MichaelGabriel Sengketa Indonesia dan Belanda memuncak ketika persetujuan Linggarjati dilanggar oleh Belanda dengan agresi militer tanggal 21 Juli 1947. Hal ini menjadi pokok bahasan di forum internasional. Setelah perdebatan panjang di PBB dan tidak ada keputusan, maka lahirlah beberapa pendapat yang berkembang dari negara-negara besar seperti Rusia dan Amerika Serikat. Usul Rusia untuk membentuk komisi pengawas gencatan senjata didukung oleh Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia dan Suriah, tetapi diveto oleh Perancis karena terlalu menguntungkan Republik Indonesia.1) Akhirnya usul AS pada tanggal 21 Agustus 1947 melalui Departemen Luar Negeri AS memberitahukan kepada Belanda bahwa AS akan mengusulkan kepada Dewan Keamanan PBB agar menawarkan jasa-jasa baiknya kepada pihak yang bersengketa.2) Usul tersebut diterima oleh DK-PBB tanggal 25 Agustus 1947 yang selanjutnya menjadi keputusan PBB untuk membentuk suatu Committee of Good Offices (Komisi Jasa-jasa Baik) yang kemudian dikenal sebagai KTN (Komisi Tiga Negara). Komisi ini terdiri dari tiga negara sebagai penyelenggara penyelesaian sengketa, yaitu Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih oleh Indonesia dan AS yang dipilih oleh Belgia dan Australia.3) Menghadapi sengketa Indonesia-Belanda yang semakin memuncak, maka Komisi Tiga Negara mengambil beberapa langkah penyelesaian dengan mengusulkan kepada forum PBB melalui DK PBB untuk membahas dan mengambil tindakan yang dianggap perlu atas segaka kejadian di Indonesia. Namun demikian, usaha KTN melalui PBB menemui banyak perbedaan persepsi tentang keadaan yang terjadi di Indonesia, sehingga usul tersebut tidak mendapat tanggapan. Berkali-kali KTN mengirimkan laporan ke DK PBB tetapi tidak pernah mendapat jawaban.4) KTN berusaha mempertemukan kedua pihak yang bersengketa ke meja perundingan. Akhirnya pada tanggal 8 Desember 1947 diadakan perundingan di atas kapal AS, Renville yang berlabuh di Tanjung Priok. Namun demikian, perundingan Renville ini mengalami jalan buntu dalam mencapai suatu persetujuan. KTN dalam pesan Natalnya tertanggal 26 Desember, mengajukan usul yang sangat dekat dengan keinginan Belanda. Usul tersebut diterima oleh pihak RI, sedangkan Belanda dalam jawabannya tertanggal 2 Januari 1948 hanya menerima sebagian usul KTN tersebut dan mangajukan usul 12 pasal. Menanggapi 12 pasal usulan Belanda, KTN kembali mengambil langkah yaitu memasukkan usul 6 pasal tambahan, karena KTN memahami bahwa Indonesia tak mungkin menerima`12 pasal dari Belanda. KTN berusaha meyakinkan Indonesia tentang usul KTN tersebut sambul memberikan peringatan tentang kemungkinan nagatif yang dapat terjadi apabila Indonesia menolak usulan tersebut. Wakil KTN, Graham meyakinkan Indonesia bahwa hanya dengan menerima tiga naskah persetujuan Renville itu, pemerintah Amerika Serikat akan melindungi RI dari setiap tindakan kekuasaan Belanda. Harus diakui bahwa KTN bekerja amat keras untuk menolong RI. Paling kurang dua dari tiga anggotanya adalah simpatisan Republik, sekalipun kekuatan mereka tidak begitu besar.5) Perundingan-perundingan lanjutan, kemudian dilaksanakan, seperti pada perundingan di bulan Maret 1948, akan tetapi mengalami jalan buntu karena kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah. KTN tak henti-hentinya mencari jalan penyelesaian dengan Indonesia di Kaliurang, Belanda tiba-tiba melancarkan agresinya yang kedua. Sehingga PBB merasa amat tersinggung karena penyerangan itu dilakukan di depan hidung mereka (KTN), yang menyebabkan PBB mengeluarkan beberapa resolusi yang mengecam Belanda. Setelah peristiwa Agresi Belanda II, forum PBB mulai gencar memperhatikan permasalahan yang ditangani KTN. Muncullah resolusi yang mengecam tindakan Belanda. Selama terbentuknya KTN hingga berakhirnya sengketa pada tanggal 27 Desember 1949, selama kurang lebih tiga setengah tahun, Dewan Keamanan telah mengadakan sidang mengenai sengketa itu lebih dari 90 kali.6) Pada tanggal 28 Januari 1949, PBB mengeluarkan suatu resolusi yang menyerukan kepada kedua pihak untuk menghentikan tembak-menembak dan lain-lain yang berhubungan dengan sengketa tersebut. Akhirnya resolusi itu menetapkan perubahan KTN menjadi Komisi PBB untuk Indonesia, yaitu UNCI (United Nations Commission for Indonesia).7) Tugas UNCI antara lain melaksanakan resolusi-resolusi DK-PBB, membuat saran-saran mengenai pemilihan umum, pengawasannya dan menjamin pemilihan umum secepat mungkin. Dengan adanya resolusi tanggal 28 Januari 1949 itu telah mengubah nama KTN menjadi UNCI, yang pada dasarnya merupakan kalanjutan dari perjuangan dan perpanjangan tangan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Usul Rusia untuk membentuk komisi pengawas gencatan senjata didukung oleh Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia dan Suriah, tetapi diveto oleh Perancis karena terlalu menguntungkan Republik Indonesia.1) Akhirnya usul AS pada tanggal 21 Agustus 1947 melalui Departemen Luar Negeri AS memberitahukan kepada Belanda bahwa AS akan mengusulkan kepada Dewan Keamanan PBB agar menawarkan jasa-jasa baiknya kepada pihak yang bersengketa.2) Usul tersebut diterima oleh DK-PBB tanggal 25 Agustus 1947 yang selanjutnya menjadi keputusan PBB untuk membentuk suatu Committee of Good Offices (Komisi Jasa-jasa Baik) yang kemudian dikenal sebagai KTN (Komisi Tiga Negara). Komisi ini terdiri dari tiga negara sebagai penyelenggara penyelesaian sengketa, yaitu Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih oleh Indonesia dan AS yang dipilih oleh Belgia dan Australia.3) Menghadapi sengketa Indonesia-Belanda yang semakin memuncak, maka Komisi Tiga Negara mengambil beberapa langkah penyelesaian dengan mengusulkan kepada forum PBB melalui DK PBB untuk membahas dan mengambil tindakan yang dianggap perlu atas segaka kejadian di Indonesia. Namun demikian, usaha KTN melalui PBB menemui banyak perbedaan persepsi tentang keadaan yang terjadi di Indonesia, sehingga usul tersebut tidak mendapat tanggapan. Berkali-kali KTN mengirimkan laporan ke DK PBB tetapi tidak pernah mendapat jawaban.4) KTN berusaha mempertemukan kedua pihak yang bersengketa ke meja perundingan. Akhirnya pada tanggal 8 Desember 1947 diadakan perundingan di atas kapal AS, Renville yang berlabuh di Tanjung Priok. Namun demikian, perundingan Renville ini mengalami jalan buntu dalam mencapai suatu persetujuan. KTN dalam pesan Natalnya tertanggal 26 Desember, mengajukan usul yang sangat dekat dengan keinginan Belanda. Usul tersebut diterima oleh pihak RI, sedangkan Belanda dalam jawabannya tertanggal 2 Januari 1948 hanya menerima sebagian usul KTN tersebut dan mangajukan usul 12 pasal. Menanggapi 12 pasal usulan Belanda, KTN kembali mengambil langkah yaitu memasukkan usul 6 pasal tambahan, karena KTN memahami bahwa Indonesia tak mungkin menerima`12 pasal dari Belanda. KTN berusaha meyakinkan Indonesia tentang usul KTN tersebut sambul memberikan peringatan tentang kemungkinan nagatif yang dapat terjadi apabila Indonesia menolak usulan tersebut. Wakil KTN, Graham meyakinkan Indonesia bahwa hanya dengan menerima tiga naskah persetujuan Renville itu, pemerintah Amerika Serikat akan melindungi RI dari setiap tindakan kekuasaan Belanda. Harus diakui bahwa KTN bekerja amat keras untuk menolong RI. Paling kurang dua dari tiga anggotanya adalah simpatisan Republik, sekalipun kekuatan mereka tidak begitu besar.5) Perundingan-perundingan lanjutan, kemudian dilaksanakan, seperti pada perundingan di bulan Maret 1948, akan tetapi mengalami jalan buntu karena kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah. KTN tak henti-hentinya mencari jalan penyelesaian dengan Indonesia di Kaliurang, Belanda tiba-tiba melancarkan agresinya yang kedua. Sehingga PBB merasa amat tersinggung karena penyerangan itu dilakukan di depan hidung mereka (KTN), yang menyebabkan PBB mengeluarkan beberapa resolusi yang mengecam Belanda. Setelah peristiwa Agresi Belanda II, forum PBB mulai gencar memperhatikan permasalahan yang ditangani KTN. Muncullah resolusi yang mengecam tindakan Belanda. Selama terbentuknya KTN hingga berakhirnya sengketa pada tanggal 27 Desember 1949, selama kurang lebih tiga setengah tahun, Dewan Keamanan telah mengadakan sidang mengenai sengketa itu lebih dari 90 kali.6) Pada tanggal 28 Januari 1949, PBB mengeluarkan suatu resolusi yang menyerukan kepada kedua pihak untuk menghentikan tembak-menembak dan lain-lain yang berhubungan dengan sengketa tersebut. Akhirnya resolusi itu menetapkan perubahan KTN menjadi Komisi PBB untuk Indonesia, yaitu UNCI (United Nations Commission for Indonesia).7) Tugas UNCI antara lain melaksanakan resolusi-resolusi DK-PBB, membuat saran-saran mengenai pemilihan umum, pengawasannya dan menjamin pemilihan umum secepat mungkin. Dengan adanya resolusi tanggal 28 Januari 1949 itu telah mengubah nama KTN menjadi UNCI, yang pada dasarnya merupakan kalanjutan dari perjuangan dan perpanjangan tangan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.