Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) atau yang sering disingkat NU merupakan salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Dengan basis massa yang sangat besar, tak dapat dipungkiri membuat peran dan perjuangan Nahdlatul ulama (NU) juga cukup signifikan dalam setiap periode.
NU yang awalnya lahir sebagai organisasi massa mengalami berbagai situasi yang membuat organisasi ini di kemudian hari berubah haluan menjadi partai politik. Namun demikian, NU kemudian kembali pada jati dirinya yang memang lahir sebagai organisasi keagamaan meski anggota di dalamnya tetap dapat berpolitik.
Peran dan perjuangan NU dalam setiap periodisasi sejarah Indonesia memang sudah tidak dapat diragukan lagi. NU menjadi salah satu garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya berhenti sampai di situ, NU juga terlibat aktif dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan berlanjut hingga saat ini. Besarnya pengaruh NU ini membuat pembahasan tentang peran dan perjuangan NU sangat menarik untuk diperdalam.
Sejarah Lahirnya Nahdlatul Ulama (NU)
Pendirian NU tidak dapat dilepaskan dari pendirian beberapa organisasi yang muncul sebelumnya seperti Nahdatul Wathan (1914) dan organisasi Taswirul Afkar (1918) yang didirikan di Surabaya. Nahdatul Wathan bergelut pada bidang pendidikan dan dakwah sedangkan Taswirul Afkar (representasi gagasan-gagasan) lebih berkecimpung di bidang sosial.
Kedua organisasi ini merupakan rintisan dari pemuda-pemuda yang pernah menuntut ilmu di Mekkah seperti Abdul Wahab dan Mas Mansur. Setelah itu, Abdul Wahab dengan restu dari gurunya, K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan sebuah usaha perdagangan dalam bentuk koperasi dengan nama Nahdatut Tujjar (Kebangkitan Usahawan).
Pasca runtuhnya Khilafah di Turki Usmani tahun 1924, terjadi rencana dari para ulama di Kairo untuk mengadakan pertemuan internasional untuk membahas masalah khilafah. Para ulama di Indonesia yang terdiri dari berbagai organisasi juga melakukan pertemuan melalui Kongres Al-Islam untuk menentukan delegasi yang akan dikirimkan ke Kairo.
Namun, karena di Semenanjung Arabia masih terjadi kemelut, maka rencana pertemuan di Kairo ditunda. Setelah kemelut di Semenanjung Arabia mereda dan muncul kekuasaan baru di bawah kepemimpian Ibn Sa’ud, maka pemimpin baru ini menjanjikan akan mengadakan pertemuan di Hijaz untuk membahas pengaturan terhadap dua kota suci, yakni Mekkah dan Madinah. Rencana ini kemudian menjadi perhatian bagi ulama Indonesia untuk mempersiapkan delegasi untuk dikirim ke Hijaz.
Akhirnya pada tahun 31 Januari 1926 pada saat kongres di Bandung dipilihlah delegasi yang akan dikirim ke Hijaz, yakni Tjokroamonoto (SI) dan Mas Mansur (Muhammadiyah), tanpa mengikutsertakan kaum tradisionalis. Akibat kekecewaan karena tidak diikutsertakan dalam delegasi ke Hijaz, kaum tradisionalis mengadakan pertemuan di Surabaya untuk menentukan delegasi dari kaum tradisionalis.
Pada pertemuan tersebut dibentuklah Komite Hijaz dengan mengatasnamakan diri dari organisasi Nahdlatul Ulama. Komite ini akan mewakili aspirasi kaum tradisionalis sebagai delegasi ke Hijaz (Mekkah). Pada saat itulah dianggap sebagai hari lahirnya Nahdlatul Ulama. Sebagai ulama yang disegani, Hasyim Asy’ari diangkat sebagai Ra’is ‘Am NU, sementara wakilnya adalah Achmad Dachlan. Tokoh lain yang tak kalah penting adalah Wahab Chasbullah yang diangkat sebagai katib (sekretaris).
NU didirikan sebagai jam’iyah yaitu sebuah organisasi keagamaan dan sosial, dengan tujuan untuk:
Memegang dengan teguh pada salah satu mahzabnya imam empat, yaitu Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah al-Nu’man, atau Imam Ahmad bin Hambal, dan mengerjakan apa saja menjadikan kemaslahatan agama Islam.
Sejak pendiriannya, NU mengalami perkembangan yang pesat. Jumlah anggotanya pun semakin tahun semakin bertambah.
Peran NU pada Masa Awal Pendirian
Dalam perjalanannya, NU memainkan peranan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Pada masa-masa awal setelah didirikan saja, NU sudah melakukan berbagai upaya untuk memajukan masyarakat Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memajukan bidang pendidikan dengan mendirikan banyak madrasah dan pesantren.
Metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan sebagian besar merupakan perpaduan dari pengetahuan agama dan pengetahuan umum. NU juga mendirikan Lembaga Ma’arif pada tahun 1938 guna mengkoordinasi kerjasama dalam kegiatan pendidikan.
NU juga mulai mengembangkan perekonomian masyarakat dengan mendirikan koperasi pada tahun 1929 di Surabaya. Koperasi ini sangat berperan dalam penjualan barang dan mengorganisis barter dalam masyarakat. Koperasi yang didirikan NU ini semakin berkembang hingga akhirnya pada tahun 1937 jangkauannya semakin luas dan dibentuklah Syirkah Mu’awanah.
Penjelasan dan jawabannya:
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) atau yang sering disingkat NU merupakan salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. Dengan basis massa yang sangat besar, tak dapat dipungkiri membuat peran dan perjuangan Nahdlatul ulama (NU) juga cukup signifikan dalam setiap periode.
NU yang awalnya lahir sebagai organisasi massa mengalami berbagai situasi yang membuat organisasi ini di kemudian hari berubah haluan menjadi partai politik. Namun demikian, NU kemudian kembali pada jati dirinya yang memang lahir sebagai organisasi keagamaan meski anggota di dalamnya tetap dapat berpolitik.
Peran dan perjuangan NU dalam setiap periodisasi sejarah Indonesia memang sudah tidak dapat diragukan lagi. NU menjadi salah satu garda terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya berhenti sampai di situ, NU juga terlibat aktif dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan berlanjut hingga saat ini. Besarnya pengaruh NU ini membuat pembahasan tentang peran dan perjuangan NU sangat menarik untuk diperdalam.
Sejarah Lahirnya Nahdlatul Ulama (NU)
Pendirian NU tidak dapat dilepaskan dari pendirian beberapa organisasi yang muncul sebelumnya seperti Nahdatul Wathan (1914) dan organisasi Taswirul Afkar (1918) yang didirikan di Surabaya. Nahdatul Wathan bergelut pada bidang pendidikan dan dakwah sedangkan Taswirul Afkar (representasi gagasan-gagasan) lebih berkecimpung di bidang sosial.
Kedua organisasi ini merupakan rintisan dari pemuda-pemuda yang pernah menuntut ilmu di Mekkah seperti Abdul Wahab dan Mas Mansur. Setelah itu, Abdul Wahab dengan restu dari gurunya, K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan sebuah usaha perdagangan dalam bentuk koperasi dengan nama Nahdatut Tujjar (Kebangkitan Usahawan).
Pasca runtuhnya Khilafah di Turki Usmani tahun 1924, terjadi rencana dari para ulama di Kairo untuk mengadakan pertemuan internasional untuk membahas masalah khilafah. Para ulama di Indonesia yang terdiri dari berbagai organisasi juga melakukan pertemuan melalui Kongres Al-Islam untuk menentukan delegasi yang akan dikirimkan ke Kairo.
Namun, karena di Semenanjung Arabia masih terjadi kemelut, maka rencana pertemuan di Kairo ditunda. Setelah kemelut di Semenanjung Arabia mereda dan muncul kekuasaan baru di bawah kepemimpian Ibn Sa’ud, maka pemimpin baru ini menjanjikan akan mengadakan pertemuan di Hijaz untuk membahas pengaturan terhadap dua kota suci, yakni Mekkah dan Madinah. Rencana ini kemudian menjadi perhatian bagi ulama Indonesia untuk mempersiapkan delegasi untuk dikirim ke Hijaz.
Akhirnya pada tahun 31 Januari 1926 pada saat kongres di Bandung dipilihlah delegasi yang akan dikirim ke Hijaz, yakni Tjokroamonoto (SI) dan Mas Mansur (Muhammadiyah), tanpa mengikutsertakan kaum tradisionalis. Akibat kekecewaan karena tidak diikutsertakan dalam delegasi ke Hijaz, kaum tradisionalis mengadakan pertemuan di Surabaya untuk menentukan delegasi dari kaum tradisionalis.
Pada pertemuan tersebut dibentuklah Komite Hijaz dengan mengatasnamakan diri dari organisasi Nahdlatul Ulama. Komite ini akan mewakili aspirasi kaum tradisionalis sebagai delegasi ke Hijaz (Mekkah). Pada saat itulah dianggap sebagai hari lahirnya Nahdlatul Ulama. Sebagai ulama yang disegani, Hasyim Asy’ari diangkat sebagai Ra’is ‘Am NU, sementara wakilnya adalah Achmad Dachlan. Tokoh lain yang tak kalah penting adalah Wahab Chasbullah yang diangkat sebagai katib (sekretaris).
NU didirikan sebagai jam’iyah yaitu sebuah organisasi keagamaan dan sosial, dengan tujuan untuk:
Memegang dengan teguh pada salah satu mahzabnya imam empat, yaitu Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah al-Nu’man, atau Imam Ahmad bin Hambal, dan mengerjakan apa saja menjadikan kemaslahatan agama Islam.
Sejak pendiriannya, NU mengalami perkembangan yang pesat. Jumlah anggotanya pun semakin tahun semakin bertambah.
Peran NU pada Masa Awal Pendirian
Dalam perjalanannya, NU memainkan peranan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Pada masa-masa awal setelah didirikan saja, NU sudah melakukan berbagai upaya untuk memajukan masyarakat Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memajukan bidang pendidikan dengan mendirikan banyak madrasah dan pesantren.
Metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan sebagian besar merupakan perpaduan dari pengetahuan agama dan pengetahuan umum. NU juga mendirikan Lembaga Ma’arif pada tahun 1938 guna mengkoordinasi kerjasama dalam kegiatan pendidikan.
NU juga mulai mengembangkan perekonomian masyarakat dengan mendirikan koperasi pada tahun 1929 di Surabaya. Koperasi ini sangat berperan dalam penjualan barang dan mengorganisis barter dalam masyarakat. Koperasi yang didirikan NU ini semakin berkembang hingga akhirnya pada tahun 1937 jangkauannya semakin luas dan dibentuklah Syirkah Mu’awanah.
#NoCopy
#SemangatBelajar