Jelaskan tentang proses pembentukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
indrawana
SEJARAH PEMBENTUKAN UUD 1945 18 Agustus 1945, Undang-undang Dasar 1945 berlaku Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang masih genting, Panitia Persiapan Kemerdekaan membuat Pasal IV Aturan Peralihan, yang berbunyi, “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional”.
Pada Tanggal 29 Agustus 1945, Komite Nasional Indonesia Pusat Untuk membantu kerja Presiden RI dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat serta anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pimpinan Komite Nasional Indonesia Pusat terdiri dari : Mr. Kasman Singodimedjo sebagai ketua, dan wakil ketua Mr. Sutardjo § Kartohadikusuma, Mr. J. Latuharhary, Adam Malik
pada 16 Oktober 1945, Maklumat Wakil Presiden Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang berbunyi : “Bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta pekerjaan Komite Nasional Indonesia Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat”. Sejak maklumat ini diterbitkan, KNIP memiliki kekuasaan legislatif, dan turut serta menentukan Garis-garis Besar Haluan Negara. Inilah awal terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat. 10 November - 7 Desember 1960, Sidang Umum Pertama MPRS Di Bandung, berlangsung Sidang Umum Pertama MPRS. Sidang ini menghasikan 2 Ketetapan MPRS, yakni: Pertama, Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 ihwal penetapan Manifesto Politik Republik Indonesia (yang diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya) sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan Negara. Kedua, Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Inilah awal rancangan pembangunan Indonesia jangka menengah. 15 - 22 Mei 1963, Sidang Umum Kedua MPRS Di Bandung, kembali Sidang Umum MPRS diselenggarakan. Kali ini juga menetapkan dua ketetapan, yaitu: Pertama, Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup. Kedua, Ketetapan MPRS Nomor IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan. 11 - 16 April 1965, Sidang Umum Ketiga MPRS Lagi-lagi di Bandung, berlangsung Sidang Umum MPRS yang ketiga. Hasilnya, empat ketetapan, yaitu: Pertama, Ketetapan MPRS Nomor V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul Berdiri di atas Kaki Sendiri yang lebih dikenal dengan “Berdikari” sebagai Penugasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman Pelaksanaan Manipol dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia; Kedua, Ketetapan MPRS Nomor VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan; Ketiga, Ketetapan MPRS Nomor VII/MPRS/1965 tentang “Gesuri”, “TAVIP” (Tahun Vivere Pericoloso), “The Fifth Freedom is Our Weapon” dan “The Era of Confrontation” sebagai Pedoman-pedoman pelaksanakan Manifesto Politik Republik Indonesia; Keempat, Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965 tentang Prinsp-prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-lembaga Permusyawaratan/Perwakilan. 21 Juni - 5 Juli 1966, Sidang Umum Pertama MPRS edisi Orde Baru Di Istora Senayan Jakarta, Sidang umum Keempat MPRS. Sidang MPRS edisi Orde Baru ini banyak menghasilkan ketetapan MPRS, yakni Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenja
18 Agustus 1945, Undang-undang Dasar 1945 berlaku Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang masih genting, Panitia Persiapan Kemerdekaan membuat Pasal IV Aturan Peralihan, yang berbunyi, “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional”.
Pada Tanggal 29 Agustus 1945, Komite Nasional Indonesia Pusat Untuk membantu kerja Presiden RI dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat serta anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pimpinan Komite Nasional Indonesia Pusat terdiri dari :
Mr. Kasman Singodimedjo sebagai ketua, dan wakil ketua Mr. Sutardjo § Kartohadikusuma, Mr. J. Latuharhary, Adam Malik
pada 16 Oktober 1945, Maklumat Wakil Presiden Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang berbunyi :
“Bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta pekerjaan Komite Nasional Indonesia Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat”.
Sejak maklumat ini diterbitkan, KNIP memiliki kekuasaan legislatif, dan turut serta menentukan Garis-garis Besar Haluan Negara. Inilah awal terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat.
10 November - 7 Desember 1960, Sidang Umum Pertama MPRS Di Bandung, berlangsung Sidang Umum Pertama MPRS. Sidang ini menghasikan 2 Ketetapan MPRS, yakni:
Pertama, Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 ihwal penetapan Manifesto Politik Republik Indonesia (yang diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya) sebagai Garis-garis Besar daripada Haluan Negara. Kedua, Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Inilah awal rancangan pembangunan Indonesia jangka menengah.
15 - 22 Mei 1963, Sidang Umum Kedua MPRS Di Bandung, kembali Sidang Umum MPRS diselenggarakan. Kali ini juga menetapkan dua ketetapan, yaitu: Pertama, Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup. Kedua, Ketetapan MPRS Nomor IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
11 - 16 April 1965, Sidang Umum Ketiga MPRS Lagi-lagi di Bandung, berlangsung Sidang Umum MPRS yang ketiga. Hasilnya, empat ketetapan, yaitu: Pertama, Ketetapan MPRS Nomor V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul Berdiri di atas Kaki Sendiri yang lebih dikenal dengan “Berdikari” sebagai Penugasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman Pelaksanaan Manipol dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia; Kedua, Ketetapan MPRS Nomor VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan; Ketiga, Ketetapan MPRS Nomor VII/MPRS/1965 tentang “Gesuri”, “TAVIP” (Tahun Vivere Pericoloso), “The Fifth Freedom is Our Weapon” dan “The Era of Confrontation” sebagai Pedoman-pedoman pelaksanakan Manifesto Politik Republik Indonesia; Keempat, Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965 tentang Prinsp-prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.
21 Juni - 5 Juli 1966, Sidang Umum Pertama MPRS edisi Orde Baru Di Istora Senayan Jakarta, Sidang umum Keempat MPRS. Sidang MPRS edisi Orde Baru ini banyak menghasilkan ketetapan MPRS, yakni Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenja