Pada masa Islam, kegiatan perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah maju dengan pesat. Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi biasanya dilakukan adalah fakta yang menguatkan hal itu. Berbagai bandar itu tidak hanya disingahi oleh pedagang prbumi, tapi juga oleh pedagang asing/mancanegara. Pedagang dari mancanegara umumnya berasal dari arab, persia, China, bahkan dari Eropa. Pedagang dari arab memperjualkan permadani, kain-kain, dyl. Uniknya, pedagang dari arab seringkali membentuk komunitas Arab yang dikenal dengan nama kampung Arab. Sering dijumpai kampung ini terletak di daerah pesisir. Namun tak jarang kampung ini juga dibentuk di daerah yang jauh dari garis pantai, dan cenderung dekat dengan pusat kota yang ramai. Sama halnya dengan pedagang dari Arab, pedagang dari Persia pun melakukan kegiatan perdagangan di daerah pelabuhan serta di daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Dan untuk barang-barang yang dijual oleh pedagang dari Persia, hampir sama dengan pedagang asal Arab. Barang-barang itu meliputi sorban, kain-kain permadani, dyl. Perbedaan dengan pedagang Arab adalah pedagang Persia tidak mebentuk komunitas tersendiri, yang dapat menyatukan mereka dalam suatu wadah tersendiri. Tidak kalah dengan dua bangsa asal Asia Barat, pedagang asal China di Indonesia pun mampu memberikan perannya dalam memajukan perdagangan di Indonesia. Dari segi etos kerja, pedagang China pun sangat baik. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya pedagang China yang sukses pada masa itu serta mampu menempati posisi yang tinggi dalam kegiatan perdagangan. Dan guna menyatukan komunitas mereka serta melancarjan kegiatan perdagangan mereka, mereka pun membentuk komunitas tersendiri yang dikenal dengan kampung China atau ”Pecinan”. Untuk barang-barang diperjualkan oleh pedagang China meliputi guci, keramik, sutera, kertas, dyl. Berbeda dengan ketiga pedagang Asia di atas, yang datang sejak awal perkembangan Islam, atau bahkan jauh sebelum itu. Kedatangan pedagang Eropa ke nusantara terjadi pada saat Islam sudah mulai memasuki masa keemasan di bumi Indonesia, yang dibuktikan dengan semakin banyaknya kerajaan bercorak Islam. Bangsa Eropa datang jauh-jauh dari Eropa karena Konstantinopel yang saat itu jatuh ke Turki Usmani, tertutup bagi orang Eropa. Karena hal inilah, yang kemudian memaksa mereka untuk mencari sendiri kebutuhan pokok mereka yang salah satunya adalah rempah-rempah. Dan perjalanan mereka untuk mencari rempah-rempah sendiri ke daerah timur dipelopori oleh Ferdinand de Magelhans (asal Portugis). Antara Islam dan perdagangan merupakan suatu keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Banyak sekali contoh yang menyebutkan bahwa dalam perdagangan, disebarkan pula agama Islam atau perdagangan di Indonesia dilakukan oleh pedagang Islam. Perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan kontribusi pedagang-pedagang Islam. Misalnya pedagang Islam asal Arab, Gujarat, bahkan China. Perkembangan ini dari mulai ujung barat Indonesia (Aceh) sampai Indonesia timur, termasuk berhasil masuk dan berkembang di pulau rempah-rempah (Maluku). Para pedagang Jawa dan Melayu yang beragama Islam menetap di pesisir Banda, tetapi tidak ada seorang raja pun di sana, dan daerah pedalaman masih non-muslim. Ternate, Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja Muslim. Penguasa-penguasa Tidore dan Bacan memakai gelar India ’raja’, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar ’Sultan’, dan raja Tidore telah memakai nama Arab ”al-Manshur”. Keseluruhan bukti di atas memberi suatu gambaran umum mengenai perkembangan ekonomi pada abad XIII hingga awal abad XVI. Derah-daerah yang paling penting atau menjadi jalur perdagangan Intenasional meliputi pesisir-pesisir Sumatera di selat Malaka, semenanjung Malaya, pesisir utara Jawa, Brunei, Sulu, dan Maluku. Menurut Tome Pires, tidak semua daerah perdagangan yang penting telah memeluk Islam, misalnya Timor dan Sumba yang menghasilkan kayu cendana tetapi masih tetap non-Islam. Adanya perdagangan internasional hanya memberi sedikit penjelasan mengapa sudah ada bangsawan-bangsawan yang beragama Islam di Istana Majapahit pada abad XIV, atau mengapa Trengganu merupakan daerah Malaya pertama tempat Islamisasi berlangsung. Meskipun demikian, tampaknya memang ada kaitannya antara perdagangan dengan Islam.
Pada masa Islam, kegiatan perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah maju dengan pesat. Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi biasanya dilakukan adalah fakta yang menguatkan hal itu. Berbagai bandar itu tidak hanya disingahi oleh pedagang prbumi, tapi juga oleh pedagang asing/mancanegara. Pedagang dari mancanegara umumnya berasal dari arab, persia, China, bahkan dari Eropa.
Pedagang dari arab memperjualkan permadani, kain-kain, dyl. Uniknya, pedagang dari arab seringkali membentuk komunitas Arab yang dikenal dengan nama kampung Arab. Sering dijumpai kampung ini terletak di daerah pesisir. Namun tak jarang kampung ini juga dibentuk di daerah yang jauh dari garis pantai, dan cenderung dekat dengan pusat kota yang ramai.
Sama halnya dengan pedagang dari Arab, pedagang dari Persia pun melakukan kegiatan perdagangan di daerah pelabuhan serta di daerah pedalaman yang jauh dari pantai. Dan untuk barang-barang yang dijual oleh pedagang dari Persia, hampir sama dengan pedagang asal Arab. Barang-barang itu meliputi sorban, kain-kain permadani, dyl. Perbedaan dengan pedagang Arab adalah pedagang Persia tidak mebentuk komunitas tersendiri, yang dapat menyatukan mereka dalam suatu wadah tersendiri.
Tidak kalah dengan dua bangsa asal Asia Barat, pedagang asal China di Indonesia pun mampu memberikan perannya dalam memajukan perdagangan di Indonesia. Dari segi etos kerja, pedagang China pun sangat baik. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya pedagang China yang sukses pada masa itu serta mampu menempati posisi yang tinggi dalam kegiatan perdagangan. Dan guna menyatukan komunitas mereka serta melancarjan kegiatan perdagangan mereka, mereka pun membentuk komunitas tersendiri yang dikenal dengan kampung China atau ”Pecinan”. Untuk barang-barang diperjualkan oleh pedagang China meliputi guci, keramik, sutera, kertas, dyl.
Berbeda dengan ketiga pedagang Asia di atas, yang datang sejak awal perkembangan Islam, atau bahkan jauh sebelum itu. Kedatangan pedagang Eropa ke nusantara terjadi pada saat Islam sudah mulai memasuki masa keemasan di bumi Indonesia, yang dibuktikan dengan semakin banyaknya kerajaan bercorak Islam. Bangsa Eropa datang jauh-jauh dari Eropa karena Konstantinopel yang saat itu jatuh ke Turki Usmani, tertutup bagi orang Eropa. Karena hal inilah, yang kemudian memaksa mereka untuk mencari sendiri kebutuhan pokok mereka yang salah satunya adalah rempah-rempah. Dan perjalanan mereka untuk mencari rempah-rempah sendiri ke daerah timur dipelopori oleh Ferdinand de Magelhans (asal Portugis).
Antara Islam dan perdagangan merupakan suatu keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Banyak sekali contoh yang menyebutkan bahwa dalam perdagangan, disebarkan pula agama Islam atau perdagangan di Indonesia dilakukan oleh pedagang Islam. Perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan kontribusi pedagang-pedagang Islam. Misalnya pedagang Islam asal Arab, Gujarat, bahkan China. Perkembangan ini dari mulai ujung barat Indonesia (Aceh) sampai Indonesia timur, termasuk berhasil masuk dan berkembang di pulau rempah-rempah (Maluku). Para pedagang Jawa dan Melayu yang beragama Islam menetap di pesisir Banda, tetapi tidak ada seorang raja pun di sana, dan daerah pedalaman masih non-muslim. Ternate, Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja Muslim. Penguasa-penguasa Tidore dan Bacan memakai gelar India ’raja’, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar ’Sultan’, dan raja Tidore telah memakai nama Arab ”al-Manshur”.
Keseluruhan bukti di atas memberi suatu gambaran umum mengenai perkembangan ekonomi pada abad XIII hingga awal abad XVI. Derah-daerah yang paling penting atau menjadi jalur perdagangan Intenasional meliputi pesisir-pesisir Sumatera di selat Malaka, semenanjung Malaya, pesisir utara Jawa, Brunei, Sulu, dan Maluku. Menurut Tome Pires, tidak semua daerah perdagangan yang penting telah memeluk Islam, misalnya Timor dan Sumba yang menghasilkan kayu cendana tetapi masih tetap non-Islam. Adanya perdagangan internasional hanya memberi sedikit penjelasan mengapa sudah ada bangsawan-bangsawan yang beragama Islam di Istana Majapahit pada abad XIV, atau mengapa Trengganu merupakan daerah Malaya pertama tempat Islamisasi berlangsung. Meskipun demikian, tampaknya memang ada kaitannya antara perdagangan dengan Islam.
Aspek ekonominya perdagangan.