Buatlah cerpen tema persahabatan, tokohnya kirana, kyra, tommy, reza, david layarnya di cafe waktunya siang
kuekeju
Sang mentari bersinar dengan terik di atas sana. Udara siang ini cukup panas. Tetapi hal itu tidak melunturkan semangat kelima sahabat itu untuk mengerjakan tugas.
Pena yang di pegang Kyra sedari tadi tak henti-hentinya menari di atas sebuah buku tulis, dan menghasilkan sederetan tulisan tangan yang rapi dan indah. Sementara David, ia sibuk mencari data-data penting di internet.
Lain halnya dengan Reza. Cowok yang satu itu, sejak tadi ia berusaha setengah mati untuk menahan rasa kantuk yang menghampirinya. Walau begitu, ia lah yang membayar semua makanan dan minuman yang di pesan oleh ketiga sahabatnya, Kirana, Kyra, dan David.
"Udah, kalian mau pesan apa aja, gue deh yang bayarin. Tapi gue gak ikut kerja ya?" begitu tuturnya tadi, tanpa rasa berdosa. Yang lain sudah merasa biasa dengan sikap Reza 'si kelelawar' itu.
Sementara Tommy? Entahlah itu anak ngacir ke mana. Kalau sudah berhadapan dengan yang namanya 'tugas', jangan harap ia mau menghadiri kerja kelompok seperti ini. Padahal, Reza sudah mengimi-iminginya dengan menraktirnya, tapi tetap saja Tommy tak mau. Keempat temannya yang lain juga tak tahu kapan anak itu akan tobat.
Tiba-tiba pintu cafe terbuka dan membuat keempat orang itu kaget. "Loh, Tommy?" tukas Kirana dan Kyra berbarengan.
"Kok tumben lu dateng ke sini?" tanya Kirana dengan heran. "Jangan-jangan.." Kyra menatap lelaki itu dengan tatapan curiga.
Tommy menghela nafas. "Tau ah," ucapnya singkat dan langsung mengambil tempat duduk di sebelah Reza yang langsung membuat anak itu terbangun dengan kaget. Semua temannya tak kuasa menahan tawa saat melihat tampang Reza.
"Hari ini temen-temen basket gue pada remed mat semua," ujar Tom seraya memanggil salah seorang pelayan cafe.
"Terus, lu ngerasa sombong karena lu pinter, gitu?" tanya Kyra setengah bergurau.
"Ya, begitulah." jawabnya dengan bangga sambil mengibaskan jambulnya yang basah karena peluh.
"Jorok, lu. Itu keringat masuk ke minuman gue tau nggak." tutur David sambil menunjukkan cangkir kopinya ke hadapan Tommy.
"Terus, mau gue tambahin?" tanya Tommy dengan usilnya.
"Hei, sudah-sudah! Ribut amat sih kalian, ini bantuin dong ngerjain tugasnya, tinggal satu bagian lagi kok, habis itu selesai." Kyra menghentikan keributan kecil itu.
"Yaudah, sini David, gantian gue yang nyari data." Tommy meraih laptop yang dipegang oleh David. Namun, sebuah kejadian tak terduga menimpa mereka.
Lengan Tommy tanpa sengaja menyenggol cangkir kopi David hingga tumpah dan pecah. Tak hanya itu, kopi David juga membasahi buku tulis Kyra dan menyisakan jejak cairan berwarna cokelat di sana. Pecahan beling dari cangkir itu mengenai kaki Kirana hingga terluka.
Mereka semua terdiam, menatap semua hal yang jadi berantakan di hadapan mereka. Sementara Tommy, ia panik setengah mati. Kopi David tumpah, buku tulis Kyra basah dan kotor, kaki Kirana luka, mana lagi tadi ia datang paling terlambat. Lengkaplah, seketika ia merasa sebagai seorang pembuat masalah dan pengacau yang tidak ada gunanya.
"Sori David, Kyra, Kirana.. Gue nggak sengaja! Serius, ini bener-bener nggal sengaja!" Tommy menunduk, ia tak tahu harus bagaimana. Menurutnya, terserah saja bila teman-temannya akan membencinya. Untuk sesaat, suasana menjadi tegang dan hening. Seluruh pengunjung cafe juga memusatkan perhatiannya ke meja lima sahabat itu, lebih tepatnya ke arah Tommy.
"Gak apa-apa kok," tiba-tiba satu kalimat tulus itu terlontar dari mulut Kirana, mencairakan suasana. Ia tersenyum, "Semuanya udah kejadian dan gak bisa dibalikin lagi. Gelas itu gak bisa dibagusin lagi dan kopi di buku tulis Kyra gak bisa dihilangkan lagi. Kalau kaki gue, diobatin juga sembuh. Jadi, percuma kita berlarut-larut ke masalah ini." lanjut Kirana sambil tersenyum.
"Iya, lagian kita nggak akan marah kok, kita 'kan sahabat, jadi masalah kayak gini nggak akan bisa jadi alasan buat kita jadi musuhan kok. Soal buku tulis gue, itu gampang." Ucap Kyra dengan lembut.
"Cie, Kyra bijak." Gurau Reza kemudian berdeham.
Suasana diantara kelima sahabat itu pun kembali membaik. Satu hal yang mereka yakini adalah, tak ada satu hal pun yang dapat menghancurkan persahabatan mereka. David juga tak mempermasalahkan kopinya yang tumpah itu. Mereka berlima sudah saling percaya. Tommy juga merasa bersyukur memiliki teman-teman sebaik Kirana, Kyra, David, dan juga Reza.
Mereka pun memaafkan ketidaksengajaan Tommy dan membereskan meja mereka. Demikianlah persahabatan kelima sahabat itu menginspirasi setiap pengunjung di cafe tersebut.
Pena yang di pegang Kyra sedari tadi tak henti-hentinya menari di atas sebuah buku tulis, dan menghasilkan sederetan tulisan tangan yang rapi dan indah. Sementara David, ia sibuk mencari data-data penting di internet.
Lain halnya dengan Reza. Cowok yang satu itu, sejak tadi ia berusaha setengah mati untuk menahan rasa kantuk yang menghampirinya. Walau begitu, ia lah yang membayar semua makanan dan minuman yang di pesan oleh ketiga sahabatnya, Kirana, Kyra, dan David.
"Udah, kalian mau pesan apa aja, gue deh yang bayarin. Tapi gue gak ikut kerja ya?" begitu tuturnya tadi, tanpa rasa berdosa. Yang lain sudah merasa biasa dengan sikap Reza 'si kelelawar' itu.
Sementara Tommy? Entahlah itu anak ngacir ke mana. Kalau sudah berhadapan dengan yang namanya 'tugas', jangan harap ia mau menghadiri kerja kelompok seperti ini. Padahal, Reza sudah mengimi-iminginya dengan menraktirnya, tapi tetap saja Tommy tak mau. Keempat temannya yang lain juga tak tahu kapan anak itu akan tobat.
Tiba-tiba pintu cafe terbuka dan membuat keempat orang itu kaget. "Loh, Tommy?" tukas Kirana dan Kyra berbarengan.
"Kok tumben lu dateng ke sini?" tanya Kirana dengan heran.
"Jangan-jangan.." Kyra menatap lelaki itu dengan tatapan curiga.
Tommy menghela nafas. "Tau ah," ucapnya singkat dan langsung mengambil tempat duduk di sebelah Reza yang langsung membuat anak itu terbangun dengan kaget. Semua temannya tak kuasa menahan tawa saat melihat tampang Reza.
"Hari ini temen-temen basket gue pada remed mat semua," ujar Tom seraya memanggil salah seorang pelayan cafe.
"Terus, lu ngerasa sombong karena lu pinter, gitu?" tanya Kyra setengah bergurau.
"Ya, begitulah." jawabnya dengan bangga sambil mengibaskan jambulnya yang basah karena peluh.
"Jorok, lu. Itu keringat masuk ke minuman gue tau nggak." tutur David sambil menunjukkan cangkir kopinya ke hadapan Tommy.
"Terus, mau gue tambahin?" tanya Tommy dengan usilnya.
"Hei, sudah-sudah! Ribut amat sih kalian, ini bantuin dong ngerjain tugasnya, tinggal satu bagian lagi kok, habis itu selesai." Kyra menghentikan keributan kecil itu.
"Yaudah, sini David, gantian gue yang nyari data." Tommy meraih laptop yang dipegang oleh David. Namun, sebuah kejadian tak terduga menimpa mereka.
Lengan Tommy tanpa sengaja menyenggol cangkir kopi David hingga tumpah dan pecah. Tak hanya itu, kopi David juga membasahi buku tulis Kyra dan menyisakan jejak cairan berwarna cokelat di sana. Pecahan beling dari cangkir itu mengenai kaki Kirana hingga terluka.
Mereka semua terdiam, menatap semua hal yang jadi berantakan di hadapan mereka. Sementara Tommy, ia panik setengah mati. Kopi David tumpah, buku tulis Kyra basah dan kotor, kaki Kirana luka, mana lagi tadi ia datang paling terlambat. Lengkaplah, seketika ia merasa sebagai seorang pembuat masalah dan pengacau yang tidak ada gunanya.
"Sori David, Kyra, Kirana.. Gue nggak sengaja! Serius, ini bener-bener nggal sengaja!" Tommy menunduk, ia tak tahu harus bagaimana. Menurutnya, terserah saja bila teman-temannya akan membencinya. Untuk sesaat, suasana menjadi tegang dan hening. Seluruh pengunjung cafe juga memusatkan perhatiannya ke meja lima sahabat itu, lebih tepatnya ke arah Tommy.
"Gak apa-apa kok," tiba-tiba satu kalimat tulus itu terlontar dari mulut Kirana, mencairakan suasana. Ia tersenyum, "Semuanya udah kejadian dan gak bisa dibalikin lagi. Gelas itu gak bisa dibagusin lagi dan kopi di buku tulis Kyra gak bisa dihilangkan lagi. Kalau kaki gue, diobatin juga sembuh. Jadi, percuma kita berlarut-larut ke masalah ini." lanjut Kirana sambil tersenyum.
"Iya, lagian kita nggak akan marah kok, kita 'kan sahabat, jadi masalah kayak gini nggak akan bisa jadi alasan buat kita jadi musuhan kok. Soal buku tulis gue, itu gampang." Ucap Kyra dengan lembut.
"Cie, Kyra bijak." Gurau Reza kemudian berdeham.
Suasana diantara kelima sahabat itu pun kembali membaik. Satu hal yang mereka yakini adalah, tak ada satu hal pun yang dapat menghancurkan persahabatan mereka. David juga tak mempermasalahkan kopinya yang tumpah itu. Mereka berlima sudah saling percaya. Tommy juga merasa bersyukur memiliki teman-teman sebaik Kirana, Kyra, David, dan juga Reza.
Mereka pun memaafkan ketidaksengajaan Tommy dan membereskan meja mereka. Demikianlah persahabatan kelima sahabat itu menginspirasi setiap pengunjung di cafe tersebut.