ica99
Tindakan Preventif Dan Represif Dalam Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiDari uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan perbandingan antara kedua pendekatan pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut dapat terlihat bahwa tindakan preventif lebih menjadi prioritas daripada tindakan represif sebagaimana didukung pula secara internasional melalui United Nations Against Corruption (UNCAC), adapun pertimbangan-pertimbangannya adalah:
a) Kebijakan Represif memerlukan biaya yang sangat mahal;
b) Dana yang dikorupsi sulit untuk dikembalikan;
c) Tujuan pemidanaan “tidak tercapai”;
d) Dampak korupsi yang sangat luas tidak dapat ditanggulangi melalui pendekatan represif semata;
e) Di dalam sistem peradilan yang masih “rentan” atas KKN, tindakan represif tidak akan berfungsi optimal
f) Perumusan delik pidana mempunyai keterbatasan dibandingkan dengan perkembangan modus kejahatan;
g) Penegakan hukum acapkali berhadapan dengan prinsip “legalitas”;
h) Adanya kompleksitas pembuktian atas rumusan delik pada modus kejahatan yang yang baru;
i) Pencegahan yang efektif dapat meminimalisasi dan mengendalikan faktor yang bersifat kriminal.
2. Bila melihat perkembangan kondisi tindak pidana korupsi yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, telah menjadikan Indonesia mendapat perhatian internasional. Tentu saja Pemerintah Indonesia menyadari bahwa perhatian internasional terhadap permasalahan ini adalah sangat penting karena dapat mempengaruhi kepercayaan luar negeri terhadap stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu upaya-upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi menjadi perhatian utama bagi pemerintah, diantaranya dengan melakukan perubahan secara terus menerus terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi. Hal ini dapat dilihat dari amandemen Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang meratifikasi United Nations Against Corruption 2003 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Saran-saran yang dapat dikemukakan sebagai akhir dari pengkajian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk ke depannya maka strategi pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara sistemik dan konsisten melalui pendekatan integral antara upaya represif dan upaya preventif. Upaya represif atau sering disebut upaya penal, dilakukan dengan menerapkan hukum pidana guna menimbulkan efek jera bagi pelaku dan menimbulkan daya cegah bagi masyarakat agar menghindari segala bentuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Sedangkan upaya preventif dilakukan melalui sarana di luar hukum pidana (non-penal).
2. Sarana penanggulangan korupsi di luar hukum pidana dapat dilakukan melalui: pencegahan tanpa pidana, mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa, serta pendidikan kesadaran hukum masyarakat dengan menumbuhkan budaya malu untuk melakukan korupsi, karena pada dasarnya indikator keberhasilan pemberantasan korupsi harus dilihat dari semakin berkurangnya kasus korupsi yang ditangani, bukannya karena tidak ada perkara korupsi yang ditangani maka dianggap tidak berhasil memberantas korupsi.
1. Berdasarkan perbandingan antara kedua pendekatan pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut dapat terlihat bahwa tindakan preventif lebih menjadi prioritas daripada tindakan represif sebagaimana didukung pula secara internasional melalui United Nations Against Corruption (UNCAC), adapun pertimbangan-pertimbangannya adalah:
a) Kebijakan Represif memerlukan biaya yang sangat mahal;
b) Dana yang dikorupsi sulit untuk dikembalikan;
c) Tujuan pemidanaan “tidak tercapai”;
d) Dampak korupsi yang sangat luas tidak dapat ditanggulangi melalui pendekatan represif semata;
e) Di dalam sistem peradilan yang masih “rentan” atas KKN, tindakan represif tidak akan berfungsi optimal
f) Perumusan delik pidana mempunyai keterbatasan dibandingkan dengan perkembangan modus kejahatan;
g) Penegakan hukum acapkali berhadapan dengan prinsip “legalitas”;
h) Adanya kompleksitas pembuktian atas rumusan delik pada modus kejahatan yang yang baru;
i) Pencegahan yang efektif dapat meminimalisasi dan mengendalikan faktor yang bersifat kriminal.
2. Bila melihat perkembangan kondisi tindak pidana korupsi yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, telah menjadikan Indonesia mendapat perhatian internasional. Tentu saja Pemerintah Indonesia menyadari bahwa perhatian internasional terhadap permasalahan ini adalah sangat penting karena dapat mempengaruhi kepercayaan luar negeri terhadap stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu upaya-upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi menjadi perhatian utama bagi pemerintah, diantaranya dengan melakukan perubahan secara terus menerus terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi. Hal ini dapat dilihat dari amandemen Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang meratifikasi United Nations Against Corruption 2003 dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Saran-saran yang dapat dikemukakan sebagai akhir dari pengkajian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk ke depannya maka strategi pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara sistemik dan konsisten melalui pendekatan integral antara upaya represif dan upaya preventif. Upaya represif atau sering disebut upaya penal, dilakukan dengan menerapkan hukum pidana guna menimbulkan efek jera bagi pelaku dan menimbulkan daya cegah bagi masyarakat agar menghindari segala bentuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Sedangkan upaya preventif dilakukan melalui sarana di luar hukum pidana (non-penal).
2. Sarana penanggulangan korupsi di luar hukum pidana dapat dilakukan melalui: pencegahan tanpa pidana, mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa, serta pendidikan kesadaran hukum masyarakat dengan menumbuhkan budaya malu untuk melakukan korupsi, karena pada dasarnya indikator keberhasilan pemberantasan korupsi harus dilihat dari semakin berkurangnya kasus korupsi yang ditangani, bukannya karena tidak ada perkara korupsi yang ditangani maka dianggap tidak berhasil memberantas korupsi.