Kata kunci : demokrasi, demokrasi liberal, kabinet parlementer
Pembahasan
Keadaan politik Indonesia selama pelaksanaan demokrasi liberal sejak tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 penuh dengan pertentangan antarpartai sehingga menimbulkan kekacauan di berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara tidak dapat terlaksana dengan baik karena para pemimpin partai yang menjadi menteri hanya memikirkan kepentingan partainya sendiri.
Penjelasan
Republik Indonesia Serikat (RIS) resmi dibubarkan sejak tanggal 17 Agustus 1950 dan secara langsung Indonesia kembali menjadi negara kesatuan yang berbentuk Republik. Karena kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia maka dasar negara yang digunakan adalah UUDS 1950 sampai terbentuknya konstitusi yang tetap.
Dalam UUDS 1950 ditetapkan bahwa sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi liberal, sedangkan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer.
Prinsip utama dalam kabinet perlementer yaitu kekuasaan pemerintahan tertinggi suatu negara dipegang oleh perdana menteri sehingga presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara. Nantinya seorang perdana menteri bersama dengan para menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Selama berlakunya UUDS 1950, pemerintah Republik Indonesia diwarnai dengan pergantian tujuh kabinet secara berturut-turut, yaitu sebagai berikut.
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 2juni 1953)
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957)
7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)
Karena masa kerja atau usia kabine kerja yang hanya sesat, pelaksanan program kerja kabinet tidak mungkin berjalan maksimal, tuntas dan merata. Pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara di segala bidang tidak dapat terlaksana karena para pemimpin partai yang menjadi menteri hanya memikirkan kepentingan partainya.
Sistem pemerintahan parlementer memiliki sisi positif dan negatif karena berlaku sistem Multiartha (banyak partai yang bermunculan). Berikut adalah beberapa sisi positif dan negatif dari sistem multipartai dalam kabinet parlementer.
a. Sisi positif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.
1. Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan pemerintahan.
2. Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar karena wewenang pemerintah dipegang oleh partai yang berkuasa.
3. Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia karena setiap warga berhak berpartisipasi dalam politik, antara lain mengkritik pemerintah, menyampaikan pendapat, dan mendirikan partai politik.
b. Sisi negatif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.
1. Ada kecenderungan terjadi persaingan yang tidak sehat di parlemen maupun kabinet.
2. Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompoknya sendiri, bukan kepentingan rakyat banyak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem demokrasi liberal tidak cocok bagi bangsa Indonesia sebab pada dasarnya sistem demokrasi liberal dengan sistem pemerintahan parlementer tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi, jiwa Pancasila, dan UUD 1945
Indonesia menganut sistem kabinet parlementer.
Mata pelajaran : sejarah
Kelas : SAMA
Kategori : demokrasi liberal
Kata kunci : demokrasi, demokrasi liberal, kabinet parlementer
Pembahasan
Keadaan politik Indonesia selama pelaksanaan demokrasi liberal sejak tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 penuh dengan pertentangan antarpartai sehingga menimbulkan kekacauan di berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara tidak dapat terlaksana dengan baik karena para pemimpin partai yang menjadi menteri hanya memikirkan kepentingan partainya sendiri.
Penjelasan
Republik Indonesia Serikat (RIS) resmi dibubarkan sejak tanggal 17 Agustus 1950 dan secara langsung Indonesia kembali menjadi negara kesatuan yang berbentuk Republik. Karena kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia maka dasar negara yang digunakan adalah UUDS 1950 sampai terbentuknya konstitusi yang tetap.
Dalam UUDS 1950 ditetapkan bahwa sistem demokrasi yang digunakan adalah demokrasi liberal, sedangkan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer.
Prinsip utama dalam kabinet perlementer yaitu kekuasaan pemerintahan tertinggi suatu negara dipegang oleh perdana menteri sehingga presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara. Nantinya seorang perdana menteri bersama dengan para menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Selama berlakunya UUDS 1950, pemerintah Republik Indonesia diwarnai dengan pergantian tujuh kabinet secara berturut-turut, yaitu sebagai berikut.
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 2juni 1953)
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957)
7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)
Karena masa kerja atau usia kabine kerja yang hanya sesat, pelaksanan program kerja kabinet tidak mungkin berjalan maksimal, tuntas dan merata. Pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara di segala bidang tidak dapat terlaksana karena para pemimpin partai yang menjadi menteri hanya memikirkan kepentingan partainya.
Sistem pemerintahan parlementer memiliki sisi positif dan negatif karena berlaku sistem Multiartha (banyak partai yang bermunculan). Berikut adalah beberapa sisi positif dan negatif dari sistem multipartai dalam kabinet parlementer.
a. Sisi positif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.
1. Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan pemerintahan.
2. Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar karena wewenang pemerintah dipegang oleh partai yang berkuasa.
3. Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia karena setiap warga berhak berpartisipasi dalam politik, antara lain mengkritik pemerintah, menyampaikan pendapat, dan mendirikan partai politik.
b. Sisi negatif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.
1. Ada kecenderungan terjadi persaingan yang tidak sehat di parlemen maupun kabinet.
2. Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompoknya sendiri, bukan kepentingan rakyat banyak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem demokrasi liberal tidak cocok bagi bangsa Indonesia sebab pada dasarnya sistem demokrasi liberal dengan sistem pemerintahan parlementer tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi, jiwa Pancasila, dan UUD 1945