangan, baik lintas sektor maupun lintas aktor. Histerianya disusul dengan bentuk degradasi spasial terhadap kualitas fisik dan material bumi. Beberapa di antaranya memang kurang terasa, sementara sisanya begitu nyata di hadapan kita. Bagi sebagian orang, isu perubahan iklim mungkin masih begitu abstrak karena dampaknya hanya terlihat nyata di lingkungan yang terasing dan non kualitatif. Namun bagi negara-negara besar yang notabene sebagai pengguna energi bumi, baik yang berasal dari dalam maupun sumber daya hayati secara eksploitatif, tentunya akan menyadari bagaimana iklim itu menunjukkan perubahannya. Katakanlah seperti bencana banjir dan kekeringan yang selalu menyapa dalam setiap pergantian musim yang tak teratur. Seperti sudah ditakdirkan dari awal, kerusakan bumi pasti tak bisa dihindari. Seperti yang dikatakan oleh ahli biologi Camille Parmesan dalam penelitiannya tentang efek perubahan iklim terhadap kehidupan liar di seluruh dunia, bahwa dampak perubahan iklim sudah terasa di setiap benua dan samudra. Tidak ada kawasan yang kebal terhadap perubahan tersebut, bahkan di sejumlah wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim mengalami penurunan serta kepunahan sejumlah spesies. . Sejenak kita cermati, sejatinya Gas Rumah Kaca (GRK) yang secara alamiah ada untuk menjaga stabilitas suhu bumi telah kehilangan kontrol akan fungsi aslinya. Efek rumah kaca membuat panas terakumulasi di bumi dengan sedikit yang bisa terbuang ke atmosfer. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah Karbon Dioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer. Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan global yang berbedabeda. Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari CO2. Sebagai contoh sebuah molekul metana menghasilkan efek pemanasan 23 kali dari molekul CO2. Molekul NO bahkan menghasilkan efek pemanasan sampai 300 kali dari molekul CO2. Gas-gas lain seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2. Tetapi untungnya pemakaian CFC telah dilarang di banyak negara karena CFC telah lama dituding sebagai penyebab rusaknya lapisan ozon.
0 votes Thanks 7
Nina018
Karbon dioksida dulu tidak mempunyai reputasi yang begitu buruk. Gas ini dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan proses fotosintesis dan, seperti gas rumah kaca lainnya, berguna untuk mempertahankan suhu bumi di malam hari dengan menahan sebagian pancaran balik cahaya matahari. Temperatur bumi ini juga dipengaruhi oleh faktor alam lain seperti perubahan matahari dan letusan gunung berapi yang besar.
Nina018
Namun, konsentrasi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya meningkat drastis setelah adanya industrialisasi dan sejak manusia mulai menggunakan bahan bakar fosil, yang melepaskan banyak karbon ke atmosfer. Semakin banyak pancaran balik cahaya matahari yang terperangkap dan temperatur bumi naik dengan rata-rata sekitar 0,4 derajat Celcius sejak tahun 1970-an.
Nina018
Sembilan dari 10 tahun terpanas dalam sejarah terjadi pada dekade terakhir, bahkan tahun 2010 tercatat sebagai tahun terpanas, sejajar dengan tahun 2005. Banyak orang pada awalnya menentang adanya perubahan iklim dan mempertanyakan peran manusia di dalamnya. Setelah mengkaji ratusan hasil studi dari seluruh dunia, para ahli yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change pada tahun 2007 sepakat bahwa kegiatan manusia merupakan penyebab utama pemanasan global
Nina018
. Faktor alam semata tidak cukup kuat untuk menjelaskan pemanasan secepat ini. Kenaikan suhu bumi tidak boleh melampaui 2 derajat pada tahun 2025 untuk membatasi akibat buruknya bagi hidup manusia.
Nina018
Perubahan iklim membawa dampak ekologis yang besar bagi kehidupan di bumi. Iklim yang semakin panas akan mempengaruhi ketersediaan air serta meningkatkan intensitas kondisi cuaca ekstrim seperti badai dan kekeringan. Banyak petani di Indonesia sudah merasakan hal ini dalam kesulitan mereka untuk memperkirakan waktu tanam dengan musim yang semakin tidak menentu. Lapisan es di kutub juga mencair dan akan menyebabkan meningkatnya permukaan air laut.
Nina018
Indonesia memiliki 55.000 kilometer pantai, kedua terpanjang di dunia setelah Kanada, dan kenaikan permukaan laut ini akan menimbulkan banyak kesulitan di daerah padat penduduk serta hilangnya pulau-pulau kecil. Bukan hanya manusia, perubahan iklim juga mempengaruhi tanaman dan binatang yang memiliki batas adaptasi ekologis yang rendah. Sebagian mungkin bisa pindah dan beradaptasi, tetapi yang lain akan punah.
Nina018
Beruang kutub, misalnya, tidak akan bisa pindah ke mana-mana jika lapisan es tempat mereka hidup sudah mencair. .Para pakar iklim telah banyak berpendapat tentang kondisi bumi untuk 1-2 dekade ke depan. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah lembaga peneliti iklim dari asosiasi pakar ilmu bumi terkemuka pernah memprediksikan kenaikan permukaan air laut sebanyak 18-58 cm di tahun 2100, bahkan bisa mencapai 90 cm atau lebih.
Pemanasan global (global warming) sudah menjadi fakta tak terbantahkan di tingkat global maupun lokal. Peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi sebagai akibat efek rumah kaca telah menimbulkan dampak yang begitu nyata, yaitu perubahan iklim. Anomali iklim yang serta merta terjadi di seluruh bagian dunia menjadi sorotan hangat di semua kalangan, baik lintas sektor maupun lintas aktor. Histerianya disusul dengan bentuk degradasi spasial terhadap kualitas fisik dan material bumi. Beberapa di antaranya memang kurang terasa, sementara sisanya begitu nyata di hadapan kita. Bagi sebagian orang, isu perubahan iklim mungkin masih begitu abstrak karena dampaknya hanya terlihat nyata di lingkungan yang terasing dan non kualitatif. Namun bagi negara-negara besar yang notabene sebagai pengguna energi bumi, baik yang berasal dari dalam maupun sumber daya hayati secara eksploitatif, tentunya akan menyadari bagaimana iklim itu menunjukkan perubahannya. Katakanlah seperti bencana banjir dan kekeringan yang selalu menyapa dalam setiap pergantian musim yang tak teratur. Seperti sudah ditakdirkan dari awal, kerusakan bumi pasti tak bisa dihindari. Seperti yang dikatakan oleh ahli biologi Camille Parmesan dalam penelitiannya tentang efek perubahan iklim terhadap kehidupan liar di seluruh dunia, bahwa dampak perubahan iklim sudah terasa di setiap benua dan samudra. Tidak ada kawasan yang kebal terhadap perubahan tersebut, bahkan di sejumlah wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim mengalami penurunan serta kepunahan sejumlah spesies.
. Sejenak kita cermati, sejatinya Gas Rumah Kaca (GRK) yang secara alamiah ada untuk menjaga stabilitas suhu bumi telah kehilangan kontrol akan fungsi aslinya. Efek rumah kaca membuat panas terakumulasi di bumi dengan sedikit yang bisa terbuang ke atmosfer. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah Karbon Dioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer. Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan global yang berbedabeda. Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari CO2. Sebagai contoh sebuah molekul metana menghasilkan efek pemanasan 23 kali dari molekul CO2. Molekul NO bahkan menghasilkan efek pemanasan sampai 300 kali dari molekul CO2. Gas-gas lain seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2. Tetapi untungnya pemakaian CFC telah dilarang di banyak negara karena CFC telah lama dituding sebagai penyebab rusaknya lapisan ozon.