Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) adalah cikal bakal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), lembaga tertinggi negara Republik Indonesia. MPRS dibentuk berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Nawaksara merupakan sebuah judul pidato pertanggungjawaban yang disampaikan Presiden Soekarno pada tanggal 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum ke-IV MPRS.
Pidato pertanggungjawaban presiden tersebut berjudul Nawaksara yang artinya sembilan pasal. Dalam pidato pertanggungjawabannya itu Presiden Soekarno tidak menyinggung sama sekali masalah gerakan 30 September oleh PKI, tetapi hanya memberikan amanat seperti apa yang dilakukan di hadapan sidang-sidang lembaga yang berada di lingkungan tanggung jawabnya. Karena presiden tidak menyinggung masalah G-30-SPKI dalam pidatonya, maka kemudian pimpinan MPRS mengirimkan nota kepada Presiden Soekarno untuk memperbaiki pertanggungjawabannya. Pada tanggal 10 Januari 1967, Presiden Soekarno menyampaikan pertanggungjawabannya melalui naskah yang diberi nama Pelengkap Nawaksara.
Pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara yang disampaikan pada tanggal 5 Juli 1966 dihadapan Sidang Umum ke-IV MPRS ditolak dengan mengeluarkan Keputusan No. 13/B/1967 tentang Tanggapan Terhadap Kelengkapan Pidato Nawaksara, yang isinya: MENOLAK KELENGKAPAN PIDATO NAWAKSARA.
Alasan penolakan pidato Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara oleh MPRS adalah karena pidato tersebut tidak memenuhi harapan anggota-anggota MPRS dan bangsa pada umumnya. Dalam dua pertanggung jawaban tersebut tidak dijelaskan terperinci kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi G30S/ PKI, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak. MPRS yang diketuai A.H. Nasution mengeluarkan keputusan demikian karena pidato pertanggungjawaban tersebut dinilai tidak bisa memberi pertanggungjawaban secara politis terhadap kehidupan bangsa Indonesia saat itu. Pidato tersebut dinilai MPRS hanya sebagai progress report atau laporan perkembangan, dan bukan pertanggungjawaban presiden mengenai kondisi setelah peristiwa gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Demikian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. NB: Maaf jika jawaban saya kurang rapi dikarenakan kesalahan sistem dalam situs ini yang sedang dalam perbaikan.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) adalah cikal bakal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), lembaga tertinggi negara Republik Indonesia. MPRS dibentuk berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Nawaksara merupakan sebuah judul pidato pertanggungjawaban yang disampaikan Presiden Soekarno pada tanggal 22 Juni 1966 dalam Sidang Umum ke-IV MPRS.
Pidato pertanggungjawaban presiden tersebut berjudul Nawaksara yang artinya sembilan pasal. Dalam pidato pertanggungjawabannya itu Presiden Soekarno tidak menyinggung sama sekali masalah gerakan 30 September oleh PKI, tetapi hanya memberikan amanat seperti apa yang dilakukan di hadapan sidang-sidang lembaga yang berada di lingkungan tanggung jawabnya. Karena presiden tidak menyinggung masalah G-30-SPKI dalam pidatonya, maka kemudian pimpinan MPRS mengirimkan nota kepada Presiden Soekarno untuk memperbaiki pertanggungjawabannya. Pada tanggal 10 Januari 1967, Presiden Soekarno menyampaikan pertanggungjawabannya melalui naskah yang diberi nama Pelengkap Nawaksara.
Pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara yang disampaikan pada tanggal 5 Juli 1966 dihadapan Sidang Umum ke-IV MPRS ditolak dengan mengeluarkan Keputusan No. 13/B/1967 tentang Tanggapan Terhadap Kelengkapan Pidato Nawaksara, yang isinya: MENOLAK KELENGKAPAN PIDATO NAWAKSARA.
Alasan penolakan pidato Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara oleh MPRS adalah karena pidato tersebut tidak memenuhi harapan anggota-anggota MPRS dan bangsa pada umumnya. Dalam dua pertanggung jawaban tersebut tidak dijelaskan terperinci kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi G30S/ PKI, kemunduran ekonomi, dan kemerosotan akhlak. MPRS yang diketuai A.H. Nasution mengeluarkan keputusan demikian karena pidato pertanggungjawaban tersebut dinilai tidak bisa memberi pertanggungjawaban secara politis terhadap kehidupan bangsa Indonesia saat itu. Pidato tersebut dinilai MPRS hanya sebagai progress report atau laporan perkembangan, dan bukan pertanggungjawaban presiden mengenai kondisi setelah peristiwa gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Demikian jawaban dari saya, semoga bermanfaat. NB: Maaf jika jawaban saya kurang rapi dikarenakan kesalahan sistem dalam situs ini yang sedang dalam perbaikan.