disyakurniaputri
A) Masa Pemerintahan Fatahillah (Sunan Gunung Jati) Kita kembali pada permulaan abad XVI, pada waktu itu Pasundan merupakan kerajaan Hindu yaitu Kerajaan Pajajaran dengan ibokota Pakuan, daerah Banten merupakan bagian dari Pajajaran. Perdagangan dan pelayaran di Banten makin lama makin ramai karena: ØSetelah Kesultanan Malaka (Tahun 1511) dan Kesultanan Samudera Pasai (Tahun 1521) jatuh ketangan Portugis. Banyak pedagang Islam pindah ke daerah Banten, di Banten, mereka meneruskan perdagangan dan mengajarkan agama Islam. ØSetelah Kesultanan Malaka dan Kesultanan Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis, banyak pedagang Islam yang hendak ke Indonesia tidak mau melalui Selat Malaka. Mereka menyusuri pantai barat Sumatera masuk Selat Sunda dan singgah di Banten. Denga demikian, Banten menjadi Bandar besar dan mendapat pengaruh besar pula dari agama Islam. Dengan meluasnya pengaruh Islam tersebut, raja Pajajaran menjadi gelisah. Oleh karenanya raja Pajaaran mencari hubungan dengan bangsa Portugis (di Semenanjung Malaka) dengan harapan untuk memperoleh bantuan jika pada suatu waktu harus menghadapi kaum Islam. Isi perjanjian antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis diadakan pada tahun 1522, dengan syarat: ØBangsa Portugis diperolehkan membuat benteng di Sunda Kepala (Sekarang: Jakarta), ØBangsa Portugis akan mendapat monopoli perdagangan lada. ØBangsa Portugis akan mendapat hadiah lada tiap tahun. Pada tahun 1521, Portugis merebut Kesultanan Samudera Pasai. Faletehan (Fatahillah) meninggalkan Kesultanan Samudera Pasai lalu pergi ke Mekah untuk mempelajari agama Islam. Setelah beberapa tahun di Mekah, kembali ke Kesultanan Samudera Pasai dan sesudah beberapa tahun kemudian, ia pindah ke Kesultanan Demak. Fatahillah menikah dengan saudara Sultan Trenggana. Setelah berunding dengan Sultan Trenggana, ia pergi ke Banten (1526) untuk menyiarkan agama Islam dan untuk menahan masuknya kekuasaan Portugis di Jawa Barat. Ddi Banten, di terima oleh wakil Raja. Usaha Faletehan (Fatahillah) untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, berjalan dengan lancar. Disamping itu, Faletehan (Fatahillah) juga mempersiapkan usaha Kesultanan Demak untuk merebut kekuasaan di Banten. Tugas Faletehan (Fatahillah) dapat diselesaikan dengan baik, karena Banten kemudian dapat diduduki dan bangsa Portugis dapat diusir dari Sunda Kelapa (1527). Sejak saat itulah (1527) nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta (sekarang: Jakarta). Usaha Portugis untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa yang sejak 1527 sudah dikuasai oleh Faletehan (Fatahillah), tidak berhasil. Serangan Portugis terhadap Sunda Kelapa, gagal sama sekali. Kemudian, daerah Cirebon juga dikuasainya. Dengan demikian daerah kekuasaannya meliputi: Banten, Jayakarta, dan Cirebon. Faletehan (Fatahillah) meemgang pemerintahan yang berkedudukan di Banten dan termasuk daerah kekuasaan Kesultanan Demak. Pada tahun 1552, Faletehan (Fatahillah) turun takhta. Pemerintahan di Banten dan Jayakarta diserahkan kepada puteranya yaitu Hasanuddin dan Cirebon diserahkan kepada “cicinda” yaitu Panembahan Ratu. Faletehan (Fatahillah) sendiri menetap di Cirebon untuk memperdalam dan menyiarkan agama Islam. Faletehan (Fatahillah) meninggal pada tahun 1570 dan dimakamkan tidak jauh dari kota yaitu pada sebuah bukit yang disebut GunungJati. Karena itu Faletehan (Fatahillah) biasa disebut Sunan Gunung Jati.
semoga berhasil!!!
2 votes Thanks 19
jonymanchunian
Setelah Kesultanan Malaka (Tahun 1511) dan Kesultanan Samudera Pasai (Tahun 1521) jatuh ketangan Portugis. Banyak pedagang Islam pindah ke daerah Banten, di Banten, mereka meneruskan perdagangan dan mengajarkan agama Islam. ØSetelah Kesultanan Malaka dan Kesultanan Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis, banyak pedagang Islam yang hendak ke Indonesia tidak mau melalui Selat Malaka. Mereka menyusuri pantai barat Sumatera masuk Selat Sunda dan singgah di Banten. Denga demikian, Banten menjadi Bandar besar dan mendapat pengaruh besar pula dari agama Islam. Dengan meluasnya pengaruh Islam tersebut, raja Pajajaran menjadi gelisah. Oleh karenanya raja Pajaaran mencari hubungan dengan bangsa Portugis (di Semenanjung Malaka) dengan harapan untuk memperoleh bantuan jika pada suatu waktu harus menghadapi kaum Islam. Isi perjanjian antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis diadakan pada tahun 1522, dengan syarat: ØBangsa Portugis diperolehkan membuat benteng di Sunda Kepala (Sekarang: Jakarta), ØBangsa Portugis akan mendapat monopoli perdagangan lada. ØBangsa Portugis akan mendapat hadiah lada tiap tahun. Pada tahun 1521, Portugis merebut Kesultanan Samudera Pasai. Faletehan (Fatahillah) meninggalkan Kesultanan Samudera Pasai lalu pergi ke Mekah untuk mempelajari agama Islam. Setelah beberapa tahun di Mekah, kembali ke Kesultanan Samudera Pasai dan sesudah beberapa tahun kemudian, ia pindah ke Kesultanan Demak. Fatahillah menikah dengan saudara Sultan Trenggana. Setelah berunding dengan Sultan Trenggana, ia pergi ke Banten (1526) untuk menyiarkan agama Islam dan untuk menahan masuknya kekuasaan Portugis di Jawa Barat. Ddi Banten, di terima oleh wakil Raja. Usaha Faletehan (Fatahillah) untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, berjalan dengan lancar. Disamping itu, Faletehan (Fatahillah) juga mempersiapkan usaha Kesultanan Demak untuk merebut kekuasaan di Banten. Tugas Faletehan (Fatahillah) dapat diselesaikan dengan baik, karena Banten kemudian dapat diduduki dan bangsa Portugis dapat diusir dari Sunda Kelapa (1527). Sejak saat itulah (1527) nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta (sekarang: Jakarta). Usaha Portugis untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa yang sejak 1527 sudah dikuasai oleh Faletehan (Fatahillah), tidak berhasil. Serangan Portugis terhadap Sunda Kelapa, gagal sama sekali. Kemudian, daerah Cirebon juga dikuasainya. Dengan demikian daerah kekuasaannya meliputi: Banten, Jayakarta, dan Cirebon. Faletehan (Fatahillah) meemgang pemerintahan yang berkedudukan di Banten dan termasuk daerah kekuasaan Kesultanan Demak. Pada tahun 1552, Faletehan (Fatahillah) turun takhta. Pemerintahan di Banten dan Jayakarta diserahkan kepada puteranya yaitu Hasanuddin dan Cirebon diserahkan kepada “cicinda” yaitu Panembahan Ratu. Faletehan (Fatahillah) sendiri menetap di Cirebon untuk memperdalam dan menyiarkan agama Islam. Faletehan (Fatahillah) meninggal pada tahun 1570 dan dimakamkan tidak jauh dari kota yaitu pada sebuah bukit yang disebut GunungJati. Karena itu Faletehan (Fatahillah) biasa disebut Sunan Gunung Jati.
Kita kembali pada permulaan abad XVI, pada waktu itu Pasundan merupakan kerajaan Hindu yaitu Kerajaan Pajajaran dengan ibokota Pakuan, daerah Banten merupakan bagian dari Pajajaran. Perdagangan dan pelayaran di Banten makin lama makin ramai karena:
Ø Setelah Kesultanan Malaka (Tahun 1511) dan Kesultanan Samudera Pasai (Tahun 1521) jatuh ketangan Portugis. Banyak pedagang Islam pindah ke daerah Banten, di Banten, mereka meneruskan perdagangan dan mengajarkan agama Islam.
Ø Setelah Kesultanan Malaka dan Kesultanan Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis, banyak pedagang Islam yang hendak ke Indonesia tidak mau melalui Selat Malaka. Mereka menyusuri pantai barat Sumatera masuk Selat Sunda dan singgah di Banten. Denga demikian, Banten menjadi Bandar besar dan mendapat pengaruh besar pula dari agama Islam.
Dengan meluasnya pengaruh Islam tersebut, raja Pajajaran menjadi gelisah. Oleh karenanya raja Pajaaran mencari hubungan dengan bangsa Portugis (di Semenanjung Malaka) dengan harapan untuk memperoleh bantuan jika pada suatu waktu harus menghadapi kaum Islam. Isi perjanjian antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis diadakan pada tahun 1522, dengan syarat:
Ø Bangsa Portugis diperolehkan membuat benteng di Sunda Kepala (Sekarang: Jakarta),
Ø Bangsa Portugis akan mendapat monopoli perdagangan lada.
Ø Bangsa Portugis akan mendapat hadiah lada tiap tahun.
Pada tahun 1521, Portugis merebut Kesultanan Samudera Pasai. Faletehan (Fatahillah) meninggalkan Kesultanan Samudera Pasai lalu pergi ke Mekah untuk mempelajari agama Islam. Setelah beberapa tahun di Mekah, kembali ke Kesultanan Samudera Pasai dan sesudah beberapa tahun kemudian, ia pindah ke Kesultanan Demak. Fatahillah menikah dengan saudara Sultan Trenggana. Setelah berunding dengan Sultan Trenggana, ia pergi ke Banten (1526) untuk menyiarkan agama Islam dan untuk menahan masuknya kekuasaan Portugis di Jawa Barat.
Ddi Banten, di terima oleh wakil Raja. Usaha Faletehan (Fatahillah) untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, berjalan dengan lancar. Disamping itu, Faletehan (Fatahillah) juga mempersiapkan usaha Kesultanan Demak untuk merebut kekuasaan di Banten.
Tugas Faletehan (Fatahillah) dapat diselesaikan dengan baik, karena Banten kemudian dapat diduduki dan bangsa Portugis dapat diusir dari Sunda Kelapa (1527). Sejak saat itulah (1527) nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta (sekarang: Jakarta). Usaha Portugis untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa yang sejak 1527 sudah dikuasai oleh Faletehan (Fatahillah), tidak berhasil. Serangan Portugis terhadap Sunda Kelapa, gagal sama sekali.
Kemudian, daerah Cirebon juga dikuasainya. Dengan demikian daerah kekuasaannya meliputi: Banten, Jayakarta, dan Cirebon. Faletehan (Fatahillah) meemgang pemerintahan yang berkedudukan di Banten dan termasuk daerah kekuasaan Kesultanan Demak.
Pada tahun 1552, Faletehan (Fatahillah) turun takhta. Pemerintahan di Banten dan Jayakarta diserahkan kepada puteranya yaitu Hasanuddin dan Cirebon diserahkan kepada “cicinda” yaitu Panembahan Ratu. Faletehan (Fatahillah) sendiri menetap di Cirebon untuk memperdalam dan menyiarkan agama Islam. Faletehan (Fatahillah) meninggal pada tahun 1570 dan dimakamkan tidak jauh dari kota yaitu pada sebuah bukit yang disebut GunungJati. Karena itu Faletehan (Fatahillah) biasa disebut Sunan Gunung Jati.
semoga berhasil!!!
Ø Setelah Kesultanan Malaka dan Kesultanan Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis, banyak pedagang Islam yang hendak ke Indonesia tidak mau melalui Selat Malaka. Mereka menyusuri pantai barat Sumatera masuk Selat Sunda dan singgah di Banten. Denga demikian, Banten menjadi Bandar besar dan mendapat pengaruh besar pula dari agama Islam.
Dengan meluasnya pengaruh Islam tersebut, raja Pajajaran menjadi gelisah. Oleh karenanya raja Pajaaran mencari hubungan dengan bangsa Portugis (di Semenanjung Malaka) dengan harapan untuk memperoleh bantuan jika pada suatu waktu harus menghadapi kaum Islam. Isi perjanjian antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis diadakan pada tahun 1522, dengan syarat:
Ø Bangsa Portugis diperolehkan membuat benteng di Sunda Kepala (Sekarang: Jakarta),
Ø Bangsa Portugis akan mendapat monopoli perdagangan lada.
Ø Bangsa Portugis akan mendapat hadiah lada tiap tahun.
Pada tahun 1521, Portugis merebut Kesultanan Samudera Pasai. Faletehan (Fatahillah) meninggalkan Kesultanan Samudera Pasai lalu pergi ke Mekah untuk mempelajari agama Islam. Setelah beberapa tahun di Mekah, kembali ke Kesultanan Samudera Pasai dan sesudah beberapa tahun kemudian, ia pindah ke Kesultanan Demak. Fatahillah menikah dengan saudara Sultan Trenggana. Setelah berunding dengan Sultan Trenggana, ia pergi ke Banten (1526) untuk menyiarkan agama Islam dan untuk menahan masuknya kekuasaan Portugis di Jawa Barat.
Ddi Banten, di terima oleh wakil Raja. Usaha Faletehan (Fatahillah) untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, berjalan dengan lancar. Disamping itu, Faletehan (Fatahillah) juga mempersiapkan usaha Kesultanan Demak untuk merebut kekuasaan di Banten.
Tugas Faletehan (Fatahillah) dapat diselesaikan dengan baik, karena Banten kemudian dapat diduduki dan bangsa Portugis dapat diusir dari Sunda Kelapa (1527). Sejak saat itulah (1527) nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta (sekarang: Jakarta). Usaha Portugis untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa yang sejak 1527 sudah dikuasai oleh Faletehan (Fatahillah), tidak berhasil. Serangan Portugis terhadap Sunda Kelapa, gagal sama sekali.
Kemudian, daerah Cirebon juga dikuasainya. Dengan demikian daerah kekuasaannya meliputi: Banten, Jayakarta, dan Cirebon. Faletehan (Fatahillah) meemgang pemerintahan yang berkedudukan di Banten dan termasuk daerah kekuasaan Kesultanan Demak.
Pada tahun 1552, Faletehan (Fatahillah) turun takhta. Pemerintahan di Banten dan Jayakarta diserahkan kepada puteranya yaitu Hasanuddin dan Cirebon diserahkan kepada “cicinda” yaitu Panembahan Ratu. Faletehan (Fatahillah) sendiri menetap di Cirebon untuk memperdalam dan menyiarkan agama Islam. Faletehan (Fatahillah) meninggal pada tahun 1570 dan dimakamkan tidak jauh dari kota yaitu pada sebuah bukit yang disebut GunungJati. Karena itu Faletehan (Fatahillah) biasa disebut Sunan Gunung Jati.