Lihat kesimpulan untuk dampak negatif dan positifnya, penjelasan diberikan sekedar untuk memberi gambaran tentang pendidikan di Hindia.
Pada era penjajahan, Belanda tidak sekedar mengeksploitasi daerah jajahannya di Hindia; banyak investasi di berbagai bidang dilakukan oleh kerajaan Belanda dan pemerintah kolonial Hindia, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.
Penjelasan Singkat:
Awalnya, fasilitas pendidikan hanya diberikan kepada orang yang keturunan Belanda saja, namun sejak akhir abad ke-19, fasilitas pendidikan dibuka ke orang Indonesia (para pribumi), namun sekolah yang bergengsi tetap eksklusif untuk keturunan Belanda dan bangsawan atau kelas elit pribumi.
Semua pendidikan resmi menggunakan kurikulum Belanda dan bersifat sekuler; diajarkan dengan sistem tulis Latin dan sistem angka Hindu-Arab, dengan bahasa yang disesuaikan dengan ras dan status sosial.
Pendidikan Umum
Pendidikan bagi rakyat berupa sekolah sekunder (menengah; middlebare school) dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia, segregasi dilakukan berdasarkan ras dan status sosial;
Orang Eropa, bangsawan, dan kaum elit pribumi dikelompokkan bersama, dan diajarkan dengan bahasa dan kurikulum Belanda, sekolah Eropa lebih elit dan lengkap dari sekolah lainnya.
Orang oriental (timur asing) yang berasal dari Arab dan Asia Timur dikelompokkan bersama, dan diajarkan dengan bahasa dan kurikulum Belanda yang termodifikasi.
Orang pribumi dikelompokkan bersama dan bersekolah di sekolah pribumi, dan diajarkan dengan bahasa Melayu dengan sistem tulis Latin, dan dengan kurikulum Belanda yang termodifikasi.
Pendidikan primer (dasar; lagere school) dan vokasional (kejuruan; ambachtsschool) yang diadakan oleh pemerintah kolonial Hindia khusus untuk orang Eropa dan orang pribumi, sementara orang oriental tidak diperbolehkan untuk menempuh keduanya.
Pendidikan Tinggi
Pemerintah kolonial Hindia juga membangun berbagai fasilitas pendidikan tersier (tinggi; hogeschool) yang dapat diikuti oleh pribumi. Sekolah tinggi ciptaan pemerintah Hindia berhasil mendidik banyak orang pribumi dan mencetak orang-orang yang berpengaruh bagi sejarah Indonesia.
→ Sekolah Kedokteran Hindia
Pada tahun 1898, pemerintah kolonial Hindia mendirikan sekolah tinggi kedokteran yang bernama School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran ini didirikan di Batavia dan resmi dibuka bulan Maret 1902. Alumni STOVIA banyak yang menjadi pejuang dan pahlawan kemerdekaan Indonesia.
Sekolah ini kemudian diangkat menjadi sekolah tinggi dengan nama Geneeskundige Hogeschool (GHS) dan adalah pendahulu fakultas kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), dan merupakan basis dibentuknya Universitas Indonesia.
→ Sekolah Teknik Bandung
Pada tahun 1920, pemerintah kolonial Hindia mendirikan sekolah tinggi teknik yang bernama De Technische Hoogeschool te Bandung (THB) karena kebutuhan tenaga kerja terdidik di bidang teknik. Sukarno yang nantinya memimpin revolusi Indonesia adalah alumni dari THB.
Sekolah ini adalah pendahulu Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kesimpulan:
Berikut adalah keuntungan dan kerugian yang didapat Indonesia dari penjajahan Belanda dalam bidang pendidikan:
→ Keuntungan:
Rakyat diperkenalkan kepada sistem dan kurikulum pendidikan modern yang sekuler (tidak bersifat keagamaan),
Pemerintah kolonial membangun berbagai infrastruktur yang relevan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan litbang teknologi,
Rakyat diperkenalkan ke ilmu dan metode pengeobatan modern, meningkatkan pemahaman umum terhadap ilmu kesehatan.
Rakyat diberikan pendidikan dasar dan menengah (atau kejuruan) yang memberikan mereka kemampuan dasar agar bisa berkontribusi bagi pemerintah kolonial, dan republik pasca kemerdekaan.
Rakyat diberikan pendidikan tinggi dalam berbagai bidang, dari teknik (engineering) hingga ilmu agama (teologi).
→ Kerugian:
Sistem yang diterapkan bersifat diskriminatif dari segi rasial dan kelas sosial; tidak semua orang bisa menempuh pendidikan, dan orang biasa harus menunjukkan kemampuan yang luar biasa agar bisa menempuh pendidikan tinggi.
Pendidikan bahasa Belanda dan bahasa Eropa lainnya, yang kala itu sangat penting, tidak diajarkan ke semua rakyat karena anggapan bahwa rakyat biasa tidak layak (unworthy) berbahasa Eropa.
Sistem yang diterapkan pemerintah kolonial mungkin dianggap tidak sesuai dengan budaya lokal.
Detail Jawaban:
Kelas: 11/2 SMA
Mapel: Ilmu Sosial (Sejarah Nasional)
Kategori: Bangsa Eropa di Indonesia
Kode: 11.3.1
Kata kunci: pendidikan, Hindia Belanda, positif, negatif, dampak
Gambar terlampir: 1. beberapa orang siswa sekolah kedokteran pribumi STOVIA berfoto bersama dengan pakaian fusi dari tradisi Eropa dan Jawa; 2. profesor dan guru besar ilmu hukum pribumi dan Eropa berfoto saat dibukanya Sekolah Tinggi Hukum Batavia pada tahun 1924.
Answered by an unemployed queer. Remember to rock on!
Verified answer
positif : rakyat indonesia lebih pintar karena bisa bersekolah di luar negeri yang negara nya lebih maju.
negatif : tidak mesti semua orang bisa bersekolah karena ada yang disuruh kerja paksa.
maaf kalo salah
[ans]
Lihat kesimpulan untuk dampak negatif dan positifnya, penjelasan diberikan sekedar untuk memberi gambaran tentang pendidikan di Hindia.
Pada era penjajahan, Belanda tidak sekedar mengeksploitasi daerah jajahannya di Hindia; banyak investasi di berbagai bidang dilakukan oleh kerajaan Belanda dan pemerintah kolonial Hindia, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.
Penjelasan Singkat:
Awalnya, fasilitas pendidikan hanya diberikan kepada orang yang keturunan Belanda saja, namun sejak akhir abad ke-19, fasilitas pendidikan dibuka ke orang Indonesia (para pribumi), namun sekolah yang bergengsi tetap eksklusif untuk keturunan Belanda dan bangsawan atau kelas elit pribumi.
Semua pendidikan resmi menggunakan kurikulum Belanda dan bersifat sekuler; diajarkan dengan sistem tulis Latin dan sistem angka Hindu-Arab, dengan bahasa yang disesuaikan dengan ras dan status sosial.
Pendidikan Umum
Pendidikan bagi rakyat berupa sekolah sekunder (menengah; middlebare school) dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia, segregasi dilakukan berdasarkan ras dan status sosial;
Pendidikan primer (dasar; lagere school) dan vokasional (kejuruan; ambachtsschool) yang diadakan oleh pemerintah kolonial Hindia khusus untuk orang Eropa dan orang pribumi, sementara orang oriental tidak diperbolehkan untuk menempuh keduanya.
Pendidikan Tinggi
Pemerintah kolonial Hindia juga membangun berbagai fasilitas pendidikan tersier (tinggi; hogeschool) yang dapat diikuti oleh pribumi. Sekolah tinggi ciptaan pemerintah Hindia berhasil mendidik banyak orang pribumi dan mencetak orang-orang yang berpengaruh bagi sejarah Indonesia.
→ Sekolah Kedokteran Hindia
Pada tahun 1898, pemerintah kolonial Hindia mendirikan sekolah tinggi kedokteran yang bernama School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran ini didirikan di Batavia dan resmi dibuka bulan Maret 1902. Alumni STOVIA banyak yang menjadi pejuang dan pahlawan kemerdekaan Indonesia.
Sekolah ini kemudian diangkat menjadi sekolah tinggi dengan nama Geneeskundige Hogeschool (GHS) dan adalah pendahulu fakultas kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), dan merupakan basis dibentuknya Universitas Indonesia.
→ Sekolah Teknik Bandung
Pada tahun 1920, pemerintah kolonial Hindia mendirikan sekolah tinggi teknik yang bernama De Technische Hoogeschool te Bandung (THB) karena kebutuhan tenaga kerja terdidik di bidang teknik. Sukarno yang nantinya memimpin revolusi Indonesia adalah alumni dari THB.
Sekolah ini adalah pendahulu Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kesimpulan:
Berikut adalah keuntungan dan kerugian yang didapat Indonesia dari penjajahan Belanda dalam bidang pendidikan:
→ Keuntungan:
→ Kerugian:
Detail Jawaban:
Kelas: 11/2 SMA
Mapel: Ilmu Sosial (Sejarah Nasional)
Kategori: Bangsa Eropa di Indonesia
Kode: 11.3.1
Kata kunci: pendidikan, Hindia Belanda, positif, negatif, dampak
Gambar terlampir: 1. beberapa orang siswa sekolah kedokteran pribumi STOVIA berfoto bersama dengan pakaian fusi dari tradisi Eropa dan Jawa; 2. profesor dan guru besar ilmu hukum pribumi dan Eropa berfoto saat dibukanya Sekolah Tinggi Hukum Batavia pada tahun 1924.
Answered by an unemployed queer. Remember to rock on!