Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah;salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[1]
Namun pada 10 tahun belakangan ini, sejak berdirinya Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah I dan II, manfaat hutan mangrove pun semakin berkembang. Hingga saat ini, hutan mangrove telah memberikan manfaat lain, selain kayu, atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Mangrove, yakni; sebagai bahan pangan dan minuman, serta untuk bahan pewarna dan kosmetik.
Hingga saat ini, BPHM Wilayah I telah mengembangkan beberapa jenis tumbuhan pada hutan mangrove untuk dapat dimanfaatkan sebagai;
1. Bahan pangan pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza).
2. Bahan minuman sirup, dodol, selain dan puding dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
3. Bahan pembuat sabun dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
4. Bahan tepung kue dari buah Api-api (Avicennia sp).
5. Bahan kosmetik (lulur dingin) dari buah Nyirih (Xylocarpus granatum).
6. Bahan baku alkohol, cuka dan gula merah dari buah Nipah (Nypa fruticans).
7. Bahan pewarna pakaian dari kulit kayu bakau (Rhizophora mucronata), Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan Mentigi (Ceriops tagal).
Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I (BPHM Wilayah I) pun telah aktif melakukan pelatihan ke berbagai provinsi di wilayah kerjanya (19 Provinsi di Indonesia - diluar pulau Kalimantan dan Sumatera) tentang manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) Mangrove sebagai bahan pangan, minuman, sabun dan pewarna.
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah;salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[1]
Namun pada 10 tahun belakangan ini, sejak berdirinya Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah I dan II, manfaat hutan mangrove pun semakin berkembang. Hingga saat ini, hutan mangrove telah memberikan manfaat lain, selain kayu, atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Mangrove, yakni; sebagai bahan pangan dan minuman, serta untuk bahan pewarna dan kosmetik.
Hingga saat ini, BPHM Wilayah I telah mengembangkan beberapa jenis tumbuhan pada hutan mangrove untuk dapat dimanfaatkan sebagai;
1. Bahan pangan pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza).
2. Bahan minuman sirup, dodol, selain dan puding dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
3. Bahan pembuat sabun dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
4. Bahan tepung kue dari buah Api-api (Avicennia sp).
5. Bahan kosmetik (lulur dingin) dari buah Nyirih (Xylocarpus granatum).
6. Bahan baku alkohol, cuka dan gula merah dari buah Nipah (Nypa fruticans).
7. Bahan pewarna pakaian dari kulit kayu bakau (Rhizophora mucronata), Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan Mentigi (Ceriops tagal).
Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I (BPHM Wilayah I) pun telah aktif melakukan pelatihan ke berbagai provinsi di wilayah kerjanya (19 Provinsi di Indonesia - diluar pulau Kalimantan dan Sumatera) tentang manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) Mangrove sebagai bahan pangan, minuman, sabun dan pewarna.