Anak jalanan, potret kondisi bangsa kita.Anak-anak jalanan yang berseliweran di tengah kemacetan lalu lintas Jakarta sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi kita. Kondisi ini bak potret Indonesia seccara keseluruhan. Seharusnya anak-anak usia dini ini belajar, duduk di bangku sekolah. Namun, entah mengapa demi mencari nafkah anak-anak ini rela turun ke jalanan.Terik matahari, debu jalanan, dan air hujan menjadi teman sejati para anak jalanan saat mencari lembar demi lembar uang untuk bertahan hidup. Botol minuman bekas berisi segenggam beras, sebuah amplop putih, dan beberapa bait lagu menjadi senjata khas anak jalanan melakukan aksinya di jalan. Lampu pengatur lalu lintas menjadi tempat mereka bersandar menunggu rezeki yang akan datang hari itu.Seperti halnya yang dialami kedua anak jalanan yang masih tergolong balita, Angga (5) dan Ahmad (4). Keduanya menyanyi dengan iringan musik dari beras, menyetop satu kendaraan ke kendaraan lainnya. Tubuh mungil mereka berseliweran di sepanjang jalan sekitar Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tidak ada ekspresi takut dari wajah anak-anak ini. Yang ada hanya tawa riang menghiasi keseharian mereka.pertanyaan1 analisislah isi teks laporan hasil observasi tersebut!2 indentifikasilah kalimat simpleks dan kompleks dalam teks laporan hasil observasi tersebut
Bullying yang terjadi pada anak-anak, terkadang membuat mereka takut untuk menuntut ilmu di sekolah. Terlebih dengan adanya ponsel pintar dan media sosial, ancaman intimidasi terhadap anak kerap dirasakannya selama 24 jam dalam 7 hari.
Paula Todd, Pemerhati Anak dari London, Inggris, mengatakan bahwa hal paling utama yang membuat mereka mampu melakukan intimidasi melalui jejaring internet karena stres, dan kerap merasakan ketegangan.
“Jika anak-anak itu ada masalah di rumah, mereka tidak memiliki kapasitas dan keberanian untuk berbicara langsung, sehingga melampiaskannya melalui internet,” kata Paula.
Di sisi lain, orangtua juga harus mampu menjadi penjaga `gawang` bagi anak-anaknya di media sosial. Untuk itu, orangtua dianjurkan agar rutin mengecek jejaring sosial pribadi anak-anaknya, agar dapat mengontrol apa saja yang dilakukan oleh anak-anaknya.
“Orangtua harus berpartisipasi dengan anak-anaknya. Memantau apa saja yang mereka bicarakan di telepon, akun media sosial mereka, serta membatasi akses mereka untuk terus berselancar,” kata Ahli Pendidikan Media Sosial di Mediated Reality, Jesse Miller, seperti dikutip Fox News, Rabu (15/10/2014)
Terpenting, kata Jesse, orangtua harus bisa mengatur kapan waktu yang tepat agar anak-anak mereka dapat mengakses jejaring sosial di komputer atau ponsel pintar mereka. Sehingga mereka terhindar dari kasus bullying.
Bullying yang terjadi pada anak-anak, terkadang membuat mereka takut untuk menuntut ilmu di sekolah. Terlebih dengan adanya ponsel pintar dan media sosial, ancaman intimidasi terhadap anak kerap dirasakannya selama 24 jam dalam 7 hari.
Paula Todd, Pemerhati Anak dari London, Inggris, mengatakan bahwa hal paling utama yang membuat mereka mampu melakukan intimidasi melalui jejaring internet karena stres, dan kerap merasakan ketegangan.
“Jika anak-anak itu ada masalah di rumah, mereka tidak memiliki kapasitas dan keberanian untuk berbicara langsung, sehingga melampiaskannya melalui internet,” kata Paula.
Di sisi lain, orangtua juga harus mampu menjadi penjaga `gawang` bagi anak-anaknya di media sosial. Untuk itu, orangtua dianjurkan agar rutin mengecek jejaring sosial pribadi anak-anaknya, agar dapat mengontrol apa saja yang dilakukan oleh anak-anaknya.
“Orangtua harus berpartisipasi dengan anak-anaknya. Memantau apa saja yang mereka bicarakan di telepon, akun media sosial mereka, serta membatasi akses mereka untuk terus berselancar,” kata Ahli Pendidikan Media Sosial di Mediated Reality, Jesse Miller, seperti dikutip Fox News, Rabu (15/10/2014)
Terpenting, kata Jesse, orangtua harus bisa mengatur kapan waktu yang tepat agar anak-anak mereka dapat mengakses jejaring sosial di komputer atau ponsel pintar mereka. Sehingga mereka terhindar dari kasus bullying.