Kearifan itu sendiri berasal dari bahasa Arab dari akar kata arafa-yarifu berarti memahami atau menghayati, kemudian membentuk kata kearifan yang bisa diartikan dengan sikap, pemahaman, dan kesadaran yang tinggi terhadap sesuatu. Kearifan adalah kebenaran yang bersifat universal sehingga jika ditambahkan dengan kata lokal maka bisa mereduksi pengertian kearifan itu sendiri.
Setiap kali kita berbicara tentang kearifan maka setiap itu pula kita berbicara tentang kebenaran dan nilai-nilai universal. Menentang kearifan lokal berarti menolak kebenaran universal. Kebenaran universal itu sesungguhnya akumulasi dari nilai-nilai kebenaran lokal. Tidak ada kebenaran universal tanpa kearifan lokal. Jadi tidak tepat memperhadap-hadapkan antara kearifan lokal dan kebenaran universal.
Itulah sebabnya di dalam Al-Quran disebutkan bahwa: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran/3:104).
Untuk urusan kebaikan Allah menggunakan kata menyerukan (yaduna) dan untuk kata makruf digunakan istlah menyuruh (yamuruna). Kata makruf (maruf) dapat disinonimkan dengan kearifan yang disepakati kebenarannya oleh umumnya komunitas. Sedangkan kebaikan (al-khair) adalah kebenaran yang belum serta-merta diterima oleh sebagian orang non Islam.
Kearifan lokal sudah menjadi istilah bagi nilai-nilai istimewa dan unggul dalam suatu masyakat. Mungkin anggapan itu benar namun masih mengesankan sebuah kearifan lokal tidak serta-merta diterima sebagai kebenaran universal melainkan harus menunggu waktu yang cukup untuk diakui sebagai kearifan bangsa. Contoh kearifan lokal ialah kegotongroyongan dalam menyelesaikan suatu persoalan bangsa, toleransi dan saling menghargai sesama warga, dan kerukunan hidup antarumat beragama.
Kearifan itu sendiri berasal dari bahasa Arab dari akar kata arafa-yarifu berarti memahami atau menghayati, kemudian membentuk kata kearifan yang bisa diartikan dengan sikap, pemahaman, dan kesadaran yang tinggi terhadap sesuatu. Kearifan adalah kebenaran yang bersifat universal sehingga jika ditambahkan dengan kata lokal maka bisa mereduksi pengertian kearifan itu sendiri.
Setiap kali kita berbicara tentang kearifan maka setiap itu pula kita berbicara tentang kebenaran dan nilai-nilai universal. Menentang kearifan lokal berarti menolak kebenaran universal. Kebenaran universal itu sesungguhnya akumulasi dari nilai-nilai kebenaran lokal. Tidak ada kebenaran universal tanpa kearifan lokal. Jadi tidak tepat memperhadap-hadapkan antara kearifan lokal dan kebenaran universal.
Itulah sebabnya di dalam Al-Quran disebutkan bahwa: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran/3:104).
Untuk urusan kebaikan Allah menggunakan kata menyerukan (yaduna) dan untuk kata makruf digunakan istlah menyuruh (yamuruna). Kata makruf (maruf) dapat disinonimkan dengan kearifan yang disepakati kebenarannya oleh umumnya komunitas. Sedangkan kebaikan (al-khair) adalah kebenaran yang belum serta-merta diterima oleh sebagian orang non Islam.
Kearifan lokal sudah menjadi istilah bagi nilai-nilai istimewa dan unggul dalam suatu masyakat. Mungkin anggapan itu benar namun masih mengesankan sebuah kearifan lokal tidak serta-merta diterima sebagai kebenaran universal melainkan harus menunggu waktu yang cukup untuk diakui sebagai kearifan bangsa. Contoh kearifan lokal ialah kegotongroyongan dalam menyelesaikan suatu persoalan bangsa, toleransi dan saling menghargai sesama warga, dan kerukunan hidup antarumat beragama.