Pembukaan. Kamis, 6 September 2012

Kamis, 6 September 2012

Pembukaan Pelatihan tatap muka riset kebijakan di PMPK FK UGM dibuka dengan pemaparan Prof. Laksono Trisnantoro mengenai adan

Autor Sudirman Hardja

23 downloads 911 Views 478KB Size

Data uploaded manual by user so if you have question learn more, including how to report content that you think infringes your intellectual property rights, here.

Report DMCA / Copyright

Transcript

Kamis, 6 September 2012

Pembukaan Pelatihan tatap muka riset kebijakan di PMPK FK UGM dibuka dengan pemaparan Prof. Laksono Trisnantoro mengenai adanya kebutuhan riset kebijakan kesehatan di Indonesia, serta pentingnya pengembangan kapasitas para peneliti kebijakan kesehatan di Indonesia. Para peserta berasal dari berbagai institusi pendidikan, antara lain dari FK Universitas Mulawarwan, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Airlangga, serta Universitas Indonesia. Peserta juga berasal dari institusi pemerintah seperti Dinas Kesehatan Kota Pasuruan dan Litbangkes Kementerian Kesehatan, serta dari pusat penelitian seperti Survey Meter. Latar belakang pendirdikan para peserta yang beragam, mulai dari kedokteran dan kesehatan, sosiologi dan antropologi serta ilmu politik, menunjukkan bahwa kebijakan kesehatan adalah suatu proses dan aktivitas yang lintas keilmuan, serta memiliki domain tidak hanya di ranah kesehatan atau kedokteran saja. Para fasilitator dan narasumber berasal dari beberapa insitusi pendidikan, yaitu sebagai berikut: Narasumber Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS Prof. dr. Adi Utarini, MSc, MPH, PhD Shita Dewi, SIP, MM, MPP dr. Yodi Mahendradhata, MSc, PhD Dra. Retna Siwi Padmawati, M.Sos dr. Ari Suryoprabandari, MPH, PhD

Institusi PMPK FK UGM FKM UI IKM FK UGM PMPK FK UGM PMPK FK UGM KMPK FK UGM FK UNS

Pada hari pertama, pelatihan ini dilakukan dalam beberapa sesi, yaitu: (1) Presentasi proposal oleh seluruh peserta Para peserta akan mendapat kesempatan untuk menjelaskan proposal masing-masing, dan mendapat masukan dari juri/narasumber (2) Workshop perumusan masalah Sesi ini bertujuan untuk menajamkan perumusan masalah yang akan diteliti dalam propsoal yang diajukan (3) Workshop metodologi potong lintang (4) Workshop metodologi mixed-method (5) Workshop penyusunan policy brief (6) Pengembangan individu/peneliti dan lembaga penelitian kebijakan (7) Penutupan dan penjelasan tindak lanjut program

Workshop Perumusan Masalah – Laksono Trisnantoro Klik website KKI Pelatihan Riset Kebijakan - Sesi 3 Workshop perumusan masalah. Tujuan: Perbaikan rumusan masalah dari proposal. Referensi: HSPR (Health System and Health Policy) Pelatihan ini berfokus pada masalah yang terkait kebijakan. Health policy mengacu dan berpaut erat pada kebijakan yang ada dan kita angkat. Contoh proposal yang dibahas: Proposal Pak Rakhmat. Masalah: (1) Sistem kesehatan provinsi yang ada belum menjadi sumber arahan dalam pemangunan kesehatan di Kaltim. (2) Belum terlihat peran dinas kesehatan provinsi dalam mengawal omplementasi system kesehatan provinsi. Review: ini adalah masalah system bukan kebijakan. Jika ingin memasuki ranah kebijakan maka perlu dijelaskan dulu bahwa kebijakan tentang system kesehatan tersebut sudah ada. Jadi proposal ini membahas secara jelas kebijakan tersebut dalam bidang apa, dengan tujuan apa. Silakan disebutkan dengan jelas. Proposal ini tujuannya mengevaluasi pada kebijakan yang ada. Tanya Pak Agung Laksono: Batasan dari policy ini sejauh mana? Apakah hanya sampai pada level tingkat tinggi seperti hanya sampai kemenkes, atau sampai gesture? Jawab Pak Laksono: Permenkes merupakan peraturan tertinggi dalam hal teknis kesehatan, jadi perbub harus mengacu pada kebijakan hal itu. Jawab Bu Tyas: konteks keduanya bisa berarti benar. Ketika permenkes di bandingkan dengan perda, yang menjadi fokusnya bukan lagi kekuatan hukumnya tetapi fungsinya. Jika fungsi perda bertentangan dengan permenkes dalam hal teknis maka yang paling tinggi adalah permenkes. Tanya Tiara: Yang mana yang harus kita pakai kebijakan formal atau kebijakan tidak formal, karena banyak kebijakan tidak formal yang tidak tertuang/tertulis tapi digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Jawab Pak Laksono: Kita masih meneliti kebijakan yang formal, jika sudah matang baru kita berlanjut pada yang tidak formal. Maka dalam penelitian, perlu ditegaskan atau langsung masuk pada kebijakan yang kita soroti. Tanya Bu Emma: apakah hanya kebijakan formal yang bisa kita gunakan, sementara banyak local wisdom yang sangat berpengaruh. Jawab Pak Laksono: Local wisdom bukan kebijakan tapi hal itu sudah ada sejak lama. Tapi apakah lokal wisdom tersebut bisa ditetapkan kedalam kebijakan formal? Bila bisa maka akan lebih baik, sedangkan sebaiknya penggunaan local wisdom adalah sebagai temuan-temuan saja. Contoh kebijakan public yang unik tapi terkenal: kebijakan pemerintah Cina untuk melarang dijualnya sepeda motor tetapi hanya menjual sepeda listrik dan sepeda ontel. Tugas: memperbaiki perumusan masalah dengan masuk ke kebijakan public yang formal. Komentar: Tidak semua penyakit punya permenkes, seperti penyakit menular, itu permenkesnya hanya 1. Apakah ini bisa? Jawaban: ya bisa, ini juga bisa diangkat untuk need for policy, apakah penyakit menular itu perlu dibuat terpisah-pisah atau cukup satu saja.

Contoh revisi perumusan masalah: Tanya: Di Kabupaten Sampang, paling tinggi AKI dan AKB. Di data besarnya apakah saya bisa merujuk pada perda Jatim (Pasuruan dan Malang) yang sudah digunakan oleh kabupaten lain, ataukah saya harus menggunakan UU yang yang ada diatasnya, buka perda yang ada. Jawab Pak Laksono: yang perlu kita ingat adalah apakah kebijakan public di kabupaten lain tersebut sudah efektif atau belum? Kalau efektif, bisa digunakan jadi acuan, tapi kalau tidak efektif, untuk apa kita merujuk kesana? Sense kita adalah perda-perda yang sudah ditetapkan di tempat lain, perlu dilihat kembali efektifitasnya. Komentar Pak Agung Dwi Laksono: Menurut saya yang lebih harus dikaji adalah kebijakan-kebijakan yang ada di kabupaten Sampang itu sendiri, karena perda kabupaten lain belum tentu sama kebutuhannya dengan kabupaten sampang. Tugas: Memperbaiki perumusan masalah.

Workshop Metodologi Studi Kasus Oleh: Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS Beberapa proposal yang diajukan oleh para peserta sudah ada yang mencantumkan bahwa penelitian tersebut adalah studi kasus, misalnya “Reorientasi peran dinas kesehatan dalam memfasilitasi kesehatan”, serta mengenai “kebijakan jaminan persalinan di provinsi DIY (studi kasus di 5 kabupaten)”. Namun, ada beberapa juga yang mungkin merupakan studi kasus tapi tidak menyebutkan secara eksplisit, seperti “Tracking dana bagi hasil cukai tembakai untuk program kesehatan di kota Depok” dan “Analisis kebijakan bagi ibu menyusui penderita HIV”. Diskusi mengenai batasan-batasan mengenai studi kasus. Studi kasus (menurut YIN) adalah batas dari sebuah system atau factor yang kita amati beririsan, blur. - Kalau reorientasi peran dinas kesehatan, yang dipotret adalah dinas kesehatan. apakah cukup hanya dinas kesehatan, tetapi juga stakeholder lain misalnya rumah sakit, puskesmas, kalau mau memotret peran dinas kesehatan. kalau mau konten kebijakan dalam kaitannya ke arah pelaku, konten, konteks. Boleh dilihat dari levelnya, makro, mikro, meso, apakah analisis kebijakan. Kalau begini ingin mengevaluasi sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. - Kebijakan jaminan persalinan di provinsi DIY, kalau kebijakan mau melihat kearah mananya. - Pengaruh karakteristik pelaku kebijkana dan karakteristik daerah terhadap decision space. Ketika kita mengeksplorasi sebuah kasus, maka dia akan menjadi salah satu yang layak didekati dengan studi kasus dengan berbagai factor yang mendukung. Studi kasus mengenai suatu cerita mengenai suatu kejadian. Suatu studi kasus bisa memotret sehingga banyak digunakan dalam politik. Judul tidak serta merta secara instan memutuskan suatu penelitian sebagai studi kasus, konteks yang berperan didalamnya, ada judul yang studi kasus tidak menstate sebagai studi kasus, ada yang menyebutkan mengenai fenomena itu untuk menggambarkan. Kita tidak bisa mendapatkan 1 filter untuk tanda studi kasus. Area seperti ini bukan area eksak untuk studi kasus. Peserta: Kecenderungan kita selama ini terbiasa untuk kuantitatif: menjadi kebiasaan kalau untuk penelitian, kalau metodanya tidak jelas, jadi ini langsung ditetapkan ke Jawaban: Penyepakatan dalam lingkungan internal, jadi sebagai suatu kasus yang unik untuk menjawab kata “why” sehingga di ambil studi kasus untuk menjawab pertanyaan secara menyeluruh. Peserta: Yang saya mengerti selama ini, saya akan menyatakan itu cocok untuk studi kasus, kalau hasilnya tidak bisa saya generalisasi Jawaban:

Dia bisa menjadi generalisasi dan butuh ketajaman untuk lesson learn, ada ruang untuk dilakukan generalisasi mesti tidak se-eksak kuantitatif untuk dilakukan studi kasus. Studi kasus bisa merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif serta bisa juga mixed. Studi kasus itu tunggal apa jamak? Studi kasus bisa kasus tunggal maupun jamak, tunggal atau jamak bukan kearah tempat, objek yang diteliti bukan hanya sebuah fenomena atau proses dan kejadian. lingkup bisa individu, kelompok sosial dan organisasi. Keseluruhan di anggap bisa digali dan dipotret dengan pendekatan studi kasus. Dari banyak buku sebenarnya ada yang penting, studi kasus bukan pilihan metodologis, namun bisa sebagai pilihan objek yang diteliti. Studi kasus dapat dikaji dengan banyak cara, bisa merupakan studi kasus kualitatif, kuantitatif ataupun mixed method. Kita tinggal memilih menggunakan data apa. Dulu ada garis tegas antara kualitatif dan kuantitatif. Dulu kuantitatif bisa dilakukan generalisasi sedang kualitatif tidak, namun sekarang bisa sebuah pendekatan kualitatif untuk skala yang lebih besar, pendekatan kualitatif untuk case studi. Ketika kasus dan fenomena yang di potret bagaimana system dan fenomena itu diobah menjadi kuantitatif dengan kuantitatif, meski yang paling banyak dan lebih kaya karena gabungan, Peserta: Ada 3 pertanyaan: adapun semua penelitian bagaiman mengontrol bias. Bagaimana agar case studi bisa menjadi valid dalam pemilihan representasi yang bener. Jawaban: 1. Menghindari bias, ketika case studi kualitatif, maka instrument utamanya adalah peneliti sendiri dan punya kecenderungan dan interis, sehingga dalam membahas lebih detail, ada paparan lebih interaksi. Kalau ini policy di rekomendasi ujungnya 3, perlu perbaikan, pasti membutuhkan derange untuk memperkuat tools yang ada, tidak bisa 100% 2. Pasti ada mekanisme triangulasi metode, sumber dan data membuat tidak membuat tool nya kearah sana, kesimpulan kita kuat kita sudah melakukan tool yang kuat. Metodenya juga 3. Kelemahan studi kasus, studi kasus itu dahulu kelemahannya kemudian untuk generalisasi secara pasti tidak ada kepastian, boleh jadi sebuah kelemahan atau ciri khas, kadang ada keterbatasan penelitian, di sisi lain case studi membutuhkan kedalaman termasuk kemampuan menulis, Studi kasus, seperti penelitian lainnya juga, dapat dipengaruhi oleh value. Baik value pribadi penulis, value organisasi, ataupun value masyarakat. Peneliti perlu mendapatkan hasil yang tidak bias, dan sebagai pembaca kita pun harus melihat latar belakang penulis tersebut.

Using realist evaluation for health policy research? Yodi Mahendradhata – CHSM FK UGM Realist evaluation merupakan strategi atau pendekatan untuk evaluasi atau penelitian evaluasi. Contoh Kasus Negara bagian USA Megan’s Law dimana undang-undang ini dikembangkan untuk meregister para pelaku pelanggar seksual. Semua data pelaku tersebut dimasukkan dalam website www.icrimewatch.net sehingga tetangga atau masyarakat terdekat akan tahu bahwa ada orang disekeliling mereka pelaku pelanggar seksual. Yang menarik dalam Megan’s Law yaitu kebijakan pertama yang dievaluasi menggunakan realist evaluasi yang menjelaskan Apakah UU ini sesuatu yang rasional dan efektif. Pokok bahasan yang bisa ditangkap dalam realist evaluasi ini adalah kebijakan ini efektif untuk siapa? Dan dalam kondisi apa?. Dalam realist evaluation ini kita harus memperhatikan CMO (Context, Mechanism dan Outcomes) dimana mekanisme kebijakan yang sama diterapkan dalam konteks berbeda akan menghasilkan outcomenya berbeda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam realist evaluasi dalam Megans Law yaitu: 1. Identifikasi masalah 2. Public disclosure biasanya dalam bentuk web, bulletin 3. Sanction instigation agar masayarakat mengetahui dan lebih berhati-hati. 4. Offender response. Hal ini menginginkan masyarakat lebih mengenal pelaku dan merasa diawasi Hasil realist evaluasi terhadap Megan’s Law dari 136 pelaku kejahatan hanya 6 pelaku pelanggaran seksual bisa diidentifikasi dengan undang-undang ini. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan tersebut perlu banyak pembenahan. Dari beberapa pertanyaan peserta realist evaluation merupakan paradigm dari realism. Pendekatan yang dipakai dala realist evaluation bisa digunakan dalam konteks peneltian apapun, seperti penelitian keuangan, pajak rumah sakit dan lain-lain. Realist evaluation seperti hypothesis testing dengan alur sebagai berikut

Kemudian adanya Hypothesis mekanisme yaitu formulasi hypothesa dan subyeknya seperti apa. Dan adanya hypothesis contexs yang dimulai dengan perbedaan kondisi seperti kondisi geografis dan kondisi ekonomis. Dan hal terakhir adalah Outcomes. Realist evaluation menciptakan suatu kompetisi dimana harus ada yang menang atau kalah sehingga dampak nya bisa diperhitungkan. Yang menang akan diuntungkan dan yang kalah akan merasa dirugikan dengan adanya kebijakan atau undang-undang tersebut. Inti dalam realist evaluation adalah 1. formatif evaluation 2. summative evaluation 3. sintesis Beberapa hal yang menghambat realist evaluation adalah 1. menyimpang dari desain klasik sehingga banyak yang tidak nyaman 2. ketidakpahaman/misunderstood 3. banyak interprestasi 4. teknis banyak depending/tergantung 5. baiay mahal 6. Jawaban akhir mbulet atau tidak sederhana atau tidak masuk akal Sehingga dalam konteks realist evaluation beberapa pertanyaan yang mendasar yang bisa dijawab adalah: 1. Apa yang bisa diketahui rumusan kebijakan dalam area ini? 2. Keputusan-keputusan apa yang di implementasikn 3. Point-pointnya apa dalam implementasi? 4. Apakah efektif di daerah ini? 5. Apakah kebijakan tersebut harus ditargetkan? jika ya bagaimana caranya? 6. Haruskah intervensi ini dapat diadaptasi di kebutuhan local? Sehingga kesimpulan pendekatan realist evaluation untuk penelitian kebijakan adalah kebijakan efektif untuk siapa? Dan dalam kondisi apa kebijakan tersebut dibuat?

Life Enjoy

" Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! "

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 KUDO.TIPS - All rights reserved.