1.apa penyebab perlawanan rakyat aceh terhadap belanda?
annaliabila 1. Sebab-sebab Perang Aceh Kedudukan Aceh dalam politik internasional (1824) diakui oleh Belanda dan Inggris. Dengan perjanjian ini, putra-putra Aceh dapat mengadakan perdagangan secara leluasa dengan bangsa manapun juga. Kebebasan aceh yang besar ini tidak menguntungkan Belanda. Oleh karena itu Belanda menggeledah dan menangkap para pelaut Aceh. Sebagai balasannya, rakyat Aceh mengadakan sergapan-sergapan terhadap kapal-kapal Belanda. Peperangan di antara kedua belah pihak tidak dapat dielakkan. Pada tahun 1850, Belanda melakukan perundingan dengan Aceh untuk menghentikan permusuhan dan Aceh bersedia untuk menepati janji. Keadaan yang aman dan damai akibat perundingan tersebut akhirnya digoncangkan lagi oleh Belanda. Pada tahun 1858, Belanda mengadakan perjanjian dengan raja Siak. Dalam perjanjian ini Siak dipaksa untuk menyerahkan taklukannya kepada Belanda. Daerah taklukan Kerajaan Siak adalah Deli Serdang, Asahan dan Lagkat. Sesungguhnya, daerah-daerah tersebut merupakan wilayah kekuasaan Raja Aceh sejak masa Sultan Iskandar Muda. Menurut para bangsawan Aceh, Belanda telah melanggar kedaulatan Aceh dengan membuat perjanjian sepihak dengan Siak. Rakyat Aceh menuduh Belanda sudah tidak menepati janji. Akibatnya beberapa kapal Belanda yang sedang berada di Aceh direbut oleh Rakyat Aceh. Perebutan ini disetujui oleh Inggris, karena Inggris menyatakan bahwa Belanda bersalah. Dalam rangka memperkuat kedudukannya, Aceh mengadakan hubungan dengan Kesultanna Turki, namun demikian Turki pada saat itu memang sedang mengalami kemunduran. Kendati demikian, hubungan yang dijalin oleh Aceh dengan Turki tahun 1869, kedudukan Aceh makin bertambah penting, baik ditinjau dari strategi perang maupun dari dunia perdagangan yang dekat dengan Selat Malaka. Oleh karena itu, baik Inggris maupun Belanda takut kalau-kalau Aceh diduduki oleh salah satu bangsa Barat lainnya. Namun setelah terbukti bahwa Aceh mengadakan hubungan dan perundingan dengan Konsultan Italia dan Amerika, maka Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian tahun 1872 yang dikenal dengan Traktat Sumatera, dimana Inggris memberikan kelonggaran kepada Belanda untuk bertindak terhadap Aceh dan sebaliknya Inggris boleh secara leluasa berdagang di Siak.
1. Sebab-sebab Perang Aceh
Kedudukan Aceh dalam politik internasional (1824) diakui oleh Belanda dan Inggris. Dengan perjanjian ini, putra-putra Aceh dapat mengadakan perdagangan secara leluasa dengan bangsa manapun juga. Kebebasan aceh yang besar ini tidak menguntungkan Belanda. Oleh karena itu Belanda menggeledah dan menangkap para pelaut Aceh. Sebagai balasannya, rakyat Aceh mengadakan sergapan-sergapan terhadap kapal-kapal Belanda.
Peperangan di antara kedua belah pihak tidak dapat dielakkan. Pada tahun 1850, Belanda melakukan perundingan dengan Aceh untuk menghentikan permusuhan dan Aceh bersedia untuk menepati janji.
Keadaan yang aman dan damai akibat perundingan tersebut akhirnya digoncangkan lagi oleh Belanda. Pada tahun 1858, Belanda mengadakan perjanjian dengan raja Siak. Dalam perjanjian ini Siak dipaksa untuk menyerahkan taklukannya kepada Belanda. Daerah taklukan Kerajaan Siak adalah Deli Serdang, Asahan dan Lagkat. Sesungguhnya, daerah-daerah tersebut merupakan wilayah kekuasaan Raja Aceh sejak masa Sultan Iskandar Muda. Menurut para bangsawan Aceh, Belanda telah melanggar kedaulatan Aceh dengan membuat perjanjian sepihak dengan Siak. Rakyat Aceh menuduh Belanda sudah tidak menepati janji. Akibatnya beberapa kapal Belanda yang sedang berada di Aceh direbut oleh Rakyat Aceh. Perebutan ini disetujui oleh Inggris, karena Inggris menyatakan bahwa Belanda bersalah.
Dalam rangka memperkuat kedudukannya, Aceh mengadakan hubungan dengan Kesultanna Turki, namun demikian Turki pada saat itu memang sedang mengalami kemunduran. Kendati demikian, hubungan yang dijalin oleh Aceh dengan Turki tahun 1869, kedudukan Aceh makin bertambah penting, baik ditinjau dari strategi perang maupun dari dunia perdagangan yang dekat dengan Selat Malaka. Oleh karena itu, baik Inggris maupun Belanda takut kalau-kalau Aceh diduduki oleh salah satu bangsa Barat lainnya.
Namun setelah terbukti bahwa Aceh mengadakan hubungan dan perundingan dengan Konsultan Italia dan Amerika, maka Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian tahun 1872 yang dikenal dengan Traktat Sumatera, dimana Inggris memberikan kelonggaran kepada Belanda untuk bertindak terhadap Aceh dan sebaliknya Inggris boleh secara leluasa berdagang di Siak.