Pada tanggal 9 november 1945, Pasukan Sekutu memasuki Kota Medan dibawah pimpin Brigadir Jenderal Ted Kelly diikuti pasukan NICA, yang didahului oleh pasukan komando pimpinan Kapten Westerling. Brigadir ini menyatakan kepada pemerintah RI akan melaksanakan tugas kemanusiaan, mengevakuasi tawanan dari beberapa kamp di luar Kota Medan. Dengan dalih menjaga keamanan, para bekas tawanan diaktifkan kembali dan dipersenjatai.
Latar belakang pertempuran Medan Area, antara lain:
1. Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang. 2. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih. 3. Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Medan Area)” di sudut-sudut pinggiran Kota Medan.
Pada tanggal 18 Oktober 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya : 1) melarang rakyat membawa senjata 2) semua senjata harus diserahkan kepada pasukan Sekutu Karena ultimatumnya tidak dihiraukan oleh rakyat Medan, Pasukan Sekutu mengerahkan kekuatannya untuk menggempur kota Medan dan sekitarnya. Serangan Sekutu ini dihadapi dengan gagah berani oleh pejuang RI dibawah koordinasi kolonel Ahmad Tahir B. Proses Terjadinya Pertempuran Medan AreaPada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.
Dalam melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah sipil, pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando Inggris. Kekuasaan itu kelak di kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda. Inggris dan Belanda membangun rencana untuk memasuki berbagai kota strategis di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota yang akan didatangi Inggris dengan “menyelundupkan” NICA Belanda adalah Medan. Sementara pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Mengggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 9 Oktober 1945 rencana dalam Civil Affairs Agreement benar-benar dilaksanakan. Tentara NICA yang telah dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan ikut membonceng pasukan Inggris itu. Mereka menduduki beberapa hotel di Medan. Pasukan Inggris bertugas untuk membebaskan tentara Belanda yang ditawan Jepang. Para tawanan dari daerah Rantau Prapat, Pematang Siantar, dan Brastagi dikirim ke Medan atas persetujuan Gubernur Moh. Hasan. Ternyata kelompok tawanan itu dibentuk menjadi “Medan Batalyon KNIL”, dan bersikap congkak. Para pemuda dipelopori oleh Achmad Tahir, seorang mantan perwira Tentara Sukarela (Giyugun) membentuk Barisan Pemuda Indonesia. Mereka mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan tentara Jepang. Kemudian pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuklah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Sumatera Timur. Anggotanya para pemuda bekas Giyugun dan Heiho Sumatera Timur yang dipimpin oleh Ahmad Tahir. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi insiden di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan. Seorang anggota NICA menginjak-injak bendera merah putih yang dirampas dari seorang pemuda. Pemuda-pemuda Indonesia marah. Hotel tersebut dikepung dan diserang oleh para pemuda dan TRI (Tentara Republik Indonesia). Terjadilah pertempuran. Dalam peristiwa itu banyak orang Belanda terluka. Peperangan pun menjalar ke Pematang Siantar dan Brastagi. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Dengan cara itu, Inggris menetapkan secara sepihak batas-batas kekuasaan mereka. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Jenderal T.E.D Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata. Siapa yang melanggar akan ditembak mati. Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komando resimen itu terdiri atas empat sektor, dan tiap sektor terdiri dari empat subsektor. Tiap-tiap sektor berkekuatan satu batalyon. Markas komando resimen berkedudukan di sudi mengerti, Trepes. Di bawah komando itulah mHasan Achmad dari Resimen Istimewa Medan Area atau RIMA.
Pada tanggal 9 november 1945, Pasukan Sekutu memasuki Kota Medan dibawah pimpin Brigadir Jenderal Ted Kelly diikuti pasukan NICA, yang didahului oleh pasukan komando pimpinan Kapten Westerling. Brigadir ini menyatakan kepada pemerintah RI akan melaksanakan tugas kemanusiaan, mengevakuasi tawanan dari beberapa kamp di luar Kota Medan. Dengan dalih menjaga keamanan, para bekas tawanan diaktifkan kembali dan dipersenjatai.
Latar belakang pertempuran Medan Area, antara lain:
1. Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang.
2. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih.
3. Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan “Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Medan Area)” di sudut-sudut pinggiran Kota Medan.
Pada tanggal 18 Oktober 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya : 1) melarang rakyat membawa senjata 2) semua senjata harus diserahkan kepada pasukan Sekutu Karena ultimatumnya tidak dihiraukan oleh rakyat Medan, Pasukan Sekutu mengerahkan kekuatannya untuk menggempur kota Medan dan sekitarnya. Serangan Sekutu ini dihadapi dengan gagah berani oleh pejuang RI dibawah koordinasi kolonel Ahmad Tahir B. Proses Terjadinya Pertempuran Medan AreaPada tanggal 24 Agustus 1945, antara pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda tercapai suatu persetujuan yang terkenal dengan nama civil Affairs Agreement. Dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.
Dalam melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintah sipil, pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA dibawah tanggungjawab komando Inggris. Kekuasaan itu kelak di kemudian hari akan dikembalikan kepada Belanda. Inggris dan Belanda membangun rencana untuk memasuki berbagai kota strategis di Indonesia yang baru saja merdeka. Salah satu kota yang akan didatangi Inggris dengan “menyelundupkan” NICA Belanda adalah Medan. Sementara pada tanggal 27 Agustus 1945 rakyat Medan baru mendengar berita proklamasi yang dibawa oleh Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur Sumatera. Mengggapi berita proklamasi para pemuda dibawah pimpinan Achmad lahir membentuk barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 9 Oktober 1945 rencana dalam Civil Affairs Agreement benar-benar dilaksanakan. Tentara NICA yang telah dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan ikut membonceng pasukan Inggris itu. Mereka menduduki beberapa hotel di Medan. Pasukan Inggris bertugas untuk membebaskan tentara Belanda yang ditawan Jepang. Para tawanan dari daerah Rantau Prapat, Pematang Siantar, dan Brastagi dikirim ke Medan atas persetujuan Gubernur Moh. Hasan. Ternyata kelompok tawanan itu dibentuk menjadi “Medan Batalyon KNIL”, dan bersikap congkak. Para pemuda dipelopori oleh Achmad Tahir, seorang mantan perwira Tentara Sukarela (Giyugun) membentuk Barisan Pemuda Indonesia. Mereka mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan tentara Jepang. Kemudian pada tanggal 10 Oktober 1945 dibentuklah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Sumatera Timur. Anggotanya para pemuda bekas Giyugun dan Heiho Sumatera Timur yang dipimpin oleh Ahmad Tahir. Pada tanggal 13 Oktober 1945 terjadi insiden di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan. Seorang anggota NICA menginjak-injak bendera merah putih yang dirampas dari seorang pemuda. Pemuda-pemuda Indonesia marah. Hotel tersebut dikepung dan diserang oleh para pemuda dan TRI (Tentara Republik Indonesia). Terjadilah pertempuran. Dalam peristiwa itu banyak orang Belanda terluka. Peperangan pun menjalar ke Pematang Siantar dan Brastagi. Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Dengan cara itu, Inggris menetapkan secara sepihak batas-batas kekuasaan mereka. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal. Jenderal T.E.D Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata. Siapa yang melanggar akan ditembak mati. Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komando resimen itu terdiri atas empat sektor, dan tiap sektor terdiri dari empat subsektor. Tiap-tiap sektor berkekuatan satu batalyon. Markas komando resimen berkedudukan di sudi mengerti, Trepes. Di bawah komando itulah mHasan Achmad dari Resimen Istimewa Medan Area atau RIMA.