Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga tahun 1830.Hal ini bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo.Saat itu Pangeran Diponegoro dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar.Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua Selarong di Dusun Kentolan Lor, Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya.Perang Diponegoro melibatkan berbagai kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya sebagai dana Pertikaian dan perseteruan Kerajaan Jawa dengan Belanda dimulai saat kedatangan Marsekal Herman Willem Daendels di tanah Jawa tepatnya di Batavia pada 5 Januari 1808.Sebagai utusan yang dikirim Perancis, Belanda ditugaskan mempersiapkan Jawa sebagai basis pertahanan Perancis melawan Inggris.Namun cara Daendels memerintah dianggap tidak berbudaya dan melanggar tata krama yang menimbulkan kemarahan dari keraton. Daendels sering meminta akses pengelolaan sumber daya alam dan perbudakan rakyat Jawa dengan tekanan kekuatan militer.Daendels bahkan memaksa para penduduk Jawa membangun jalur transportasi dari Anyer hingga Panarukan.Terlebih setelah kematian Sri Sultan Hamengkubuwana I menjadi peluang bagi kolonial Hindia Belanda memperkuat pengaruhanya di tanah Jawa khususnya di kalangan Kerajaan Jawa.Pangeran Diponegoro awalnya tidak berniat campur tangan dalam urusan keraton. Dirinya lebih memilih hidup terpisah karena posisi ibunya yang bukan seorang permaisuri. Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada masalah keagamaan dan hidup sebagai rakyat biasa.Pangeran Diponegoro baru menaruh perhatian kepada keraton saat Belanda mulai banyak mencampuri urusan internal keraton, masalah pungutan pajak yang tinggi kepada para petani.Kemudian, puncak kemarahan sang pangeran terjadi saat makam leluhurnya akan dibongkar untuk dijadikan jalan.Tercetusnya Perang DiponegoroRencana pembangunan jalur transportasi yang melewati makam leluhur dan kediaman neneknya membuat Pangeran Diponegoro murka dan memutuskan perang dengan Belanda.Pasak-pasak penanda yang telah dipasang para pekerja, dicabutnya dan digantikan dengan tombak sebagai pernyataan perang.Perang terbesar di Pulau Jawa ini dimulai pada 20 Juli 1825. Guna menghadapi Belanda, Pangeran Diponegoro mengungsikan keluarganya dan bergerak secara gerilya.Terbukti, Belanda gagal menangkap Pangeran Diponegoro di Tegalrejo meski akhirnya kediamannya dibakar.Pangeran Diponegoro dan pasukannya bergerak ke arah selatan dan membangun basis militer di Goa Selarong yang terletak lima kilometer dari arah Kota Bantul.Peristiwa sejarah Perang Diponegoro itu berhasil meraih simpati rakyat. Selama masa peperangan, rakyat turut berjuang bersama melawan Belanda.Aksi heroik Pangeran Diponegoro juga mendapat simpati dari kalangan bangsawan lainnya dan pejuang lainnya seperti Kyai Mojo, Sentot Prawirodirdjo, dan Kerta Pengalasan.
Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga tahun 1830.Hal ini bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo.Saat itu Pangeran Diponegoro dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar.Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua Selarong di Dusun Kentolan Lor, Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya.Perang Diponegoro melibatkan berbagai kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya sebagai dana Pertikaian dan perseteruan Kerajaan Jawa dengan Belanda dimulai saat kedatangan Marsekal Herman Willem Daendels di tanah Jawa tepatnya di Batavia pada 5 Januari 1808.Sebagai utusan yang dikirim Perancis, Belanda ditugaskan mempersiapkan Jawa sebagai basis pertahanan Perancis melawan Inggris.Namun cara Daendels memerintah dianggap tidak berbudaya dan melanggar tata krama yang menimbulkan kemarahan dari keraton. Daendels sering meminta akses pengelolaan sumber daya alam dan perbudakan rakyat Jawa dengan tekanan kekuatan militer.Daendels bahkan memaksa para penduduk Jawa membangun jalur transportasi dari Anyer hingga Panarukan.Terlebih setelah kematian Sri Sultan Hamengkubuwana I menjadi peluang bagi kolonial Hindia Belanda memperkuat pengaruhanya di tanah Jawa khususnya di kalangan Kerajaan Jawa.Pangeran Diponegoro awalnya tidak berniat campur tangan dalam urusan keraton. Dirinya lebih memilih hidup terpisah karena posisi ibunya yang bukan seorang permaisuri. Pangeran Diponegoro lebih tertarik pada masalah keagamaan dan hidup sebagai rakyat biasa.Pangeran Diponegoro baru menaruh perhatian kepada keraton saat Belanda mulai banyak mencampuri urusan internal keraton, masalah pungutan pajak yang tinggi kepada para petani.Kemudian, puncak kemarahan sang pangeran terjadi saat makam leluhurnya akan dibongkar untuk dijadikan jalan.Tercetusnya Perang DiponegoroRencana pembangunan jalur transportasi yang melewati makam leluhur dan kediaman neneknya membuat Pangeran Diponegoro murka dan memutuskan perang dengan Belanda.Pasak-pasak penanda yang telah dipasang para pekerja, dicabutnya dan digantikan dengan tombak sebagai pernyataan perang.Perang terbesar di Pulau Jawa ini dimulai pada 20 Juli 1825. Guna menghadapi Belanda, Pangeran Diponegoro mengungsikan keluarganya dan bergerak secara gerilya.Terbukti, Belanda gagal menangkap Pangeran Diponegoro di Tegalrejo meski akhirnya kediamannya dibakar.Pangeran Diponegoro dan pasukannya bergerak ke arah selatan dan membangun basis militer di Goa Selarong yang terletak lima kilometer dari arah Kota Bantul.Peristiwa sejarah Perang Diponegoro itu berhasil meraih simpati rakyat. Selama masa peperangan, rakyat turut berjuang bersama melawan Belanda.Aksi heroik Pangeran Diponegoro juga mendapat simpati dari kalangan bangsawan lainnya dan pejuang lainnya seperti Kyai Mojo, Sentot Prawirodirdjo, dan Kerta Pengalasan.
jangan lupa tombol terima kasihnya