Sintia Astarina. Nyanyian Hujan

Nyanyian Hujan

Sintia Astarina

Nyanyian Hujan

Nyanyian Hujan Oleh: Sintia Astarina Copyright © 2012 by Sintia Astarina

Penerbit Excellentia ♥ ww

Autor Teguh Muljana

35 downloads 569 Views 218KB Size

Data uploaded manual by user so if you have question learn more, including how to report content that you think infringes your intellectual property rights, here.

Report DMCA / Copyright

Transcript

Nyanyian Hujan

Sintia Astarina

Nyanyian Hujan

Nyanyian Hujan Oleh: Sintia Astarina Copyright © 2012 by Sintia Astarina

Penerbit Excellentia ♥ www.sintia-astarina.blogspot.com [email protected]

Desain Sampul: Sintia Astarina

Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com

S

ORE hari di kota Jakarta. Udaranya yang lembab masih terasa sehabis hujan. Kristal hujan berpendar berkilauan terpantul matahari sore yang begitu menghangatkan jiwa dan raga. Buliran-buliran air di ujung daun akasia terjatuh. Menetes perlahan menuju tanah, lalu terserap ke dalamnya hingga kering. Angin semilir berbisik merdu di ujung telinga. Menyapu dedaunan kering berwarna cokelat keemasan yang tersebar di atas tanah lembab. Angin pun menerpa pepohonan di kala sang mentari ingin bersembunyi. Mereka bergoyang ke kiri dan kanan, layaknya sedang berdansa di tengah alunan melodi musim semi. Vesta. Seorang gadis manis berambut panjang berkilauan tengah menikmati segelas

vanilla ice cream kesukaannya. Ia menyantapnya dengan nikmat sembari sesekali menikmati pemandangan kebun belakang rumah dari balik kaca jendela kamarnya. Ditemani lantunan musik akustik instrumental yang mengalun merdu dan dinginnya ruangan ber-AC yang menusuk tulang, ia selalu merasa bahwa inilah yang disebut sebagai surga. Ya, surga. Tempat di mana ia masih bisa berpijak di atas bumi dengan segala kenikmatan yang dilimpahkan oleh Sang Pencipta. Tempat di mana ia masih bisa memperoleh kesempatan untuk merasa damai dan bahagia di tengah orang-orang tercinta. Tempat di mana ia bisa berbagi kasih dan sayang dengan alam, Tuhan, sesama, bahkan dengan dirinya sendiri. Di tempat yang tenang seperti ini, ia bisa menemukan rasa nyaman dan damai yang takkan pernah didapatkannya pada momenmomen lainnya. Tak bisa dimungkiri bahwa suasana seperti itulah yang selalu Vesta cari di hidupnya. Akan tetapi, tiba-tiba saja pikirannya melayang jauh menuju peristiwa 8 tahun yang lalu. Mesin waktu membawanya mengarungi lautan pikiran yang sejadi-jadinya membongkah seluruh memori dan perasaan terpendam detik itu.

Lampung, 2003 “APPPAA??!! Mama sama Papa… mereka… nggak mungkin! Om Dave pasti lagi becanda, kan? Om Dave pasti udah bohong sama aku!” tanya Vesta dengan nada tak percaya. “Maafin, Om Dave. Om tidak mengada-ada. Om baru saja mendapat kabar kalau… kalau kedua orang tua kalian mengalami kecelakaan pesawat. Semua penumpang tewas dan nggak ada satu orang pun yang selamat,” kata Paman Vesta dengan raut wajah yang begitu sedih. Ia memegang pundak perempuan kecil dengan mata sayu di depannya untuk memberi sedikit ketenangan. Om Dave sungguh tidak tega melihat gadis kecilnya itu bersedih. “Tapi… Mama sama Papa nggak mungkin ninggalin Vesta sendirian di sini Om Dave! Mereka nggak mungkin meninggal!” Om Dave terlihat diam seribu bahasa. Ia hanya menundukkan kepala saking tidak teganya berkata demikian kepada keponakannya itu. “Nggak mungkin! Om Dave pasti udah bohong sama Vesta. Aku nggak percaya dan nggak bakalan mau percaya lagi sama Om Dave!” Vesta yang masih berumur 10 tahun itu pun tenggelam dalam uraian air mata penuh rasa kecewa dan kepahitan yang mendalam.

Ya, peristiwa itu tidak akan pernah bisa lepas dari benak Vesta. Kejadian di mana nyawa kedua orang tua yang sangat disayanginya itu terenggut dalam sebuah kecelakaan pesawat 8 tahun silam. Seberapa besar usahanya untuk menghapus semua memori kelam itu, nyatanya, peristiwa itu terus bertengger dalam pikirannya. Namun, Vesta tak mau terus-menerus larut dalam kesedihannya. Tidak ada gunanya ia menangisi apa yang telah tiada dan apa yang seharusnya pergi. Ia percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah jalan terbaik dari Tuhan Yang Mahaagung. Satu hal yang pasti, semua akan baik-baik saja. Kini, Vesta telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik, pintar, dan rendah hati. Hidupnya yang terus berjalan membuatnya menjadi perempuan yang lebih tegar dan kuat dalam menghadapi segala cobaan. Ya, cobaan memang tidak akan pernah berhenti datang dan menerkam siapa saja. Dengan segala rintangan yang datang menghadang, itu semua akan menjadikan Vesta sebagai pribadi yang kuat setegar karang. Ia tinggal dengan kakak semata wayangnya yang umurnya terpaut 4 tahun. Sebut saja, Revin. Revin adalah sosok yang begitu perhatian dan penyayang. Kedekatan

batin antara Vesta dan Revin sangatlah kuat. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya yang pergi untuk selamanya, Revin berjanji kepada dirinya sendiri untuk melindungi dan menyayangi Vesta sepenuh hati. Ia tidak akan membiarkan adik yang sangat dicintainya itu terluka sedikitpun. Selain Revin, Vesta juga tinggal bersama Bi Sum, pembantu mereka yang telah bekerja semenjak Vesta dan Revin masih kecil. Bi Sum bisa menjadi sosok Ibu sekaligus Ayah yang selama ini dirindukan oleh Vesta dan Revin. Bi Sum dengan perhatiannya yang begitu deras, berhasil membuat keluarga kecilnya itu hidup bahagia sebagai mana mestinya. Tak heran apabila Vesta dan Revin merasa tak kehilangan sosok kedua orang tuanya itu. Tok… tok… tok… Suara ketukan kamar Vesta membuyarkan lamunannya. Tak lama kemudian, sesosok laki-laki berbadan tegap masuk ke dalam kamarnya. “Ves, lagi apa? Gue ganggu nggak? I wanna talk to you, only 5 minutes.” Ternyata sesosok laki-laki itu adalah Revin, kakak Vesta. “Eh, Kak Revin, gue lagi nggak ngapangapain, kok. Ada apa, Kak? Kayaknya ada sesuatu yang penting banget,” ucap Vesta lalu menyunggingkan senyum manisnya.

“Hemm… barusan Om Dave nelpon gue dan dia menawarkan sesuatu yang sangat spesial buat gue. Dia nawarin gue untuk kerja di perusahannya. Don’t you think that I’m a lucky man, right? Gue baru aja diwisuda dan sekarang udah ada tawaran job!” ujar Revin dengan semangatnya yang berapi-api. “Wow! Such a good thing, man! Lalu, lo terima penawaran dari Om Dave?” Revin mengangkat kedua bahunya. “Gue sih tadi bilangnya mau mikir-mikir dulu. Kalau gue pikir-pikir lagi, sih kayanya nggak ada alasan juga buat gue untuk nolak tawarannya. Mumpung ada kesempatan bagus kayak gini, kenapa harus gue tolak? Ya, nggak? Tapi… nggak tau kenapa, gue masih agak ragu aja untuk...” “No, no, no!” sahut Vesta yang dengan cepat memotong pembicaraan kakaknya itu. “Ini adalah penawaran yang bagus banget, Kak. Lagipula, selama ini Om Dave udah matimatian untuk membiayai hidup kita. Nah, dengan kesempatan kerja yang diberikan Om Dave, sama aja kayak lo membalas semua kebaikannya buat kita selama ini. Bisa dibilang, lo membantu keuangan Om Dave. Ya, kan? I suggest you to accept his offer,” sambungnya.

Revin terdiam sejenak memikirkan katakata Vesta sebelum ia membuat sebuah keputusan. Entah mengapa, hatinya masih diliputi keraguan yang mendalam. Berbagai pikiran mulai bermunculan. “Tapi, apa nantinya nggak KKN ya, Ves?” Vesta menggeleng cepat sambil terkekeh kecil. “Ini perusahaannya Om Dave. Dia bebas memberi pekerjaan kepada siapa aja karena perusahaan itu murni punya Om Dave. Jadi, KKN nggak berlaku di sini, dong!” Revin cuman manggut-manggut. Entah dia ngerti ucapan Vesta barusan atau nggak. “Ya, it’s a good chance. There’s no other choice. You’re right!” katanya dengan semangat yang lebih tinggi lagi, lalu tersenyum puas. 

Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.